Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelisik Serba-serbi Memanen Pala di Desa Mateketen Maluku Utara

11 Juli 2020   18:00 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:27 1488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Pala yang sudah matang (Dokumentasi pribadi)

"Pala, tanaman bersejarah ini merupakan sumber kehidupan utama selain cengkih dan kelapa yang mengebulkan tungku-tungku dapur warga, hingga sumber biaya anak desa untuk mengeyam pendidikan".

Buah pala merupakan buah yang bernilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu komoditi andalan ekspor. Tanaman ini masuk dalam komoditas rempah-rempah. 

Buah berbentuk bulat dan kecoklatan ini merupakan buah bersejarah selain cengkih yang mengundang VOC datang ke Indonesia dan menjadi cikal bakal penjajahan.

Buah ini sering digunakan sebagai bumbu masakan, aroma terapi, minyak asri hingga bahan kosmetik. Berbagai manfaat dan kegunaan buah ini menjadikan komoditi ini merupakan salah satu sumber penghidupan ekonomi di warga di Indonesia terutama Aceh,Sulawesi dan Maluku.

Di desa saya, Desa Mateketen Kabupaten Halmahera Selatan Provinisi Maluku Utara, pala merupakan komoditas utama perkebunan warga setelah kelapa dam cengkih.

Dulu, sebelum gunung Kie Besi meletus pada 1988 silam, cengkih menjadi komoditas perkebunan unggulan. Namun,setelah meletus warga kemudian beralih dari cengkih ke pala dan kelapa. Walaupun belakangan, geliat penanaman cengkih sudah mulai kelihatan.

Si gadis dan buah bersejarah (Dokumentasi pribadi)
Si gadis dan buah bersejarah (Dokumentasi pribadi)
Peremajaan juga terus dilakukan dengan mengganti pohon pala yang sudah tua dari sisa kemegahan sebelum gunung meletus 32 tahun silam. 

Selain itu, terjadi perubahan pengusahaan komoditi di mana pohon kelapa mulai ditebang warga diganti cengkih dan pala. Penebangan ini karena komoditas kelapa tidak lagi memiliki daya saing karena kalah oleh sawit. Padahal, jika ada edukasi pada nilai tambah maka kelapa menjadi sektor paling menguntungkan karena dari daun hingga akar bisa menghasilkan pundi-pundi Rupiah.

Pala dipanen dalam 3 bulan sekali. Biasanya terjadi perbedaan dalam setiap panen karena pola penanaman yang tidak bersamaan. 

Terkadang memanen pala dilakukan seminggu sekali dengan melihat dan mengamati setiap pohon pala dengan buah yang sudah matang. Tidak ada sistem musim panen seperti cengkih karena umumnya warga di desa kami bisa memanen atau memetik kapan saja. 

Setiap pohon memiliki produktivitas yang berbeda-beda dengan kualitas yang berbeda pula. Terkadang ada pohon yang produktivitasnya tinggi dan ada yang tidak. Lebatnya buah pada pohon pala tergantung sistem perawatan seperti pemberian pupuk, pembersihan ranting dll. 

Memanen pala ialah aktivitas yang menyenangkan. Biasanya kami akan berangkat ke kebun saat pagi hari sekitar pukul 08.00 atau 10 pagi. Sebelum berangkat tentu saja kami sudah menyiapkan segala perlengkapan dan bekal. 

Jarak kampung dengan kebun tidaklah terlalu jauh tergantung kebun mana yang menjadi tujuan. Sebab, setiap warga di desa kami memiliki 3-5 kebun. Jarak yang terjauh bisa ditempuh hingga 45 menit hingga 1 jam berjalan kaki dan yang paling dekat berkisar 10-15 menit.

Sesampainya di kebun, kami tidak langsung memetik begitu saja. Pertama-tama, kami terlebih dulu melakukan survei pohon mana saja yang buahnya sudah siap dipanen. 

Setelah mengetahui berapa buah pohon yang akan dipanen maka dilakukan pembersihan rumput di bawah pohon. Hal ini dilakukan agar saat pala yang jatuh saat pemetikan tidak hilang di rerumputan.

Pemetikan Pala Magori (Dokumentasi pribadi)
Pemetikan Pala Magori (Dokumentasi pribadi)
Hal yang paling ribet dalam memetik pala ialah saat memanjat pohon pala yang di desa kami disebut Magori alias pohon pala yang baru berumur 5 tahun ketas. 

Hal ini lantaran, ranting-ranting pohon masih lebat. Berbeda dengan pohon pala yang berumur 10-20 tahun di mana ranting-rantingnya sudah terbuka lebat dan dapat dijadikan pijakan atau sandaran.

Dalam pementikan buah pala, kita juga tidak bisa memetik sembarangan. Sebab, kategori kematangan buah pala pada setiap pohon sangat berbeda-beda dan dibutuhkan ketelitian dan pengalaman. Salah memetik dengan perkiraan sudah matang maka terkadang bisa merugikan karena buah yang dipetik belum matang sama sekali.

Buah pala yang sudah matang bisa dilihat dari pecahan buah dan menonjolkan biji pala. Akan tetapi tidak semua warga menunggu hingga buahnya pecah. 

Pengalaman warga yang sudah turun temurun menjadi faktor penting. Buah pala bisa dipetik jika sudah dianggap tua dengan memperhatikan ciri-ciri pada buahnya.

Pengalaman yang diajarkan pada kami ketika buah pala sudah matang, maka buahnya berbentuk kecoklatan. Tapi jangan terkecoh seperti yang disinggung di atas kadang yang kecoklatan juga bisa zonk. 

Ada ciri-ciri khusus yakni terletak pada okit, sebutan warga atau leher yang mengungnakan pangkal dengan buah. Jika kelihatan sudah coklat maka sudah pas untuk dipetik dan dijamin hasilnya tidak zonk.

Alat khusus yang digunakan dalam memetik buah pala terbuat dari bambu yang rata-rata 6 meter. Di bagian ujungnya diikat dengan besi yang di bengokan. Besi yang sering digunakan ialah besi dari payung bekas.

Mengumpulkan Buah Pala (Dokumentasi pribadi)
Mengumpulkan Buah Pala (Dokumentasi pribadi)
Setelah proses pemetikan, buah pala kemudian dikumpulkan satu tempat. Biasanya kami menggunakan karung, saloy atau bisa langsung melempar ke titik kumpul. 

Proses berikutnya ialah pembelahan. Tujuannya ialah memisahkan daging pala dengan biji pala. Pala yang sudah dikumpulkan kemudian dibelah menggunakan parang yang dilekatkan pada sela buah dan ditekan hingga keluar biji pala. Proses ini tidak bisa dianggap mudah, karena yang belum berpengalaman auto luka-luka.

Buah Pala yang sudah matang (Dokumentasi pribadi)
Buah Pala yang sudah matang (Dokumentasi pribadi)
Proses ini sering menjadi ajang perlombaan. Skil dan reputasi sering dipertaruhkan. Dan, saya sendiri sering kalah bahkan sama anak kecil sekalipun. 

Bagi yang sudah berpengalaman, mudah saja membela. Bahkan dalam semenit bisa 10-15 buah terbelah sedang saya yang kategori medium auto bengong.

Bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh belahan pala sunguh enak didengarkan. Semacam tercipta irama-irama yang tak perlu memakai konduktor, wkwkwk. 

Kulit buah di desa kami belum di manfaatkan sehingga setelah pembelahan akan dibuang begitu saja. Walau terkadang ada anak-anak yang mengambil satu dua bagian untuk di jadikan manisan. Padahal, kulit buah juga merupakan bagian yang bernilai tinggi jika diolah.

Setelah pembelahan, pala kemudian dimasukan ke karung dan kami pun bergegas pulang. Biasanya petang. Biji pala yang sudah di bawah pulang kemudian di tuang ke baskom dan biasanya direndam oleh air. Di desa kami, air yang sering digunakan ialah air asin. 

Menurut kepercayaan masyarakat air asin alias air laut bisa membuat berat biji pala dan fuli pala serta meningkatkan kualitas pala. Ya walaupun belum ada bukti ilmiah untuk ini tetapi semoga saja ada peneliti-peneliti yang tertarik.

Proses Pembelahan (Dokumentasi pribadi)
Proses Pembelahan (Dokumentasi pribadi)
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Proses perendaman dilakukan selama 2-3 jam, setelah itu dipisahkan antara kulit dan bunga pala atau fune sebutan desa kami. 

Pemisahan kedua bagian ini menggunakan pisau atau terkadang warga menggunakan minyak tanah karena dapat langsung menghilangkan rekatan antar fune dan biji.

Keesokan hari, fune dan biji pala akan dijemur. Proses penjemuran sendiri bisa berlangsung 2-4 hari tergantung kondisi terik matahari. Proses pasca panen ini terbilang masih tradisional. Namun inilah satu-satunya cara yang sudah turun temurun dilakukan. 

Proses pasca panen ini sering mendapat perhatian para peneliti karena beberapa kali produk primer kita tak terkecuali pala mendapat penolakan-penolakan dari negara lain sebab mengandung jamur.

Proses berikutnya yang dilakukan setelah biji pala sudah kering ialah memisahkan cangkang dengan biji pala. Pala yang berkualitas tinggi dikatakan botak alias tidak pecah atau mulus. Ini mempengaruhi harga jual petani kepada pedagang. 

Pala botak akan dibeli dengan harga tinggi sedangkan yang pecah biasanga lebih rendah dari harga beli pala botak. Sementara fune atau bunga pala mememiliki nilai beli lebih tiñggi dari biji pala. 

Hal ini karena faktor permintaan dengan kuantitas produksi yang rendah. 1o kg biji pala hanya menghasilkan tidak lebih dari 1 kg bunga pala.

Kondisi yang sering dihadapi masyarakat dalam sistem usaha pala selain usaha tani ialah rendahnya harga yang diterima. Walaupun demikian, komoditas ini merupakan sumber utama ekonomi warga. 

Selama puluhan tahun pala sudah menjadi sumber penghasilan yang digunakan untuk biaya hidup dan biaya pendidikan anak-anak mereka. 

Anak-anak petani di desa saya yang mengeyam pendidikan di desa maupun kota memiliki sumber pembiayaan dari hasil buah pala. Terima Kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun