Memanen pala ialah aktivitas yang menyenangkan. Biasanya kami akan berangkat ke kebun saat pagi hari sekitar pukul 08.00 atau 10 pagi. Sebelum berangkat tentu saja kami sudah menyiapkan segala perlengkapan dan bekal.Â
Jarak kampung dengan kebun tidaklah terlalu jauh tergantung kebun mana yang menjadi tujuan. Sebab, setiap warga di desa kami memiliki 3-5 kebun. Jarak yang terjauh bisa ditempuh hingga 45 menit hingga 1 jam berjalan kaki dan yang paling dekat berkisar 10-15 menit.
Sesampainya di kebun, kami tidak langsung memetik begitu saja. Pertama-tama, kami terlebih dulu melakukan survei pohon mana saja yang buahnya sudah siap dipanen.Â
Setelah mengetahui berapa buah pohon yang akan dipanen maka dilakukan pembersihan rumput di bawah pohon. Hal ini dilakukan agar saat pala yang jatuh saat pemetikan tidak hilang di rerumputan.
Hal ini lantaran, ranting-ranting pohon masih lebat. Berbeda dengan pohon pala yang berumur 10-20 tahun di mana ranting-rantingnya sudah terbuka lebat dan dapat dijadikan pijakan atau sandaran.
Dalam pementikan buah pala, kita juga tidak bisa memetik sembarangan. Sebab, kategori kematangan buah pala pada setiap pohon sangat berbeda-beda dan dibutuhkan ketelitian dan pengalaman. Salah memetik dengan perkiraan sudah matang maka terkadang bisa merugikan karena buah yang dipetik belum matang sama sekali.
Buah pala yang sudah matang bisa dilihat dari pecahan buah dan menonjolkan biji pala. Akan tetapi tidak semua warga menunggu hingga buahnya pecah.Â
Pengalaman warga yang sudah turun temurun menjadi faktor penting. Buah pala bisa dipetik jika sudah dianggap tua dengan memperhatikan ciri-ciri pada buahnya.
Pengalaman yang diajarkan pada kami ketika buah pala sudah matang, maka buahnya berbentuk kecoklatan. Tapi jangan terkecoh seperti yang disinggung di atas kadang yang kecoklatan juga bisa zonk.Â
Ada ciri-ciri khusus yakni terletak pada okit, sebutan warga atau leher yang mengungnakan pangkal dengan buah. Jika kelihatan sudah coklat maka sudah pas untuk dipetik dan dijamin hasilnya tidak zonk.