Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Begini Cara Kami Pulang Kampung

9 Juli 2020   11:38 Diperbarui: 9 Juli 2020   14:35 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Motor Kayu di foto dari Pulau Maitara belatar pulau Tidore

Cerita menggunakan moda ini sangat menarik. Kita perlu pintar-pintar menjadi penumpang. Sebelum itu, saya ingin menggambarkan kenapa harus memakai moda ini.

Pertama, desa saya ialah desa pesisir yang masuk ke Kabupaten Halmahera selatan. Walaupun secara geografis kampung kami yakni Kampung Makian lebih dekat ke Kota Ternate dan Kota Tidore akan tetapi pembagian wilayah administrasi didasarkan pada wilayah administrasi Kesultanan Bacan.

Di Maluku Utara terdapat 4 kesultanan besar yakni Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan (jazirah Al Mulk). Kampung kami, Makian ialah wilayah Kesultanan Bacan yang dulunya juga merupakan Lokasi Istana Kerajaan. Setelah Meletus gunung Kie Besi, Kesultanan Bacan kemudian pindah ke Pulau Kasiruta (Tempat penghasil batu Bacan yang tersohor) dan kemudian pindah ke pulau utama yakni pulau Bacan hingga sekarang.

Pulau Makian di kenal dengan Pulau Kenari, karena kenari berkualitas tinggi dihasilkan di daerah ini. Berdasarkan sejarah, pohon kenari ini merupakan pohon hasil konfontrasi belanda yang ingin menguasi rempah-rempah (cengkih dan pala) dari pihak portugis. Pada saat itu, dengan niatan monopoli, pala dan cengkih di tebang dan di ganti pohon kenari.

Di Pulau ini, terdapat 2 suku. Yakni Suku Makian dalam dan suku Makian luar. Mendengar namanya saja pasti kita berpikir bahwa suku Makian dalam berada di pegunungan atau lain-lain sedangkan suku makian luar berada di pesisir-pesisir.

Tetapi tidak demikian, persamaan kedua suku ini ialah sama-sama berada di pesisir sedangkan perbedaannya ialah bahasa. 180 derajat bahasa suku makian luar dan suku makian dalam sangat jauh. Ibarat Bahasa Indonesia dengan Bahasa Thailand.

Di Makian dalam, akses transportasi laut sudah begitu maju. Baik moda transportasi sampai infrastuktur. Sehingga masyarakat punya pilihan-pilihan melaksanakan perjalanan. Berbeda dengan yang ada di makian luar, baik moda maupun fasilitas sangat tidak mendukung. Jangankan jembatan, jembatan labuh saja di atas karang-karang. 

Lantas kenapa tidak melakukan perjalanan lewat makian dalam? karena akses darat tidak semuda yang dibayangkan. Tidak ada jalan hotmix yang ada jalan kebun, jembatan yang putus dan banyaknya jurang alias kali mati hanya pada satu pulau. Jalur yang terbentuk karena letusan gunung merapi.

Lantas apa bagaimana kami melakukan perjalanan ke desa di Pulau Makian Luar? pertama berburu dengan waktu, nyali yang kuat dan basah-basahan.

Saat ingin kembali ke Desa, khususnya desa saya, Mateketen, kita perlu melakukan persiapan. Informasi harus terlebih dulu di dapati. Informasi ini berupa speed boat apa dan milik siapa yang datang ke Kota hari ini.

Sesuatu yang paling unik ialah, penyebutan nama moda transportasi didasarkan pada nama pemilik yang berperan sebagai kapten. Mereka ialah Hi. Dar, Mudakir dan Hi Anan. Sematan pada mereka pun macam-macam. Kapten Jahat, orang nekat dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun