Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Desa, Kita Belajar Kearifan Lokal

15 Mei 2018   14:38 Diperbarui: 15 Mei 2018   15:12 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedepan desa ini juga di rancang menjadi desa yang maju dalam dunia kebudayaan,diantara nya adalah memanah dan pengembangan batik. Untuk pengembangan batik sendiri, desa ini sedang menggagas pembuatan batik yang bebas dari penggunaan bahan-bahan kimia. Jika pada batik komersil banyak perusahan-perusahaan memakai bahan kimia sebagai bahan baku maka di Desa Sukawening pengembangan batik yang nanti nya akan menjadi ciri khas Jawa Barat terutama Kota Bogor ialah dengan menggunakan bahan alami dari ekstrak buah. 

Kang Adha, Pelopor Sarapala | Dok Pribadi
Kang Adha, Pelopor Sarapala | Dok Pribadi
Ekstrak buah yang sudah pernah di coba oleh Kang Adha dan karang taruna serta Srikandi desa adalah kopi dan manggis, Nangka. Sedangkan yang sekarang dalam pengembagan adalah Cengkih, Pala, dan bahan ekstrak lain nya. 

Untuk pengembangan dan uji coba ekstrak, menurut Kang adha, sudah di laukan kerja sama dengan kawan-kawan dari IPB terutama Forum PascaSarjana IPB yang melakukan deda Binaan selama satu tahun kedepan.  Kerja sama ini dapat di harapakan menghasilkan solusi agar kelak rencana pembuatan batik dari desa Sukawening dapat tercapai. 

dok. Pribadi
dok. Pribadi
***

Di dalam rumah sederhana inilah saya dan tiga teman lain nya mulai di kenalkan dengan proses pembuatan batik. Awalnya kang Adha dan istri mengeluarkan lain yang ternyata kain tersebut merupakan kain hasil ekstrak dari buah.  Kain itu berwarnai - warni, baik coklat, putih, kuning dan berbagai corak dasar yang semuanya dari ekstrak buah. Hari itu kain yang saya pakai berwarna coklat muda yang ternyata hasil dari ekstrak buah nangka. Sambil di beri satu persatu dan di beri arahan untuk menuangkan imajinasi apapun ke atas kain tersebut. kang adha mulai memanskan tinta yang di pakai untuk membatik.

menggambar pola | Dok. Pribadi
menggambar pola | Dok. Pribadi
menggambar Pola
menggambar Pola
Dengan begitu antusias kami mula berimajinasi, ada yang menggambarkan bunga, ada yang menggambarkan kapal dengan aksen batik dan berbagai macam pola yang ada di kepala. Setelah di rasa pas dengan gambar yang kami tuangkan, kang Adha mulai menunjukan cara memenuhi pola dengan tinta yang sudah di panaskan.

Ternyata proses membatik tidak segampang yang di bayangkan, perlu kesabaran ekstra tinggi. Dari sini saya lagi-lagi belajar. Bahwa membatik adalah proses menjiwai kesabaran, proses belajar telaten dan proses yang secara harfiah ialah menikmati kehidupan. Belajar dari setiap tetesan, tinta yang menggores pola perlahan demi perlahan tanpa buru-buru adalah sebuah hasrat yang seringkali tidak bisa di kontrol.

Tahapan mewarnai Pola |dokpri
Tahapan mewarnai Pola |dokpri
Perbedaan kami dalam membatik hari ini juga menunjukan bahwa semua orang punya kemampuan dan kesabaran yang berbeda. Mereka bisa saja belajar dari pengalaman besar maupun pengalaman kecil. Aktivitas yang di jalani setiap manusia akan membentuk karakter dan jiwa apakah menjadi tangguh atau menjadi lemah. Dan semua ini di sadari seketika dalam kondisi belajar membatik. Kehidupan orang-orang sabar selalu memiliki nilai paling tinggi di kehidupan masyarakat, itulah pelajaran membatik hari ini.

Sambil menghayati dan mengaitkan berbagai makna, pekerjaan belajar membatik ini kami lakukan hampir 3 jam lama nya. Saking fokusnya kami, kain-kain yang tadi nya kosong menjadi penuh. kegiatan hari ini belum berakhir, ternyata masih ada kejutan lain nya. yakni memanah.

menuju arena memanah |dokrpi
menuju arena memanah |dokrpi
Ternyata busur dan arah panah yang di gantung di dinding ini bukan hanya pajangan. Setelah di ketahui ternyata ini merupakan paket pelestarian budaya yang akan di kembangkan oleh desa Sukawening yang di namakan "SARAPALA" baik pemerintah desa dan masyarakat bersepakat bahwa budaya memanah yang merupakan kebudyaan asli sunda harus di lestarikan kembali dan di jaga agar kelak pada generasi yang akan datang tidak lagi generasi muda kita akan kebudayaan.

Kamipun di ajak ke arena memanah yang sudah khusus di sediakan. terdapat tiga tempat untuk memanah, dan menurut penuturan kang Adha akan ada turnamen memanah di desa tersebut kedepan nya. formantnya setiap desa dapat mengikuti lomba dan menyertakan ijin-ijin kepemilikan busur panah dan arah panah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun