Al yang lebih muda dari riska bahkan tidak mengenal sosok orang tuanya. Walaupun banyak bisikan dan desas desus tentang orang tuanya, Al tetap percaya orang tuanya adalah kakek dan nenek mereka.Â
......
Setelah hampir 30 menit menyusuri hutan, mereka sampai ke kebun. Yang di sambut teriakan oleh neneknya... Al, riska? Saya nek...jawab bersamaan. Tidak sekolah? Tidak nek, engku bisnu lagi sakit.
Seharian mereka di kebun sebelum senja mengharuskan kembali. Al dan kakeknya berjalan di belakang, sedangkan riska dan neneknya sudah lebih dulu kembali karena harus menyiapkan makan malam.
Al, sang kakek memcah kebuntuan sambil memikul sebuah pisang yang di tebag di kebun tadi. Hidupmu akan penuh lika-liku, kamu harus kuat. Sekolah lah setinggu-tinggu mungkin, jangan menyerah. Selama kakek dan nenekmu masih hidup, kami akan tetap membiayaimu, menyekolahkanmu. Karena jika kami sudah meninggal, tidak ada lagi yang mau melihatmu, merawatmu. Al tertunduk tanpa tau apa makna ucapan kakeknya.
Kakamu Riska, masih memiliki keluarga yang utuh, jika kakek dan nenekmu tiada dia masih akan hidup dalam keluarga yang utuh. Masih bisa makan dari hasil keringat orang tuanya, maka kamu harus menguatkan hatimu. Belajarlah mendewasakan jiwamu ketimbang napsumu. Perjalananmu masih panjang.Al semakin binggung, kemudian memutuskan bertanya, kemana Ibuku kek,,,,
Ibumu masih ada, masih hidup. Dia sedangkan bekerja di perusahaan. Mungkin suatu saat kamu akan bertemu dengannya. Apakah dia cantik? Lanjut Al. Iya dia cantik Al.Â
Lantas dimana ayahku? Pertanyaan itu membuat kakeknya memerah mukanya, sambil bernada tinggi sang kakek mengucap "jangan sekalipun kamu tanyakan tentang ayahmu. Selama kakek hidup.
Suasana itu biasa saja bagi Al sebagai anak kecil dia hanya diam dan terus melanjutkan perjalanan.Â
Ingat Al, sekolah yang tinggi. Nanti al kalau sudah besar, pasti paham semuanya..
Iya kek. Jawab al