Kami orang timur selalu percaya pada satu filosofi yang mendasari setiap kehidupan yaitu " ngana punya, ngana punya. Orang punya, orang punya". Filosofi ini berarti " milikmu, kepunyaanmu dan milik orang lain, hak orang lain".
Filosofi ini begitu kuat kemanapun kaki melangkah, kemanapun tujuan membawa diri.
Seperti beberapa hari ini, setelah membolak-balik koran cetak. Saya menjumpai berita-berita headline yang tidak asing. Yakni tentang korupsi, OTT, serta kasus-kasus yang menyeret politisi-politisi, pejabat pemerintah dan pengusaha.
Berita ini, kembali membawa pemikiran pada beberapa tahun silam tentang pesan filsofi yang pernah disampaikan oleh seorang nenek pada saya. Di sela-sela obrolan ringan sembari menyeruput kopi tumbuk made in village.Â
Pertanyaan saya waktu itu adalah "apakah rahasiamu, sehingga dengan usia yang sudah berkepala 70, nenek masih bisa berjalan berkilo-kilo meter untuk berkebun, memikul beban hasil tani yang berat bahkan sampai satu gigipun tidak tanggal?
Jawabanya sekaligus menjadi pesan " kembalilah menerapkan filosofi , ngana punya, ngana punya dan orang punya orang punya". Dengan begitu, hidup akan menjadi tentram, tidak memiliki musuh dan hidup akan sehat.
Pesan bermakna filosofis ini mengajarkan bahwa jangan pernah mengambil, mengklaim,dan mencuri walaupun sebutir pasir yang bukan hak dan milikmu. Sebaliknya, hiduplah dengan apa yang menjadi milikmu, usahamu, dan yang menjadi rejeki halal bagimu.
Filosofi ini begitu kuat teringat ketika pada praktek kehidupan kini sudah menjadi tabuh. Dan bahkan terpantri dalam praktek-praktek korupsi saat ini.
Korupsi yang di praktekan pada semua lini, baik desa sampai birokrasi dan dari kelas teri sampai kelas kakap. Telah membuat Indonesia menjadi negara yang masuk dalam jajaran negara korup.
Budaya korupsi yang meluas telah menjadi citra maupun kebanggan. Kebanggaan karena hanya di negara ini,koruptor masih bisa bergaya dan berfoya-foya ketimbang memiliki rasa malu.
Bahkan, rakyat menderita sudah biasa. Penguasa teriak maling juga biasa. Yang tidak biasa adalah koruptor mengaku maling.