Perburuan di mulai setelah Saihu atau pawang mulai melihat dari kejauhan segerombolan ikan bermain-main di permukaan. Dengan sigap, para pemancing-pemancing berlari mengambil tempat sesuai dengan keahliannya. Pemancing yang duduk di anjungan depan hanyalah pemancing yang sudah ahli sedangkan pemancing yang mengapit dari sebelah kiri dan kanan adalah kelas menengah dan yang berada di ujung adalah pemula. Saya nanti berkesempatan duduk di kelas pemula.
Sang kapten menaikan kekuatan kapal, mengejar segerombolan ikan tadi. Sedangkan sang boy (pelempar umpan) dan asistennya mulai menyiapkan umpan hidup yang di beli di tambak tadi subuh. Mesin alkon, di nyalakan untuk memancing ikan - ikan mendekat sembari sang boy melempar umpan hidup. Dalam 5 menit ikan - ikan beterbangan menciptakan suara keras pada lantai kapal. Ya, ikan terkait. Selama hampir dua jam pertarungan masih berlangsung. Dalam sehari nelayan bisa melakukan kegiatan seperti itu sebanyak 4-5 kali apalagi jika target belum dicapai.
Sedangkan nelayan yang lain masih berkutat tanpa lelah. Lelah yang saya rasakan ternyata biasa bagi mereka. Karena menurut mereka" tidak ada kata lelah menggais rejeki". Perjalanan hari pertama itu di akhiri sore hari, ikan -ikan dimasukan ke palka. Hari ini 2 ton hasil nelayan. Pasaran hari pertama di lakukan di kampung bajo, dan hari kedua di lakukan di TPI panamboang.
Perjalanan memakan waktu 4 jam, karena wilayah mancing kami yang mendekati garis pantai Negara Filipina. Setelah makan bersama dengan kapten dan ABK, saya kali ini berkesempatan mengorek informasi yang masih membekas di  ingatan. Tentang sistem pembayaran dan penjualan oleh nelayan. Menurut mereka pembagian hasil yang dilakukan oleh pemilik dan ABK dibagi dalam beberapa persen seperti yang di singgung di awal. 40 % pemilik kapal dan 60 % Abk. Dalam 60 %, dibagi dalam beberapa persen: untuk kapten mendapat bagian 20 persen, untuk bendahara 15 persen, untuk masinis 15 persen dan pemancing 10 %. Sistem pembagian 60% ini setelah di buka dengan kebutuhan logistik dan kegiatan operasional selama sebulan dan dapat diterima saat itu juga dengan sistem kredit atau menunggu akhir bulan. Sehingga, kadangkala pemancing untuk bisa mendapatkan pundi-pundi Rupiah sekedar uang rokok. Terpaksa menjual tangkapan ikan  di luar jenis cakalang dan tuna yang di pancing saat kapal sedang berlabuh di tambak atau di pelabuhan.
Setelah penjualan malam pertama di bajo, kami masih melakukan satu kali trip lagi dan langsung di pasarkan ke TPI Panamboang, artinya kebersamaan serta kekeluargaan yang dibangun diatas Kapal INKA MINA ini harus di akhiri. Perjalanan yang berakhir ini di hargai dengan saling memberi kesan dan kesan serta memanjatkan doa. Tak lupa kami di beri sekatong ikan cakalang yang segar untuk dibawa pulang. Walaupun perjalan ini belum berakhir bagi kami berdua, namun bagi kapal INKA MINA dan nelayan -- nelayan tangguh yang masih jauh dari kata sejaterah telah memberikan kami kehidupan yang berbeda, harus di akhiri..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H