Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nafkah di Ujung Kail

3 Oktober 2017   22:34 Diperbarui: 4 Oktober 2017   00:21 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perburuan di mulai setelah Saihu atau pawang mulai melihat dari kejauhan segerombolan ikan bermain-main di permukaan. Dengan sigap, para pemancing-pemancing berlari mengambil tempat sesuai dengan keahliannya. Pemancing yang duduk di anjungan depan hanyalah pemancing yang sudah ahli sedangkan pemancing yang mengapit dari sebelah kiri dan kanan adalah kelas menengah dan yang berada di ujung adalah pemula. Saya nanti berkesempatan duduk di kelas pemula.

Sang kapten menaikan kekuatan kapal, mengejar segerombolan ikan tadi. Sedangkan sang boy (pelempar umpan) dan asistennya mulai menyiapkan umpan hidup yang di beli di tambak tadi subuh. Mesin alkon, di nyalakan untuk memancing ikan - ikan mendekat sembari sang boy melempar umpan hidup. Dalam 5 menit ikan - ikan beterbangan menciptakan suara keras pada lantai kapal. Ya, ikan terkait. Selama hampir dua jam pertarungan masih berlangsung. Dalam sehari nelayan bisa melakukan kegiatan seperti itu sebanyak 4-5 kali apalagi jika target belum dicapai.

Kegiatan memancing, Dok. Pribadi
Kegiatan memancing, Dok. Pribadi
Saya di beri tawaran untuk memancing. Kali ini trip yang ke dua, Kesempatan langka akhirnya tercapai. Duduk di bangku pemula, disamping saya ada pemancing cilik baru menginjak kelas 6 SD sambil tertawa mengejek. Butuh 7 menit untuk menghasilkan tarikan pertama. Luar biasa, ini yang sebenarnya di tunggu-tunggu. Selama hampir sejam, saya mulai lemas entah berapa banyak yang telah saya kait. Banyak ikan yang jatuh kembali kelaut. Karena menurut kepercayaan mereka ikan yang jatuh ke laut akan membubarkan kawanan ikan.

Sedangkan nelayan yang lain masih berkutat tanpa lelah. Lelah yang saya rasakan ternyata biasa bagi mereka. Karena menurut mereka" tidak ada kata lelah menggais rejeki". Perjalanan hari pertama itu di akhiri sore hari, ikan -ikan dimasukan ke palka. Hari ini 2 ton hasil nelayan. Pasaran hari pertama di lakukan di kampung bajo, dan hari kedua di lakukan di TPI panamboang.

Perjalanan memakan waktu 4 jam, karena wilayah mancing kami yang mendekati garis pantai Negara Filipina. Setelah makan bersama dengan kapten dan ABK, saya kali ini berkesempatan mengorek informasi yang masih membekas di  ingatan. Tentang sistem pembayaran dan penjualan oleh nelayan. Menurut mereka pembagian hasil yang dilakukan oleh pemilik dan ABK dibagi dalam beberapa persen seperti yang di singgung di awal. 40 % pemilik kapal dan 60 % Abk. Dalam 60 %, dibagi dalam beberapa persen: untuk kapten mendapat bagian 20 persen, untuk bendahara 15 persen, untuk masinis 15 persen dan pemancing 10 %. Sistem pembagian 60% ini setelah di buka dengan kebutuhan logistik dan kegiatan operasional selama sebulan dan dapat diterima saat itu juga dengan sistem kredit atau menunggu akhir bulan. Sehingga, kadangkala pemancing untuk bisa mendapatkan pundi-pundi Rupiah sekedar uang rokok. Terpaksa menjual tangkapan ikan  di luar jenis cakalang dan tuna yang di pancing saat kapal sedang berlabuh di tambak atau di pelabuhan.

prose pemasaran Ikan D kampung Bajo. Dok. Pribadi
prose pemasaran Ikan D kampung Bajo. Dok. Pribadi
Untuk pemasaran ikan sendiri, 1 ember besar di hargai 10 ribu dan 20 ribu untuk baskom. Hasil tangkapan sangat mempengaruhi pendapatan para nelayan. Jika tangkapan nelayan pada musim paceklik saat ini, nelayan dalam sehari bisa mendapatkan 2 atau 3 juta sekali trip. Bersih belum dilakukan pembagian. Nelayan juga memiliki idealis sendiri dalam menjual hasiltangkapannya, kebanyakan nelayan lokal di panamboang dalam memasarkan ikan hasil tangkapannya, lebih mengutamakan para dibo-dibo (tengkulak) yang biasanya mereka adalah pemilik rumah industri kecil seperti abon dan ikan asap ( ikan fufu) maupun penjual di pasar tradisonal. Mereka mengganggap jika menjual hasil tangkapan ke perusahaan, harga yang dibeli jauh dibawah standar dan  terjadi kelangkaan untuk konsumen dan produsen kecil

Setelah penjualan malam pertama di bajo, kami masih melakukan satu kali trip lagi dan langsung di pasarkan ke TPI Panamboang, artinya kebersamaan serta kekeluargaan yang dibangun diatas Kapal INKA MINA ini harus di akhiri. Perjalanan yang berakhir ini di hargai dengan saling memberi kesan dan kesan serta memanjatkan doa. Tak lupa kami di beri sekatong ikan cakalang yang segar untuk dibawa pulang. Walaupun perjalan ini belum berakhir bagi kami berdua, namun bagi kapal INKA MINA dan nelayan -- nelayan tangguh yang masih jauh dari kata sejaterah telah memberikan kami kehidupan yang berbeda, harus di akhiri..

pemasaran Trip Kedua di TPI Panamboang.Dok, Pribadi
pemasaran Trip Kedua di TPI Panamboang.Dok, Pribadi
Dengan kegiatan Trip kedua ini, maka berakhir sudah kebersamaan kami dan terbungkus dalam kenangan beserta cerita-cerita nelayan tangguh yang menggantukan rejekinya di ujung kail. Mungkin di kapal selanjutnya " Santiago" kami akan memiliki cerita kesejateraan yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun