Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nafkah di Ujung Kail

3 Oktober 2017   22:34 Diperbarui: 4 Oktober 2017   00:21 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapal Inka Mina 282 : Dok Pribadi
Kapal Inka Mina 282 : Dok Pribadi
Setelah kaki mendarat di dek kapal. Kami, dipandu bendahara kapal setelah selesai mengisi BBM, logistik kapal, dan pengangkutan balok es. Di Kami, di ajak berkenalan dengan ABK kapal, keseluruhan berjumlah 15 orang. Menurut bendahara kapal, idealnya ABK kapal nelayan hand and line berjumlah dari 15 sampai 25 orang. Tugas ABK juga ternyata berbeda-beda. Kapten kapal bertugas sebagai pemimpin sekaligus nahkoda. 1 juru mudi, satu juru mesin dan satu juru masak. Selebihnya adalah pemancing. Diantara para pemancing ada anak SMA dan anak SD kelas 6 yang mengisi waktu libur dengan mencari pundi-pundi rupiah sekedar uang jajan.

Kami berkesempatan menempati kamar first class, sekamar dengan sang kapten serta bendahara. Setelah menaruh tas dan ngobrol sebentar dengan kapten, kami mulai melakukan apa yang menjadi tujuan. Sambil sibuk mengukur dan melakukan pemetaan kapal, terdengar instruksi kapten kapal untuk berlayar. Mesin kapal mulai dihidupkan, tali bandara mulai dilepas. Dengan kekuatan 20 knot,kapal mulai memecah ombak. Sore itu, nampak jelas sunset yang berlahan mengganti jam kerja, diapit oleh dua tanjung. Nelayan Bacan Menamakan tanjung Gorango (hiu). Tidak puas rasanya menikmati pemandangan seperti ini, sekejap sayup-sayup angin menghantam anjungan kapal diiringi dengan nyala lampu kapal . Lantunan keras lagu " Ebit G. Ade , Berita Kepada Kawan ", berdeging kencang di telinga dan merdu meninggatkan tentang arti kehidupan. Di temani secangkir kopi buatan khusus kapten kapal, katanya " sebagai penyambutan". Sungguh sesuatu yang tidak pernah saya temukan dalam hiruk pikuk di perkotaan. Sambil menghisap erat-erat sebatang rokok filter, kami memandangi pecahan ombak sesekali melihat pemandangan yang ada di sekitar.

sunset yang memanjakan mata : Dok. Pribadi
sunset yang memanjakan mata : Dok. Pribadi
Kapten kapal memulai obrolan dengan sebuah himbauan, bahwa malam ini kami akan bermalam di kampung Bajo. Suku bajo terkenal dengan tradisi melaut handal dan menghabiskan hidupnya diatas laut. Masyarakat suku bajo terkenal dengan berpindah-pindah tempat ini sudah mulai menetap karena telah menikah dengan penduduk pulau bacan. Kampung ini juga terkenal dengan " perempuan-perempuan cantik berambut panjang". Sesuatu yang semakin membuat penasaran.

Selang beberapa jam, terlihat dari kejauhan perumahan-perumahan yang berjejer diatas laut dan diapit oleh dua tanjung, sehingga membentuk huruf U, jika di perhatikan dengan seksama. Kapten kapal mengatakan pada kami berdua "silahkan mengeksplor kampung ini. Karena besok dinihari kita mengambil Umpan Ikan Teri ditambak-tambak milik nelayan setempat"

kampung Bajo : Dok, Pribadi
kampung Bajo : Dok, Pribadi
5 jam lamanya kami mengeksplor kampung ini, setelah itu memutuskan kembali ke kapal dan rehat. Karena perjalanan yang tiba-tiba tanpa persiapan membuat istirahat malam itu menjadi malam panjang. Sebelum sang bendahara memahami permasalahan kami. Tepat pukul 02:00 dini hari. Kami dibangunkan untuk bergerak ke tambak untuk mengambil ikan teri. Sepanjang perjalanan saya menyempatkan ngobrol dengan para ABK. Salah satu ABK yang juga masinis kapal. Anton namanya, berujar terlebih dahulu " saya sudah 6 tahun menjadi nelayan dan menangani mesin kapal. Saya bukan orang baru dalam bisnis in. Saya sudah gonta ganti kapal sebanyak 4 kali. Pria berambut gondorng ini memiliki tempat khusus yang tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang. Yakni ruang masinis, baginya tempat ini sebagai penjaga harapan keluarga.

Berujar kemudian sang koki kapal, masih mudah. Setelah di telusuri, dia merupakan korban putus sekolah karena sistem pendidikan yang mahal. Berasal dari salah satu daerah di Kabupaten Halmahera Barat, dan baru menjadi Koki selama setahun. Keinginannya untuk sekolah masih menjadi cita-cita tertinggi, selain dari menerima fakta bahwa menjadi nelayan belum mampu mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

Tak lama, terdengar dari anjungan kapal kami telah sampai di tambak ikan milik peternak ikan dari Pulau Bacan dan pulau sekitar. 2 jam perjalanan tak terasa karena mendengar cerita-cerita kehidupan oleh nelayan-nelayan ini. Sang kapten kapal juga merupakan seorang pemain sepakbola provesional yang sempat mencicipi Liga Profesiol Di Indonesia dan bergabung dengan salah satu Tim keseblasan di Manado. Pada zamannya, sang kapten robert adalah gelandang yang produktif dalam menciptakan gol. Namun setelah mengalami cedera, sang kapten memutuskan untuk mengikuti pelatihan dan sekolah pelayaran sehingga memegang lisensi seorang kapten.

Masih bermain dengan angan-angan kehidupan para nelayan ini, terdengar suara gaduh dari anjungan kapal. Ternayata, kapal telah merapatkan badannya ke tambak dan mulai melakukan transaksi pembelian umpan hidup ikan teri. Teman saya juga mulai sibuk dengan data-data penelitiannya. Berbekal kouesioner yang dipegang dimulai menghitung setiap ember yang dimasukan ke palka umpan. Satu ember besar  umpan ikan teri di beli dengan harga Rp. 50.000. Subuh itu, total umpan yang dibeli adalah 100 ember.

pembelian umpan ikan teri hidup di Tambak : dok , Pribadi
pembelian umpan ikan teri hidup di Tambak : dok , Pribadi
Proses pembelian umpan hidup memakan waktu 3 jam, karena pemilik tambak harus menarik dulu jaringnya. Tepat pukul 05:00. Kapal-kapal mulai berdatangan, baik kapal lokal maupun kapal-kapal yang berasal dari daerah Bitung. Biasanya kapal-kapal bitung lebih besar dan bisa menampung 100 ton ikan dalam seminggu. Karena melayani perusahaan. sedangkan kapal-kapal lokal seperti yang kami tumpangi saat ini hanya mampu menampung 10 ton pada palkanya. Terkadang menurut penuturan Kapten, sering terjadi perselisihan dalam membeli umpan karena kapal-kapal besar ini dalam membeli umpan ikan teri tidak hanya satu tambak. Tetapi, lebih dari tiga tambak.maka nelayan-nelayan lokal yang biasanya datang agak telat akan kembali berlabuh di pelabuhan.

Di dalam perjalanan, mata di suguhkan dengan pemandangan bekas-bekas rumah yang terbengkalai, sebuah peristiwa berdarah tahun 1999-2000. Pertikan SARA yang terjadi saat itu selain menelan korban jiwa di kedua bela pihak, juga ditinggalkannya harta benda yang saat ini tidak lagu di huni.

Perkampungan tidak berpenghuni : dok, Pribadi
Perkampungan tidak berpenghuni : dok, Pribadi
Kapal kali ini berkecepatan 100 Knot / per jam. Bergegas menuju Rumpon-Rumpon atau rumah yang di buat khusus untuk tempat berkumpulnya ikan. Dari hasil obrolan, kebanyak rumpun ini juga milik TNI AL sehingga nelayan-nelayan tidak bisa memindahkan apalagi berlaku nakal terhadap rumpon. Rumpun-rumpun milik kelompok tani biasanya di nakali oleh oknum-oknum tertentu sehingga sering terjadi pertikaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun