KKP khawatir ikan habis dan khawatir persoalan perikanan dibawa ke ranah politik. Haiyaa...
Saat ini dikalangan para nelayan sedang ramai membicarakan PERMEN KP tentang larangan alat tangkap cantrang yang  kemungkinan akan dibawa ke Senayan agar DPR menolak PERMEN Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Trawl dan Sein Nets termasuk cantrang.
"Kalau (laut) digaruk terus (menggunakan cantrang) ya habis. Kenapa kapal asing tidak boleh beroperasi? Ya karena jaringnya saja ratusan kilometer. Jaring cantrang kapal di Pantura Pulau Jawa 6 kilometer saja sweeping-nya 280 hektare," ujar Susi bulan April yll di Bali.
Secara siklus ekosistim laut, ikan yang tidak dapat kita manfaatkan akan dimakan oleh predator lainnya di laut. Yang perlu adalah pembatasan jumlah kapal tangkap ikan dan modifikasi alat tangkap.
Pernyataan menteri diatas seakan akan selama ini pemerintah mengizinkan kapal ikan asing beroperasi.Perlu dikoreksi bahwa sebelum dia jadi menteripun kapal- kapal penangkap ikan asing dilarang beroperasi di perairan Indonesia termasuk di ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia). Pernyataan semacam ini dapat menyesatkan masyarakat.
Kapal2 asing tanpa izin alias bodong sering memasuki perairan kita atau ke ZEEI untuk mencuri ikan. Keamanan laut kita dalam hal ini PSDKP, POLAIR, Angkatan laut sering menangkap kapal2 semacam itu. Kapal2 mereka ditangkap, diadili lalu ada yang didenda , disita dan ada yang ditenggelamkan. Itu sejak dulu, bukan sejak Susi jadi menteri.
Sayangnya selama ini kapal2 berbendera Indonesia yang menggunakan kapal bekas yang dibeli dari Luar Negeri dicurigai milik asing sehingga pengoperasiannya hingga kini dilarang. Pemeriksaan kapal2 tangkap yang diperiksa oleh SATGAS melalui ANEV (Analisa dan Evaluasi) bisa dikatakan sia-sia. Kenapa begitu? Untuk apa diperiksa kalau akhirnya semua kapal dilarang beroperasi.
Dari hasil ANEV tadi kapal2 yang masuk daftar Black List maupun White List sama2 dilarang beroperasi kembali. Kapal2 itu kena larangan tidak boleh beroperasi karena buatan ex luar negeri. Aneh memang. Yang kena daftar hitam tidak dapat dibuktikan kesalahannya dan dibiarkan kasus mengambang. Sedangkan yang terkena daftar putih statusnya hingga kini tanpa solusi dari KKP.Padahal mereka memesan dan membeli kapal2 tsb adalah resmi dan memiliki rekomendasi dari Instansi Pemerintah terkait yaitu Dephub dan DKP (waktu itu menggunakan kata departemen). Kenapa kapal penangkap ikan tidak buatan dalam negeri? Karena kita belum mampu membuat kapal berukuran besar sesuai dengan kriteria yang diinginkan. KKP memesan kapal2 kecil untuk para nelayan saja hasilnya amburadul sampai BPK memberikan Disclaimer
KKP sering menyalahkan para nelayan dan para pelaku usaha perikanan. Harusnya dikaji terlebih dahulu kemudian terbitkan kebijakan melalui PERMEN KP.
Penggunaan alat tangkap cantrang dan pukat ikan harusnya tidak usah dilarang, karena pemerintah yll telah memberikan izinnya tetapi kedepannya tidak usah diterbitkan lagi izin seperti itu. Untuk kedepannya juga bisa disyaratkan untuk mengubah ukuran mata jaring sebagai contoh dari 5 cm menjadi 10 cm sehingga ikan2 kecil tidak ikut tertangkap, tali penariknya diperpendek sehingga alat tangkapnya tidak sampai dasar laut, dilarang menggunakan pemberat dll. Bukan meniadakan yang sudah ada.
Sebagai ilustrasi saja, bahwa yang namanya alat berat untuk pembangunan sebuah proyek jalan raya dibutuhkan kendaraan pengeruk, pendorong, perata jalan. Semua memiliki fungsi dan karakteristik masing2 dan tidak mungkin dipertukarkan fungsinya.
Sama halnya dengan alat tangkap ikan. Ikan tuna ditangkap dengan long line, karena berada di laut dalam. Sedangkan ikan kuek, kembung yg sejenis, efektif ditangkap dengan menggunakan pukat ikan yang jaringnya ditarik karena berada dilaut yg sedang. Nah, KKP menyuruh cantrang diganti dengan gillnet, alat tangkap statis dimana diharapkan ikan2 nyasar akan nyangkut di netnya. Fungsi alat tangkap yang dipertukarkan. Sama halnya ilustrasi alat berat diatas, Sangat tidak lazim alat tangkap dipertukarkan fungsinya.Ini sama dengan gagal faham.
Permen no 2 /2015 akan dibahas di DPR. Menteri Susi tidak setuju bila hal ini dibawa ke ranah politik. Bisa dipahami bila jadi dibahas di DPR karena sebelum menerbitkan kebijakan menteri KKP yll, hal ini tidak pernah dibahas dengan para stakeholder. Ibarat menebar angin menuai badai.
Harusnya menteri Susi sadar dan tahu bahwa dia sedang menjalankan perintah Undang-undang, dimana Undang-undang itu adalah hasil pembahasan bersama antara dia dan DPR RI. Semua menteri wajib mengelola uang rakyat yang besarnya trilyunan bahkan belasan trilyun yang prosesnya dibahas disahkan dan diawasi oleh lembaga DPR RI yang isinya adalah Partai Politik representasi rakyat Indonesia. Wealaaaa...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H