Fenomena pindah agama sudah sangat sering kita dengar di lingkungan masyarakat. Banyak faktor yang membuat orang berpindah agama, saat masih kecil kita tidak bisa memilih agama apa yang akan kita anut, hanya bisa menerima agama yang dianut oleh orang tua. Namun, saat beranjak dewasa kita bisa menentukan agama apa yang akan kita jalani.
Seperti kisah teman satu gereja saya yang akhirnya memilih untuk tidak lagi meyakini Kristen sebagai agama yang dianut. Sejak kecil dia memang sudah dihadapkan dengan pilihan di keluarganya, karena kedua orang tuanya memiliki keyakinan yang berbeda.Â
Saya tidak tahu bagaimana saat dia kecil memilih Agama Kristen sebagai agama piihannya, entah karena kesepakatan kedua orang tuanya atau memang dia yang memilih. Tapi yang saya tahu sejak kecil dia aktif mengikuti kegiatan gereja bersama Ibu dan adiknya. Dia memiliki kakak laki-laki yang berbeda agama, kakaknya memilih Islam sebagai agama yang dianut bersama dengan Ayahnya.
Keluarganya sangat ramah dan menjunjung tinggi toleransi beragama.
 Setelah dewasa, saya dan beberapa teman gereja termasuk dia melaksanakan baptis dewasa (Sidi), yaitu peneguhan iman dimana sesorang yang sudah Sidi dianggap dewasa secara iman menurut tradisi Gereja Kristen.
Singkat cerita teman saya kenalan dan berpacaran dengan laki-laki yang berbeda agama dengan dia. Setelah beberapa tahun pacaran mereka akhirnya memutuskan untuk menikah, namun yang membuat saya dan mungkin beberapa teman saya kaget saat itu adalah keputusannya untuk pindah agama. Dia memilih untuk menganut agama Islam, agama calon suaminya. Sebagai teman satu pelayanan di gereja, saya bertanya kepada dia, "apakah kamu yakin dengan keputusanmu ?", dia menjawab "iya, saya yakin".
Akhirnya mereka menikah dan memiliki dua orang anak.
Di Indonesia hak untuk memilih agama tertentu telah diatur dalam UUD 45 Pasal 28E. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.Â
Dan ayat (2) setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pada ayat (2) dikatakan "sesuai dengan hati nuraninya", artinya setiap orang yang beragama harus mendapatkan ketenangan batin/jiwa untuk menjalani agama tersebut. Tapi mengapa tidak sedikit juga orang yang berpindah agama ?
Ada banyak faktor, mengapa orang memutuskan untuk pindah agama, mungkin karena pasangan, karir, lingkungan, atau bahkan tidak merasa tenang dengan agama yang lama. Pindah agama juga sering dikatakan "murtad" dari agama lamanya "tobat" di agama yang baru. Pindah agama juga harus mempunyai "keberanian" yang besar.
Lalu bagaimakah sikap kita terhadap orang yang pindah agama?
Agama atau keyakinan seseorang adalah hal yang sangat sensitif, ketika mereka memilih keyakinannya sendiri dengan sadar dan tanpa paksaan (pindah agama), kita sebagai Warga Negara yang mematuhi Undang-undang tidak berhak mencampuri, atau memaksa seseorang untuk kembali ke agama atau keyakinannya yang lama.Â
Kita sebagai orang yang beragama dan mempercayai keyakinan kita, seharusnya bisa menerima keputusan seseoarang dan meyakinkan bahwa apa yang telah diputuskan adalah benar menurut dia. Supaya kita sebagai sesama Warga Negara Indonesia dapat terus hidup berdampigan, walaupun berbeda keyakinan.
Masyarakat perlu melebarkan rasa toleransi menerima orang yang berpindah agama.
Masih sangat banyak masyarakat kita yang menganggap bahwa berpindah agama itu adalah hal yang tabu, karena mereka menganggap bahwa keyakinan yang mereka percayai adalah yang paling benar.Â
Padahal semua agama mengajarkan kebaikan, namun yang paling penting dalam beragama selain ketenangan batin dan kenyamanan dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta adalah toleransi dalam menerima keberadaan orang yang berbeda agama dengan kita. Seperti Tuhan menciptakan oksigen yang selama ini kita hirup untuk bernafas, Dia tidak memeberikan oksigen untuk orang dengan agama tertentu, namun untuk semua makhluk hidup di bumi.
Memeluk agama tertentu adalah hak setiap individu dan Negara telah mengatur dalam Undang-undang, oleh karena itu masyarakat harus bisa menerima perbedaan keyakinan seseorang. Bahkan kita bisa belajar dari perbedaan tersebut untuk saling menjaga satu sama lain, agar Sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia dapat terus kita jaga bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H