Mohon tunggu...
Ofis Ricardo SH MH
Ofis Ricardo SH MH Mohon Tunggu... Pengacara - Akademisi, Pushardem, Advokat PKPU dan Kepailitan, Kurator - Pengurus

Managing Partner Ofis Ricardo and Partners; Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Tata Negara dan Demokrasi (Pushardem)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik Koalisi, Strategi Merebut Kekuasaan

11 Agustus 2018   08:45 Diperbarui: 11 Agustus 2018   09:48 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sinilah kecermatan partai diuji. Partai harus cermat melihat politik koalisi yang ingin dimainkannya karena salah memilih koalisi akan berdampak pada kekalahan. 

Bahkan dengan Pileg dan Pilpres yang secara serentak akan dihelat akan berdampak pada rendahnya keterpilihan atas partainya bahkan tidak mustahil partai tersebut gagal memiliki wakil di parlemen karena tidak memenuhi Parliamentary Threshold.

Absolutisme Koalisi

Walaupun memang, tidak berlaku absolut bahwa partai yang kalah akan tetap berada di luar pemerintahan, seperti yang terjadi pada Partai Golkar yang tetap masuk pada pemerintahan SBY Jilid I dan II. 

Seperti kita ketahui Golkar kalah dalam pilpres 2004 dan 2009 namun Golkar tetap masuk dalam pemerintahan SBY seterunya saat Pilpres. Ataupun di 2014 dimana Partai Golkar, PPP, PAN yang berseberangan dengan Jokowi -- JK dalam Pilpres ternyata tetap masuk dalam pemerintahan.

Tidak konsistennya partai dalam menerapkan politik koalisinya ini akan membuat iklim demokrasi yang tidak sehat. Partai hanya mengedepankan politik pragmatisme-transaksional belaka. Saat pemilihan presiden maka terjadi seleksi secara alamiah dengan adanya kubu pendukung pasangan calon.

Artinya seleksi secara alamiah dalam bentuk koalisi masing-masing calon merupakan polarisasi dari ide, gagasan serta visi dan misi. Namun apabila ternyata kalah dalam pertarungan pilpres dan ternyata pada akhirnya masuk menjadi partai pendukung pemerintah, maka ini menunjukkan ketidakjujuran dalam melakukan koalisi saat pilpres yang lalu. 

Kalaupun ternyata harus bergabung dengan pemerintahan yang telah menjadi "lawan" nya saat pilpres mengapa harus berseteru dalam pilpres itu. Karena ada saja partai yang kalah dalam pilpres masuk ke dalam pemerintahan dengan alasan adanya kesamaan visi dan misi dengan pemerintah dalam membangun bangsa dan negara.

Fenomena ini menggambarkan partai belum sepenuhnya dewasa dalam menerima kekalahan dan menganggap harus memiliki kekuasaan di pemerintahan satu-satunya cara untuk mempertahankan eksistensi.

Atas hal ini, konsistensi PDIP selama sepuluh tahun dalam menjadi partai oposisi dapat menjadi pelajaran berharga. Keluarnya PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014 tidak lepas karena konsistensi PDIP yang tetap di luar pemerintahan ketika Partai Demokrat berkuasa. Hingga pada akhirnya dapat mendudukkan Jokowi menjadi Presiden.

Maraknya kasus korupsi yang melanda kader Partai Demokrat hingga kebijakan SBY yang tidak pro rakyat berhasil dimainkan secara apik oleh PDIP untuk menarik simpati publik. PDIP ketika itu sukses membangun image bahwa PDIP adalah antitesa Partai Demokrat yang ketika itu berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun