1. Terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
2. Terbatas sepanjang umur manusia di dunia dan apabil orang tersebut meninggal, harta miliknya harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan islam.
3. Pemilikan perorangan tidak diperbolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.
Economic freedom artinya dalam ekonomi islam, setiap manusia bebas melakukan aktivitas ekonomi apa saja, selama aktivitas ekonomi yang dilakukan tidak dilarang dalam kerangka yang islami. Hal ini berbeda dengan ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan beraktivitas sehingga terjadi kebebasan yang terlalu berlebihan, bahkan menyebabkan tertindasnya pihak lain. Dalam ekonomi kapitalis berlaku hukum rimba bahwa yang terkuatlah yang dapat menguasai, termasuk sumber daya modal dan alam. Hal ini berakibat teraniayanya hak orang lain yang diakibatkan kebebasan tanpa batasan. Tidak juga seperti ekonomi sosialis yang terlalu membatasi kebebasan beraktivitas seseorang sehingga cenderung menghilangkan kreativitas dan produktivitas umat. Pembatasan yang terlalu berlebihan terhadap ekonomi menyebabkan stagnansi dalam produktivitas.
Social justice (social welfare) artinya dalam islam, konsep ini bukanlah charitable-bukan karena kebaikan hati kita. Walaupun harta yang kita dapat berasal dari usaha sendiri secara halal, tetap saja terdapat hak orang lain di dalamnya. Hal ini disebabkan kita tidak mungkin mendapatkan semuanya tanpa bantuan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, islam mewajibakan zakat dan voluntary sector (infak, sedekah, wakaf dan hibah) agar terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan. Pemerataan disini bukan berarti sama rata, sama rasa, melainkan sesuai dengan bagiannya. Instrumen zakat adalah salah satu instrumen pemerataan yang pertama dibandingkan dengan sistem jaminan sosial di Barat. Selain itu, kerja sama (cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi islam versus kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktaktoran ekonomi marxisme. Kerja sama ekonomi harus dilaksanakan dalam semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi barang ataupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama dalam ekonomi islam adalah Qirad. Qirad adalah kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha.
Rancang bangun ekonomi islam yang terakhir yaitu akhlaq yang menjadi perilaku ilsami dalam perekonomian. Dalam kaitannya dengan ekonomi, akhlak tersebut bisa diartikan sebagai etika yang harus ada dalam setiap aktivitas ekonomi. Teori dan prinsip ekonomi yang kuat belum cukup untuk membangun kerangka ekonomi yang kuat, tetapi harus dilengkapi dengan akhlak. Dengan akhlak ini tidak ada orang yang merasa dirugikan dan tetap sesuai dengan syariah, misalnya tidak melakukan gharar, maysir, dan riba. Sebab teori yang unggul dan sistem ekonomi yang sesuai dengan syariah sama sekali bukan jaminan secara otomatis akan memajukan perekonomian umat. Sistem ekonomi islam hanya akan memastikan tidak adanya transaksi yang bertentangan dengan syariat. Dengan melihat pengertian tersebut dapat ditarik beberapa pengertian. Pertama, ekonomi islam sebagai ilmu merupakan landasan dari rancang bangun ini. Kedua, ekonomi islam sebagai suatu sistem merupakan tiang dari rancang bangun. Ketiga, ekonomi islam sebagai perekonomian merupakan atapnya.
Pondasi awal dalam rancang bangun ekonomi islam adalah tauhid, adl, nubuwwah, khilafah dan maad dan merupakan karakteristik dari ekonomi islam. Namun kelima pondasi awal ini jika hanya dijadikan teori saja tanpa adanya implementasi menjadi satu sistem maka hanya menjadi sebuah kajian teori saja tanpa memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sehingga dari kelima pondasi awal ini berdirilah tiang penyangga yang berisi multyple ownership, freedom to act dan social justice, selanjutnya konsep akhlak dijadikan atap yang menempati posisi puncak dalam rancang bangun ekonomi islam.
Ekonomi mengalami pertumbuhan dalam ekonomi islam, tidak hanya berhubungan dengan peningkatan terhadap barang dan jasa namun juga terkait dengan aspek moralitas dan kualitas akhlak serta keseimbangan antara tujuan duniawi dan ukhrawi. Kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang ideal akan mampu terwujud dengan optimal dan memiliki dampak terhadap pemerataan ekonomi jika menggunakan prinsip ekonomi islam yang menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat bisa terpenuhi. Rancang bangun ekonomi islam dapat dikatakan berhasil dalam penerapannya apabila akhlak atau moral islam dalam ekonomi dan bisnis itu tergambarkan dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H