Mohon tunggu...
N.syofiy
N.syofiy Mohon Tunggu... Freelancer - ofi

a happy person.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kamu Avoidant Attachment?

18 Juli 2024   18:23 Diperbarui: 18 Juli 2024   18:30 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zahwa Islami dalam bukunya Cetak Biru Cinta menjelaskan bahwa kelekatan individu mempengaruhi bagaimana seseorang mendefinisikan kedekatan dan kebersamaan, bagaimana seseorang mampu menyelesaikan sebuah konflik dalam relasi, bagaimana seseorang memandang terhadap hubungan seks, bagaimana seseorang mengomunikasikan keinginan dan kebutuhan hingga ekspektasi seseorang terhadap relasi dan pasangan yang dimiliki.

Orang tua yang berhasil memberikan ruang aman untuk anaknya bertumbuh, responsif, perhatian, serta mendorong anaknya untuk mandiri menentukan keputusan akan menumbuhkan individu dengan kelekatan yang secure. Kondisi tersebut tentunya berbeda dengan kelekatan insecure, sehingga berbeda pula hasil perilaku yang diberikan kepada anaknya. 

Orang tua yang berjarak, bersikap abai, tidak responsif terhadap kebutuhan anak, akan menumbuhkan individu dengan kelekatan avoidant. Sedangkan orang tua yang tidak konsisten hadir berperan sebagai pengasuh dan responsif terhadap kebutuhan anak, akan menumbuhkan anak dengan kelekatan anxious.

Avoidant attachment style merupakan pola perilaku penghindaran yang dilakukan seseorang dalam relasinya dengan lingkungannya. Setiap orang memiliki gaya keterikatan atau pola perilaku yang berbeda-beda yang ditunjukkan saat berhubungan dengan orang lain. Salah satu jenis keterikatan atau kelekatan adalah avoidant attachment atau penghindaran.

Avoidant attachment adalah sikap atau pola perilaku dimana anak atau seseorang memiliki pandangan negatif terhadap orang lain. Dalam menjalani peran sosialnya, seseorang berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain dan cenderung memilih untuk melakukan segala sesuatu sendiri daripada bekerja sama dengan orang lain.

Seorang proffesor psikologi dari universitas colombia menyatakan bahwa seseorang dengan gaya avoidant attachment merasa khawatir akan disakiti atau dikecewakan orang lain. Sehingga, seseorang dengan avoidant attachment akan berusaha untuk tidak terhubung dengan orang lain. 

Zahwa Islami menambahkan seringkali orang dengan avoidant attachment menyalahartikan kemandirian dengan ketidakbutuhannya terhadap kedekatan relasi romantis yang muncul dalam beberapa ungkapan

"punya pasangan membuatku tidak bebas melakukan banyak hal" ketika sebenarnya kamu hanya rindu dengan seseorang yang menjaga dan menemani

Ketika sedang single kamu bertanya-tanya "kapan ya aku punya pasangan?" namun yang terjadi, ketika ada yang mendekati dan terlihat serius, seakan membuatmu gagap dan berburu-buru pergi serta menghindar.

Dan banyak ungkapan lain yang menggambarkan. Orang dewasa dengan avoidant attachment mungkin pernah punya pengalaman masa kanak-kanak dimana kamu membutuhkan kenyamanan atau bantuan pengasuh atau orang tua tapi tidak berhasil menerimanya. Seiring berjalannya waktu, aluri alami mencari bantuan dan kenyamanan dari orang lain pun tidak dapat dirasakan oleh seseorang dengan avoidant attachment. 

Mereka akan merasa terlalu menyakitkan jika harus mengandalkan orang lain padahal orang lain sama sekali tidak menganggapinya. Selain itu, seseorang dengan avoidant attachment umumnya meremehkan hubungan karena tidak dapat melihat esensi dalam kedekatan tersebut. Yang paling mudah untuk dijadikan tanda adalah ketika strees, seseorang dengan avoidant attachment akan menghindar karena mereka percaya itu hanya akan memperburuk keadaan.

Selain tidak percaya dan meremehkan hubungan dengan orang lain, mereka juga cenderung meremehkan diri sendiri dengan mengabaikan perasaan terutama saat sedang tertekan. Seringnya mereka mengalihkan perhatian dengan bekerja, menonton, makan, belanja atau hal-hal yang disukai yang dapat menjadi distraksi atas perasaannya.

Kabar baiknya, seseorang dengan avoidant attachment beresiko lebih rendah mengalami toxic relationship, karena mereka lebih mudah memutuskan mengakhiri sebuah relasi. Kabar buruknya, orang dengan avoidant attachment ketika berkonflik dengan pasangan akan memilih untuk menghindari resolusi bersama.

Berdasarkan studi Schumann & Orehek, seseorang dengan avoidant attachment yang tinggi cenderung lebih sulit mengungkapkan permintaan maaf. Mereka berfikir bahwa permintaan maaf merupakan salah satu bentuk 'melukai' harga diri yang selama ini dibangun. Padahal relasi yang baik adalah tentang menyadari sikap dan kesalahan diri yang berpotensi menyakiti orang lain.

Seperti itu juga caramu memandang hubungan romantis, dengan kebingungan dan ketakutan akan kebergantungan dan jatuh cinta terlalu dalam. Bukan hal mudah menjadi orang dengan avoidant attahcment. Ini adalah bagian diri yang perlu kamu terima ketika kamu mencoba untuk menghindari luka akan perpisahan.

*disclaimer ini bukan promosi atau affiliate. tapi bisa jadi buku yang direkomendasikan untuk dibaca

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun