Mohon tunggu...
Gin Ginanjar
Gin Ginanjar Mohon Tunggu... -

aksaraku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cempaka: Kita

20 Juli 2010   20:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

,

''Kau, kusebut Cempaka. Sebab pesona yang tak semerbak. Lembut aroma memikat, wangi semilir kuat.

Aku bosan mendengarnya. Itu rayu. Dan tetap saja tanpa cumbu. Aku bosan dengan itu. Aku...

Aku pun. Bosan bercerita. Tapi kau tak faham juga. Apa aku tega melayukanmu dengan cumbu! Aku tak mau untuk itu.

Aku tidak meminta banyak, bukan? Hanya itu. Dekap aku. Peluk. Cumbui saja seperti gula dan kopi bercumbu dalam cangkir dan air yang mendidih.

Bahkan aku ingin  kita seperti gula dengan manis dan kopi dengan pahit. Bahkan ingin kita seperti siang dengan benderang dan malam dengan gelap. Tapi ada masanya, bukan sekarang.

Ah, kamu, sok.... Sentuh ragaku. Ingin aku melihat perasaan yang kau katakan. Tidak meminta banyak, kan?

Aku hanya...

Cukup. Aku bosan. Bosan dengan semuanya darimu. Hanya itu yang kumau. Tapi, kau,...hanya kata. Kau raih hatiku dengan kata. Kau dekap rasaku dengan kata. Ah, kau, rayumu tanpa cumbu. Kalau kau memang, ayolah, sekarang!

Lucu. Aku kecewa. Sekarang aku sangat kecewa. Mendengarmu dan menatapmu, menyimakmu, menyikapimu, ah.... Sudahi saja.''

3 januari 2002

,,

Yang kuhormati, kau.

Aku inginkan,

selalu kau dalam dekapan,

nafas ini untuk sebuah petualangan.

Aku inginkan,

meraih impian-impian,

bersamamu dalam perjalanan.

Kau, apdahal aku inginkan,

kau, mengecewakan.

20 mei 2010

,,,

Kau, yang pernah kucintai. Aku masih ingat waktu mengajarimu tentang puisi. Waktu itu belum apa-apa. Tak susah membuatmu bisa. Hingga puisi cintamu membuat aku terpikat. Aku sembunyikan kata cintaku, diantara kasih dan sayang. Agar aku bersamamu. Sudahlah, aku untukmu. Aku tak lupa itu. Apa kau masih tak mampu mengatakannya? Atau kau sudah berubah, menyulap rayu menjadi cumbu?

Setelah delapan tahun lebih tak kudapati kabarmu, aku senang mendapat pesanmu. Jujur, aku rindu. Banyak yang ingin kudongengkan. Semoga masih senang kau mendengarkan. Tapi, puisimu itu, ah... kenapa? Padahal aku inginkan... Kau tega benar, he!

20 juli 2010

(Imel ini tentang kita. Ku susun lagi catatan yang dulu kubuat. Mengenangmu untuk selalu. Rupanya kau tak lupa bahwa aku sempat ada. Kau, terimalah kasihku untuk segalanya darimu.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun