Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinamika Teater di Bogor Tahun 1950-1980-an, Sekadar Catatan (I)

25 Januari 2019   00:03 Diperbarui: 25 Januari 2019   00:22 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teater Penggemar Bogor dalam pementasannya yang ke 38: NY. MARLENA Tahun 1958

Jika saja Boen S. Oemarjati dalam bukunya "Bentuk Lakon Dalam Sastra Indonesia" terbitan PT Gunung Agung di tahun 1971 tidak memasukkan tentang Teater di Bogor, barangkali kota ini tidak akan tercatat sebagai kota yang bergeliat di dalam pengembangan teater modern Indonesia di periode awal, yakni tahun 1940-1950-an. 

Kendati M Ryana Veta dalam tulisannya di Harian Suara Karya, 19 Desember 1971, melontarkan kritik terhadap buku Boen tersebut yang dinilai hanya mengandalkan arsip dan brosur-brosur.

"Menurut hemat saya (kelemahan),adalah disebabkan Boen terlalu percaya sepenuhnya pada arsip-arsip teater yang berupa tulisan-tulisan atau brosur-brosur. Sehingga kegesitan yang dihasilkan Boen di dalam mengumpulkan arsip-arsip teater yang berserakan di berbagai kota di Indonesia ini menjadi kurang nilainya jika diukur dengan cita-cita berikut nasib teater itu sendiri," demikian dituliskan oleh M Ryana Veta.

Selanjutnya dikatakan, 'sebagai contoh, di dalam menyinggung masalah sejarah teater di kota Bogor saya punya dugaan keras bahwa tanpa sebuah brosur stensilan tentang "Federasi Teater Kota Bogor 1962" yang diberikan Taufiq Ismail kepadanya, di mana Taufiq Ismail sendiri duduk sebagai ketuanya, saya rasa, Boen sendiri tidak banyak tahu bagaimana tampang sebenarnya teater di kota Bogor ini." 

M. Ryana Veta, memang menyoroti kekurang-lengkapan tulisan Boen tentang Teater Bogor, yang menurutnya bisa lebih lengkap jika Boen juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh teater Bogor.

Memang, berbeda dengan kota lain, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, yang memiliki media (Surat Kabar dan Majalah) di kotanya masing-masing yang pada saat ini masih bisa dilacak keberadaannya, media yang terbit di Bogor sangat terbatas dan sulit sekali untuk melacak arsip media tersebut. 

Tercatat, Asrul Sani pernah mendirikan Harian "Suara Bogor" yang belum saya temukan info tentang periode penerbitannya dan juga ada Mingguan "Patria Padjadjaran" pada tahun 1960-an. Keduanya, tidak tersedia arsipnya di Perpustakaan Nasional. 

Dan info tentang keduanya sangat terbatas tersedia di pencarian Google. Media lokal, asumsinya akan lebih banyak memuat kegiatan teater di kotanya, dibandingkan yang hadir di media nasional. 

Pemberitaan ataupun liputan tentang kegiatan teater di daerah  yang dapat dimuat di media nasional, saya lihat ada dua kemungkinan, yaitu, jika dianggap layak hadir di media nasional dan jika ada penulis dari daerah tersebut yang aktif menulis di media nasional.

Sumber lainnya adalah informasi dari para pelaku. Sejauh ini kesempatan untuk bertemu dengan para pelaku teater di kota Bogor sangat terbatas. Kesempatan berbincang dan informasi yang paling penting didapatkan dari M. Ryana Veta. 

Komunikasi melalui media facebook dan beberapa kali pertemuan langsung, setidaknya saya mendapatkan info media nasional yang kerap memberitakan tentang teater di Bogor, dan nama-nama pelaku teater pada tahun 1960-1970-an.

Ini mempercepat proses pencarian arsip. Melalui M. Ryana Veta, pada akhir 2016, sempat diantar ke rumah Adenan Taufiq (meninggal pada 8 Januari 2019), seorang pelukis dan budayawan Bogor yang banyak terlibat dalam kegiatan teater terutama di bagian artistiknya. 

Diantar pula untuk menjumpai Eman Sulaeman, yang sayangnya tidak sempat bertemu. Rencana untuk mengantar ke beberapa tokoh teater atau seniman Bogor lainnya tidak dapat terlaksana karena ia menderita sakit, dan saat menjenguknya di tanggal 15 September 2016 merupakan pertemuan terakhir saya dengan dirinya tanpa dialog hanya dengan tatapan mata, dan sepulang menjenguk, belum sampai ke rumah, saya mendengar kabar dirinya meninggal dunia. 

Rencana untuk menemani bertemu dengan Ali Audah tidak terlaksana, hingga terdengar kabar Ali Audah meninggal dunia pada 20 Juni 2017. Informasi lain didapatkan dari Sri Mukartini, yang aktif dalam dunia kesenian di kota Bogor pada tahun 1960-1970-an, Dewi Panji, Im Kharamah dan FX Puniman. 

Narasumber yang menurut saya penting untuk digali informasinya mengenai teater dan kesenian di Bogor adalah Taufiq Ismail dan Eman Sulaeman, yang harapan saya berkesempatan untuk berjumpa dan mewawancarainya.

Pada penyusunan tulisan ini, maka saya mengacu kepada arsip-arsip pemberitaan media Jakarta/nasional, dan dilengkapi informasi-informasi dari berbagai perbincangan yang berlangsung dengan narasumber yang disebutkan di atas. 

Sebagai catatan, dalam tulisan ini lebih banyak menggunakan istilah teater, walaupun pada setiap periode menggunakan nama yang berbeda-beda, seperti di tahun 1950-an lebih disebut sebagai sandiwara dan pada tahun 1970-an disebut dengan drama.

Periode 1950-an
Berdasarkan catatan tertulis, kehadiran teater modern di kota Bogor dimulai sejak tahun 1952, ditandai dengan berdirinya Organisasi Keluarga Pencinta Seni Tunas Muda pada 1 September. 

Catatan Boen S Oemarjati, organisasi yang kemudian berganti nama dan lebih dikenal sebagai Teater Nasional melakukan pementasannya yang pertama justru di tahun 1956 dengan lakon "Sajang Ada Orang Lain" karya Utuy Tatang Sontani. 

Teater Nasional ini dipimpin oleh Achdjad Hamzah. Namun berdasarkan catatan dari Endang Achmadi, "Perkembangan Sandiwara di Bogor" (Aneka, edisi 10 Tahun ke VI, 1 Juni 1955), tanpa menyebutkan waktu secara tepat, ia mencatat pada periode 1950-1952 telah berlangsung tiga pementasan, yakni: "Kembodja" dan "Quo Vadis" oleh SMA Negeri dan "Gadjah Mada" oleh SGA Negeri.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa awal kelahiran teater modern di kota Bogor ini telah dimulai sejak tahun 1950. Dan kelompok-kelompok teater yang dominan pada masa 1950-an adalah dari kalangan pelajar, baik yang berbasis sekolah ataupun himpunan pelajar dari berbagai sekolah. 

Ini berbeda dengan misalnya Yogyakarta dan Jakarta yang para pegiatnya berasal dari kalangan mahasiswa, yang tampaknya terkait dengan keberadaan sekolah drama/teater di kedua kota tersebut. 

Di Yogyakarta ada Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) dan di Jakarta ada Akademi Teater Nasional Indonesia. Dan untuk mahasiswa, yang dikenal aktif menggelar pertunjukan drama adalah Universitas Indonesia Jakarta dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Setelah berdirinya Teater Nasional, tidak berselang lama, disusul oleh berdirinya Persatuan Pelajar Penggemar Sandiwara Indonesia (PPSI) pada 21 Desember 1952, yang ditandai dengan pementasan pertamanya "Pahlawan Kelana" karya Endang Achmadi yang sekaligus menyutradarai pementasan ini.

 Pada Desember 1955, PPSI berganti nama, yang konon atas saran dari Asrul Sani, menjadi Teater Penggemar Indonesia, dan di tahun 1960-an berganti lagi menjadi Teater Penggemar Bogor  yang kemudian lebih dikenal dengan nama "Teater Bogor". Kelompok ini dipimpin oleh Endang Achmadi, yang dikenal pula sebagai seorang jurnalis.

Selama periode periode 1953-1954, pementasan sandiwara yang dicatat oleh Endang Achmady adalah : "Arus Bersimpang" (SMP 1), "Krisis Moreel" (Persatuan Penggemar Sandiwara Indonesia atau PPSI), "Dokter Kembodja" (PPSI), "Bencana Alam (SGA Negeri), "Lenggang Kantjana" (SGB), "Ken Arok dan Ken Dedes" (PPSI -- IPPI), Bahagia Kembali (Pendidikan Pamekar), dan terakhir "Citra" (PPSI-IPPI).

Pada tahun 1955, untuk pertama kalinya di Bogor dilangsungkan Festival, yaitu Pekan Seni Drama yang berlangsung pada 5-25 Juli. Ini merupakan festival pertama pula di Jawa Barat, bahkan bisa dikatakan di Indonesia. 

Berdasarkan arsip yang saya miliki, Festival Teater yang berlangsung di wilayah lain baru dilakukan pada tahun berikutnya yakni Festival Seni Drama Sumatra Utara yang Pertama yang diikuti oleh 24 kelompok (5 Januari hingga akhir Pebruari 1956) dan Festival Seni Drama Surabaya yang diikuti oleh lima kelompok.

Para Pemenang Festival Seni Drama di Bogor Tahun 1959 (Aneka, 29 thn ke X)
Para Pemenang Festival Seni Drama di Bogor Tahun 1959 (Aneka, 29 thn ke X)
Festival Teater di Bogor berlangsung secara rutin pada tahun 1955 hingga tahun 1959. Inisiatornya dan penyelenggaranya adalah PPSI atau Teater Bogor. Sayang, arsip yang saya miliki belum menemukan secara lengkap pemberitaan ataupun liputannya. Arsip yang tersedia hanya pada tahun 1955 dan 1959. (Berharap rekan lain dapat melengkapi di kemudian hari)

Tahun 1955, festival diikuti oleh delapan grup dengan tiga lokasi yang dijadikan tempat pementasan yaitu Gedung Nasional, Aula SPMA dan SMA Negeri. 

Peserta adalah Persatuan Pelajar SMP 3 (Tersesat karya Farida Azis yang masih duduk di bangku SMP, disutradarai oleh A. Irawan), Keluarga SGA (Keluarga Raden Sasto karya Achdiat K. Mihardja, disutradarai oleh K. Surjatna), Dewi Sri Bogor -- Himpunan Pelajar SPMA (SAJANG, karya Ragah Sasmita, disutradarai oleh ) Keluarga SMP 2 (Akibat Revolusi), Keluarga SGB (Pembalasan karya Umar Sungkar & Djubaedi).

Juga ada Keluarga SMA (Sayang Ada Orang Lain karya Utuy Tatang Sontani, disutradarai oleh Endang Achmady), Taman Pendidikan Pamekar (Bahagia Kembali karya Martini R),  Persatuan Pelajar Penggemar Sandiwara Indonesia -- PPSI (Lorong Belakang karya Bachtiar Siagian, disutradarai oleh tim sutradara yang terdiri dari Endang Achmady, Azis Windya dan Tony Fatony).

Tahun 1956, belum ada arsip yang saya temukan. Hanya pada festival tahun tersebut terjadi insiden antara panitia dengan salah satu peserta yang tergambar dalam surat pembaca Endang Achmady (Aneka, 22 Tahun ke VII, 1 Oktober 1956) yang merespon pemberitaan dari rubrik Bintang Ketjil. 

Insiden terjadi karena ada pembocoran oleh salah seorang juri yang menurut Achmadi mungkin merasa gembira. Tidak dijelaskan tentang pembocoran yang menyangkut persoalan apa, namun insiden yang terjadi adalah sutradara dari keluarga Kuntjup harapan merobek piagam dan insiden dengan panitia dan Endang Achmady setelah pembagian piagam/piala.

Tahun 1959, festival diikuti oleh enam grup, yakni: Teater Penggemar Bogor (Hantu Sang Tumenggung saduran Wirawan Respati dari "Ghost" karya Henrick Ibsen, dengan sutradara Azis Windya), Raksa Budaya Bogor (Malam Jahanam karya Motinggo Boesje, disutradarai oleh Semiadji), Kuntjup Harapan Cabang Bogor (Suatu Malam, disutradarai oleh Alexander).

Juha, Kenanga Club Bogor (Orang Ketiga karya T Sjahrul), Lembaga Seni Drama Tjabang Bogor (Sendja di Kebun, karya Haznam Rachman, disutradarai oleh Zarkani D), dan Tunas Muda Bogor (Kematiannya Adham Karya A Hamzah, disutradarai oleh Ahjad Hamzah).

Jika dikatakan pada tahun 1950-an grup teater lebih dominan dilakukan oleh para pelajar, baru pada tahun 1956, untuk pertama kalinya para mahasiswa terjun ke dunia drama, dengan nama Masyarakat Mahasiswa Bogor membawakan lakon "Aku Mahasiswa" karya Bonataon P Nasution yang dipentaskan pada 16 dan 17 November 1956 di Gedung Nasional (lihat Endang Achmady dalam Majalah Aneka, Nomor 28 Tahun VII, 1 Desember 1956). 

Nama-nama yang menonjol dalam dunia sandiwara/teater di Bogor pada tahun 1950-an diantaranya adalah: Endang Achmadi, Alexander Naftaly, Azis Windya, Tony Fatony, Semiadji, Ahjad Hamzah, Clara Wijaya, Mohammad Zein yang dapat dikatakan sebagai penggerak, pimpinan kelompok dan sutradara. 

Sedangkan para pemain drama/teater yang menonjol, selain nama yang telah disebutkan tersebut adalah: Lien Suhaemi, Yenny Kartadjumena, Siti Djenar, Titin Suandana, Sukardja, Fatimah Adi, Mariam, Ti Suhata, K. Surjatna, Tien Sartika, Agus Irawan, Tien Djuwita, Nien Kurniasih, Mieke Sulasmi, Frieda Thung, Endang Sulaeman.  

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun