Tidak ada penulis yang dapat menulis dengan baik atau menjadi terkenal secara tiba-tiba. Pasti ada proses yang dijalani oleh sang penulis tersebut. Ketika kita mengenal nama penulis lantaran sering membaca tulisannya di media massa, boleh jadi tulisan pertama yang dimuat media setelah ia mengirim beberapa, puluhan atau barangkali seratus lebih tulisan.
Jika seorang penulis untuk pertama kalinya mengirim tulisan dan dimuat di media, tentulah itu suatu keberuntungan, yang belum tentu pula tulisan berikutnya dapat dimuat. Sosok nama, yang kerap kita baca tulisannya, dapat terjadi kemungkinan, tidak dapat mempertahankan kualitas tulisannya.
Pandangan di atas, terlahir tatkala saya mencermati rubrik yang barangkali pada masanya menjadi rubrik yang dibaca oleh para (calon) penulis yang isinya berisi sapa, informasi ataupun saran/kritik dari sang redaktur kepada para penulis yang mengirimkan tulisan-tulisannya. Secara acak saya mengambil dari tiga media, yakni Majalah Mimbar Indonesia terbitan Jakarta, Harian Berita Nasional dan Harian Masa Kini terbitan Yogyakarta. Di luar ketiganya memang diketahui pula ada yang memiliki rubrik semacam itu.
Majalah Mimbar Indonesia (MI), yang terbit pertama kali pada 10 November 1947, dan terbitan terakhirnya pada tahun 1966. Awalnya merupakan majalah mingguan, kemudian tersendat dan menjadi majalah bulanan. MI merupakan majalah umum yang dikenal pula sebagai majalah yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan sastra dan kebudayaan.Â
Rubrik yang menampung tulisan-tulisan penulis pemula (terutama pelajar) adalah "Fadjar Menjingsing". Para penulis di rubrik ini yang kemudian dikenal sebagai tokoh sastra/budayawan Indonesia. Sebut saja diantaranya, Umbul Landu Paranggi, Putu Wijaya, Putu Oka, Adjib Hamzah, Prof. Dr. Rachmad Djoko Pradopo, Dinul Rayes, dan sebagainya. Â
Semula bernama Harian "Nasional" yang terbit pertama kali pada 15 November 1946, kemudian berganti nama menjadi "Berita Nasional", berganti lagi menjadi "Bernas". Terhitung sejak 1 Maret 2018, media ini berganti menjadi media online. Pada tahun 1980-an, ada tiga ruang yang menjadi media ekpresi bagi para penulis  sastra dan Budaya yang masing-masing diberi ruang satu halaman, "RENAS, Kolom Remaja Kreatif", "Seni dan Budaya" dan satu halaman untuk penulis anak-anak Sekolah Dasar. Pada konteks tulisan  ini yang disorot adalah rubrik RENAS, yang merupakan ruang pergulatan bagi para pelajar dan mahasiswa awal. Beberapa nama yang kemudian dikenal sebagai sastrawan/budayawan diantaranya adalah Ahmadun Yossy Herfanda, Ons Untoro, Nana Ernawati, Krishna Mihardja,
Harian Masa Kini, terbit pertama kali dengan nama Mertju Suar pada tahun 1973. Â Sempat terhenti pada tahun 1976, namun terbit kembali di tahun 1977. pada tahun 1989 , berganti nama menjadi Yogya Post yang kemudian berhenti terbit seusai pemilu 1992. Di tahun 1995 diterbitkan kembali, namun hanya bertahan beberapa tahun saja. Rubrik yang akan disorot dalam tulisan ini adalah rubrik "Insani" yang berisi satu halaman, dan menjadi ajang bagi para penulis muda untuk mengekspresikan dirinya. Beberapa nama yang aktif di harian Berita Nasional, juga aktif di Harian Masa Kini. Sebagai contoh adalah Ons Untoro, Krishna Mihardja, dan Naim Emel Prahana. Â
"Fadjar Menjingsing" demikian rubrik yang diperuntukkan bagi (calon) penulis yang biasanya adalah para pelajar dari berbagai wilayah di Indonesia. Isi rubrik ini berkisar tentang Cerita Pendek, Puisi, artikel/opini singkat, dan cerita humor. Saya tidak tahu, apakah rubrik ini sudah ada sejak terbitan pertama mengingat saya belum memiliki arsipnya.Â
Namun sejak tahun 1950 hingga 1966, rubrik itu selalu hadir dan jumlah halamannya meningkat. Awalnya hanya satu halaman, pada tahun 1960-an menjadi empat atau lima halaman. Rubrik ini dikelola oleh yang menamakan dirinya adalah Kak Mimbar. Â Pada setiap edisi, Kak Mimbar selalu menyapa pembacanya secara umum dan memberikan pengantar singkat tentang tulisan yang termuat.Â
Pada edisi Nomor 11 Tahun XVI, November 1962, ada kolom "Pos Fadjar". Di sini, redaktur secara singkat membalas surat-surat pembaca yang diterimanya, menyampaikan apakah ada karangan yang menarik untuk dimuat atau tidak memenuhi kriteria, terselip saran atau kritik, dan motivasi agar penulis terus mengembangkan ketrampilan penulisannya.
"Pos Konsultasi", rubrik yang tersedia di ruang "Insani" di Harian Masa Kini yang hadir seminggu sekali. Pos ini fungsinya tidak berbeda dengan dua media yang disebutan di atas.
Gambaran situasi di atas, tampaknya tidak terjadi lagi pada kehidupan masa kini. Dapat dikatakan, rubrik pembelajaran bagi (calon) penulis pemula tidak tersedia di media cetak. Walaupun, di sisi lain, ruang ekspresi bagi para calon penulis sudah terbuka lebar dengan berkembangnya teknologi yang menyediakan ruang untuk membangun blog berisi tulisan-tulisan pribadi, media sosial, ataupun blog keroyokan seperti "Kompasiana". Pembelajaran biasanya dilakukan oleh komunitas-komunitas yang terbentuk dalam ruang media sosial.
Dari Kompasiana, telah terlahir para penulis yang tidak hanya hadir di Kompasiana, melainkan juga dalam pergaulan yang lebih luas lagi, misalnya di kalangan sastrawan, dengan buku-buku yang diterbitkan secara keroyokan ataupun secara individual.
Begitu saja dulu. Salam hangat dari Yogyakarta.
Yogyakarta, 20 Januari 2019
Odi Shalahuddin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H