Mohon tunggu...
Odios Arminto
Odios Arminto Mohon Tunggu... -

Kartunis, humoris dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Humor

Dari Pelawak Mati Muda ke Seniman Bunuh Diri dan Metode Patch Adams

6 Oktober 2014   08:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:13 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena membuat orang tertawa itu pada kenyataannya jauh lebih sulit dan lebih stress daripada membuat orang marah. Lebih2 membuat tertawa orang yang sudah stress dan pemarah yang tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta...

·Petit Dijawab 7 tahun yang lalu

kalo kita lihat cara mereka meninggal berbeda2, taufik meninggal karena kecelakaan, big dicky karena sakit, asmuni karena sudah tua. kalo di bilang ini fenomena kayaknya kurang pas ya, dan masalah kematian kayaknya sulit kalo di pikir secara logika. karena eforia yang dia alami murni dari dalam diri sendiri bukan dari pemakaian sesuatu, semisal ganja. dan saya juga belum pernah baca buku atau ada penelitian tentang itu dan kematian mereka itu wajar.

·Muslimah Sejati Dijawab 7 tahun yang lalu

iya ya!,,,,, padahal kata orang kan, kalo banyak ketawa malah panjang umur! tapi yakh!!!! Nama nya juga umur seseorang, mana ada yang tahu! Itu lah tadi Rahasia Illahi...

Seperti misalnya kita, hari ini kita masih bisa duduk didepan komputer, bermain Internet, tapi kita tak tahu kapan nyawa kita diambil?

Bisa aja setelah selesai main Internet kita langsung udah diambil nyawanya! gimana tuh?????

·rien Dijawab 7 tahun yang lalu

kayaknya nga aneh biasanya saja karena semua tahu yang tidak kita tahu rejeki,jodoh & mati,mungkin karna mereka publik figur, pas profesi kebanyakan dari pelawak & disorot media maka akan banyak muncul spekulasi & ramalan dimasyarakat karna ini, karna itu.

·Aryo Dijawab 7 tahun yang lalu

Kematian itu ga bisa dikait2kan dg profesi dong.... Setiap orang dah ada suratannya masing2,kapan dia mati....dimana dia mati...karena apa dia mati....dan ketika jadi apa dia mati... Itu semua dah ditentuin di Louhmahfudznya.

Nah, bagaimana menurut anda? Menurut saya, kita kembalikan lagi ke manajemen. Manajemen diri. Dalam penggolongan umum ada dua jenis pekerjaan, pertama: kantoran dan kedua, bukan kantoran. Kantoran umumnya memiliki system yang sudah baku. Kapan hadir, kapan pulang, kapan lembur. Ritme yang ditetapkan, membawa keteraturan bagi tiap individu, sehingga mudah baginya membagi waktu kapan kerja, kapan istirahat, kapan olahraga, kapan beraktualisasi diri. Keteraturan membuat seluruh organ tubuh merespon dan bekerja secara teratur pula.Lepas dari hal-hal yang kasuistik, dalam ilmu fisiologi (jasmani) pola hidup demikian tergolong cara hidup yang sehat dan karenanya berakibat umur panjang. Tetapi juga ditegaskan, pekerjaan jenis demikian TIDAK COCOK untuk orang-orang dengan potensi kreatif yang tinggi.

Pekerjaan bukan kantoran, kita focus saja ke pelawak. Tidak menggunakan pola keteraturan seperti orang kantoran. Seperti pekerjaan kreatif pada umumnya, mereka lebih memilih diberi target atau hasil. Kapan itu selesai. Bukan ritual keseharian, kapan hadir, kapan bekerja lalu kapan pulang. Dalam menyikapi target, setiap pelawak mungkin saja memiliki cara yang terlihat berbeda, namun secara esensi tujuan sama: hasil yang dianggap paripurna. Bagi pelawak, target itu berupa MATERI dan PENAMPILAN, alias bahan lawakan dan keberhasilan membawakannya. Berbeda dengan pelawak luar yang terorganisasi dalam tim sehingga terjadi pembagian kerja yang pasti berkaitan dengan MAP (materi, audiens dan performance) , materi lawak kita diperoleh dari upaya sendiri. Begitu juga ketika pelawak kita memasarkan gagasan acaranya ke broadcast, yang biasanya sangat bertele-tele dan tidak mulus, ditambah lagi mereka juga harus dapat menunjukkan tampilan (performance) yang berdaya saing. Semua prosesi ini masih dalam kategori teknis dan belum mengganggu “kejiwaan” sang pelawak. Gangguan kejiwaan baru datang setelah sang pelawak itu terkenal (tidak terkenal, padahal sudah habis-habisan berjuang, lalu frustrasi, lalu … anda sudah dapat menebak sendiri). Bagi yang terkenal, mulailah ia dikepung jadwal. Baik untuk keperluan broadcast maupun off air (pertunjukan yang tidak disiarkan TV, tanggapan). Kepungan jadwal itu, adalah sebuah habit baru. Sebuah habit yang tiba-tiba berbeda dari ritme kerja tipikal dirinya. Kontraksi psikologis mulai terjadi.Terjadi anomali dan perang batin dalam dirinya. Betapa ia jumpalitan setengah mati untuk mendapatkan posisi yang sekarang. Namun bagaimana mungkin ia harus menolak permintaan untuk on air maupun off air yang kadang membuat ia tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Khususnya untuk istirahat, atau TIDUR secara nyenyak dan pulas. Bagaimana bisa tidur dengan baik dan nyenyak, ketika ada waktu luang, dia harus menggenjot otaknya lagi untuk persiapan pentas-pentas atau acara mendatang atau esok pagi. Sementara, posisi sekarang, kalau tidak dimanfaatkan dengan baik berarti ia harus siap untuk tidak mendapatkan kesempatan kedua. Maka doping dalam arti sebenarnya atau kiasan, menjadi solusi pintas untuk selalu tetap fit dan prima di depan para penggemarnya. Efek dari itu sudah pasti menimbulkan gejala-gejala baru dan tidak wajar dalam tubuh dan rohaninya sendiri. Pada tingkat standar saja, kalau untuk jangka waktu tertentu, seseorang sampai tidak dapat istirahat atau tidur dengan baik, bagaimana akibat yang akan timbul pada organ-organ tubuhnya? Sebuah survey, saya tak ingat kapan diadakan dan siapa yang mengadakan, mengatakan, kematian yang terjadi di masyarakat karena kekurangan porsi tidurnya, ternyata lebih banyak daripada kematian yang terjadi karena kekurangan asupan makanan.

Seniman Bunuh Diri

Seniman (artist), lazimnya sebuah julukan yang diberikan untuk pelukis atau perupa. Tapi di negeri kita, dalam keseharian, justru berkembang dan agak longgar. Siapa saja yang bekerja di bidang seni, seakan boleh disebut atau menyebut diri seniman. Bahkan kata artis – yang sesungguhnya berasal dari kata artist (Inggris) justru diberikan untuk penyanyi, pemain sinetron dan lain-lainnya. Yah, apa boleh buat… Jadi izinkan saya pakai istilah seniman untuk profesi-profesi yang terkait dengan actor, aktris, comedian, sastrawan, dan seterusnya sekadar untuk memudahkan penggolongan saja.

Di negeri luar, kasus seniman bunuh diri, tergolong banyak dengan berbagai motif dan alasan. Salah satu yang tergolong menggemparkan adalah sastrawan Ernest Hemingway. Sampai dibuat film yang khusus menggambarkan perjalanan hidup Hemingway hingga ia menjemput maut kehidupannya sendiri. Belum lama comedian dan actor besar Robin Williams juga tak kalah menghebohkan. Beberapa situs merilis berita kematiannya sebagai berikut:

Ini Penyebab Robin Williams Depresi dan Bunuh Diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun