Mohon tunggu...
Oddi Arma
Oddi Arma Mohon Tunggu... profesional -

menulis apa yang dilihat, rasa, dan dengarkan @odiology

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menghentikan Rocky

12 Maret 2019   10:31 Diperbarui: 12 Maret 2019   12:57 8407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: wartakota.tribunnews.com

Rocky punya saham besar menggerus elektabilitas petahana. Saham itu semakin menimbun tinggi menjelang pintu TPS dibuka.

                                       

Saya tidak tahu kejengkelan terbesar apa yang ada di dalam hati Rocky terutama dua tahun belakangan ini hingga membuatnya jadi seperti ini. Semua narasi yang keluar dari mulutnya menggetarkan pilar Istana yang dulu sempat begitu kokoh ditopang puja-puji. 

Satire-satire-nya begitu leluasa merobek indahnya baliho pencitraan petahana di lewat layar kaca yang menempel di dinding rumah warga. Tweet-tweet singkatnya, membuat pasukan maya pendukung petahanan tak mampu berbuat apa-apa. Bahkan tiap gesture tubuhnya mengeluarkan aroma ancaman memadamkan nyala kekuasaan. Terakhir, tanpa takut dia

Seruan Rocky bahwa dia ingin mengaktifkan kembali akal sehat, ternyata disambut hangat. Kini, tiap hari dia keliling daerah. bicara di kampus, cafe, bahkan pesantren. Dia diundang civitas akademika, organisasi keagamaan, hingga perkumpulan emak-emak, bahkan WNI di luar negeri. 

Dia tak canggung berbagi panggung dengan ustad dan ulama. Bahkan, Rocky sempat berbagai panggung dengan punggawa FPI Munarman di acara Koppasandi (Komando Oelama Pemenangan Prabowo Sandi) berbicara di depan audience yang berafiliasi dengan FPI.

Seruan Rocky bahwa republik ini harus dirawat dengan akal sehat sepertinya mendulang balasan kuat. Banyak yang rela nonton ILC hingga larut malam menunggu Rocky 'bersabda'. Dalam sebuah video amatir, selepas sebuah diskusi Rocky harus dikawal agar bisa berjalan keluar ruang acara disertai teriakan 'Rocky...Rocky" yang kebanyakan dari kaum hawa.

Potongan videonya di ILC ditonton ratusan ribu bahkan jutaan kali dan selalu masuk dalam video trending youtube. Para pekerja pengguna transportasi umum 'membunuh' rasa bosan di jalan dengan menonton ceramah Rocky yang 'mengolok-olok' cara penguasa membangun citra. 

Di media sosial puluhan akun mereproduksi semua percakapan Rocky. Mulai dari video hingga kutipan-kutipannya. Tak jarang, akun-akun ini kelimpahan berkah dari adsense.

Keyakinan Rocky bahwa kepemimpinan yang gagal mengaktifkan akal sehat, harus bertanggung jawab terhadap munculnya republic of fear seperti yang lantang dia ucapkan pada pidato kebudayaan di Dewan Kesenian Jakarta, 10 November 2010, baru menemukan momentumnya sewindu kemudian atau di masa empat tahun penguasa sekarang berkuasa.

Saat sebagian besar mulut, memilih diam karena takut terkena ranjau delik, Rocky menyumbangkan mulutnya menjinakkan ranjau tersebut. Dia memilih lantam menghantam penguasa di saat 'orang-orang seperti dirinya' menarik selimut hangat di depan tungku Istana.

Setengah keberanian sebagian rakyat yang berteriak ganti presiden dipenuhi Rocky lewat tukikan metafora-metafora yang langsung mengarah ke jantung Istana. 

Setengah geliat pikiran sebagian rakyat yang jenuh dengan pencitraan, digenapkan Rocky dengan 'arogansi' intelektual-nya yang meretakan cermin keindahan penguasa. 

Kritikan Rocky bernilai puluhan lipat dari ratusan 'bacotan' politisi oposisi. Dia memborong pekerjaan partai oposisi yang memang sejak reformasi tak kunjung bertaji.

Mungkin karena inilah tawaran akal sehat Rocky diterima bahkan oleh kalangan yang sebenarnya semaian pikirannya dalam banyak hal berbeda bahkan bertolak belakang dengan Rocky, demikian juga sebaliknya.

Walau sebenarnya 'kelakuan' Rocky yang seperti ini sudah dia lakukan sepanjang bergelut di dunia intelektual dari orde baru hingga masa SBY, tetapi memang dua tahun ini Rocky 'menggila'. 

Di zaman SBY, Rocky juga tak kalah keras. Olok-olokannya soal lumpur lapindo begitu satire dan pembelaannya terhadap Sri Mulyani terkait kasus Bank Century begitu sarkas. 

Bisa jadi, masa SBY, dia tidak memilih televisi dan media sosial sebagai sarana sehingga gaungnya tak sebesar ini. Atau bisa jadi juga, kejengkelannya terhadap pemerintahan SBY, tidak sebesar kejengkelannya terhadap pemerintahan saat ini.  

Rocky, atas semua tingkah lakunya yang semakin 'menjadi-jadi' ini memang harus dihentikan atau setidaknya direm. Bisa lewat delik maupun lewat delegatimasi. 

Keduanya saat ini sedang dijalankan. Lewat delik mungkin akan gagal, makanya saat ini sedang dicoba lewat delegitimasi. Para kolega, bahkan yang mengaku sehabatnya dan ratusan orang yang mengaku pemikir sedang berbaris rapi mendelegatimasi seorang Rocky. 

Delegitimasi juga dijalankan lewat aksi-aski penolakan ceramah Rocky. Namun, sepertinya upaya menghentikan Rocky sudah terlambat. Perahu layar Rocky saat ini sudah mau sampai ke dermaga. Sementara, kapal pesiar para pendelegatimasi sedang tersangkut diantara perairan dua pulau reklamasi yang pengerjaannya terhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun