Sesampainya di sana aku melihat Lina. Aku berlari dan memeluknya. “oiya, aku membawa sesuatu untuk mu dan beberapa teman.” Lalu ia tersenyum manis. Aku mengambil kardus dan beberapa kotak makan yang ada di bagasi lalu memberikannya kepada Lina. “Kau tahu aku punya berita baik dan buruk.” Aku menautkan alisku. “berita mana yang ingin kau dengar terlebih dahulu,” lanjutnya. “Berita baik,” kataku penasaran. Lalu Lina tersenyum girang. “aku ahkirnya diadopsi oleh sebuah keluarga, mungkin tak terlalu kaya namun ibunya baik dan ramah begitu pula dengan ayahnya.” Aku langsung memeluknya, ahkirnya dia akan merasakan kehangatan keluarga. Selama ini dialah yang paling menderita karena memang dialah yang paling dewasa. Aku melepas pelukannya, “lalu berita buruknya.” Lalu Lina terdiam sesaat. “ini tentang dirimu.” Aku menautkan alisku. Aku semakin penasaran dengan apa yang dia katakana. “Kau tahu, ibu aslimu masih hidup, dan dia mencarimu. Katanya ia sudah mencari dirimu dan saudaramu kemana-mana.” Aku terperanjat mana mungkin ia masih hidup. “Bagaimana kau tahu itu?” tanyaku padanya. “Kemarin ia kemari.” Aku semakin terkejut. “cobalah tanyakan pada ibu panti.” Aku langsung berlari masuk ke panti tak peduli dengan teriakan Lina.”
“hah… hah… hah…” aku berusaha mengatur nafas setelah berlarian. “Ibu Maria aku ingin bertanya sesuatu.” Ibu Maria hanya tersenyum tenang, “pasti kau sudah dengar dari Lina.” Ia menyuruhku duduk dan memberikanku teh panas. Lalu ia memberikan sebuah foto. Aku terkejut, bukankah ini foto yang berada di dompet Brian. “Ini alamat ibumu, ia memberikannya padaku supaya kau dapat menemukannya, dan satu lagi, kau mempunyai saudara laki-laki, mungkin saudaramu masih tinggal di panti asuhan atau dia telah di adopsi aku tak tahu.” Aku semakin terkejut.
Selama perjalanan pulang aku termenung. Aku memandangi foto yang diberikan oleh ibu Maria. Lalu aku menanyakan alamat yang ada tertera disana pada mama. Mama tersenyum, mungkin ia tahu apa yang tejadi. Lalu ia menunjukan alamat itu. Mungkin dia tahu aku sangat terkejut hari ini. Terlebih lagi nama saudara kembarku yang di beri tahu ibu Maria, Cristianus Brian. Bukankah… itu nama tetanggaku sekaligus sahabatku. Aku hanya berharap hari ini adalah sebuah mimpi.
Keesokannya aku pergi ke rumah Brian. Aku mengetuk pintu rumahnya dengan sangat tidak sabar. Tak lama kemudian pintu itu terbuka. “Apa kau tahu tentang ini?” belum sempat ia bertanya aku sudah memotongnya. Ia terbingung, lalu ia tersenyum petanda ia tahu perihal apa yang aku maksudkan. Ia memelukku dan aku menangis sejadi-jadinya. “Aku tahu sejak lama adik kembarku, mungkin kau yang terlalu lama menyadarinya.” Mendengar itu aku berhenti menagis, ia mengusapkan jarinya padaku untuk mengelap air mataku. “Sudah sejak lama pula aku mengetahui siapa ibu asliku, kau tak tahu bukan kalau bundaku bukan ibu asliku?”Aku terdiam, “apa kau sudah pernah melihat wajah ibu kita?” “Iya, ia cantik sepertimu.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H