Mohon tunggu...
deni karsana
deni karsana Mohon Tunggu... Editor - Peneliti yang berminat dibidang bahasa dan sastra, bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional

Peneliti (ASN di BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membersamai Literasi dalam Pendidikan

7 Mei 2022   14:26 Diperbarui: 7 Mei 2022   14:32 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tingkat literasi kita tertinggal jauh dari negara-negara maju di  dunia. Salah satu diantaranya dan yang paling mendasar adalah kegiatan membaca belum menjadi kebiasaan yang seharusnya sudah ditanamkan sejak sedini mungkin. Faktor ini merupakan faktor yang paling mendasar dan juga terpenting. Kegiatan literasi harus di mulai dari lingkungan terkecil.

Lingkungan keluarga dimana anak dari sedini mungkin mengenal literasi.Orang tua memegang peranan yang sangat penting karena berperan sebagai role model. Memberikan contoh dengan melakukan kegiatan membaca sebagai kebiasaan yang dilakukan terus-menerus. Namun inilah yang menjadi PR kita bersama.Tidak semua keluarga dapat menjadi lingkungan pertama untuk menumbuhkan sekaligus meningkatkan budaya literasi.

Orangtua, terutama ibu, sebenarnya sudah dituntut untuk menanamkan budaya literasi terhadap anak-anaknya. Sejak hamil, ibu mendengarkan bayi dalam kandungan dengan lagu-lagu (klasik atau instrumen) atau kalam ilahi (surat dalam Alquran, seperti: Surat Yusuf dan Maryam). Mendongengkan atau membaca cerita sewaktu anak mau tidur.

Kemajuan zaman, terutama perkembangan digital, membuat orangtua pun harus berubah. Penggunaan tablet atau gawai menjadi hal yang lumrah saat ini. Perangkat digital perlu dimaksimalkan untuk literasi. Pemberian alat digital, yakni gawai terhadap anak perlu juga diawasi. Dunia digital tidak selamanya berisikan informasi yang baik, terkadang informasi negatif pun hadir.  Penggunaan  internet (perlu internet positif)  dan media sosial (seperti; program WhatsApp, instagram, twitter,  dan lain-lain) perlu pengingatan dan pengawasan dari orang tua.  Pentingnya menyaring berita yang masuk dalam media sosial, terutama berita hoaks. Berita yang belum tentu kebenarannya. Perlunya cek dan ricek sebuah berita.

Literasi dan Sekolah

 Setelah lingkungan keluarga, yang berikutnya adalah lingkungan sekolah. Literasi dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kita menyadari bahwa ketersediaan fasilitas pendidikan di Indonesia belum merata. Masih banyak daerah di Indonesia yang sarana dan prasana sekolahnya masih sangat minim dalam hal kualitas dan juga kuantitas. Seperti gedung sekolah yang belum layak, tidak tersedianya perpustakaan sekolah, kurangnya buku pelajaran, bahkan kurangnya tenaga pengajar.Tentu saja hal-hal ini yang menyebabkan terhambatnya peningkatan kualitas literasi di Indonesia di samping beberapa hal lainnya.

Perkembangan dan percepatan gerakan literasi di Indonesia dilakukan untuk menumbuhkan generasi unggul serta membanggakan bagi bangsa dan negara. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 21 tahun 2015 tentang Pembentukan Generasi Muda Cerdas, Amanah, Pintar, dan Berilmu.

Perkembangan teknologi informasi memungkinkan pembelajaran literasi menggunakan media digital menjadi semakin beragam. Jika dulu guru  dan siswa menggunakan  media seperti televis, VCD, dan power point untuk mendukung proses pembelajaran, kini  media itu diperluas dengan penggunaan internet, seperti: Youtube, Facebook, dan Instagram. Guru dapat memanfaatkan media digital itu menyampakian materi pelajaran dengan  menarik da interaktif. Sebaliknya, siswa menikmati pelajaran dengan tampilan atraktif yang dipadu dengan suara dan animasi yang dapat melambungkan imajinasi (Antoro, 2019:60).

Saat ini, kegiatan belajar di sekolah tidak terlepas dari dunia digital, terlebih hadirnya masa pandemi Covid-19  yang mendunia, mau tidak mau berhadapan dengan teknologi digital. Dengan demikian perlu melek literasi digital.  Literasi digital merupakan suatu keterampilan hidup yang tidak hanya melibatkan keterampilan menggunakan perangkat teknologi, informasi tetapi juga keterampilan individu untuk bersosialisasi, dan memiliki sikap berpikir kritis, sebagai salah satu kompetensi digital. Literasi digital akan menciptakan masyarakat yang kritis dan kreatif. Mereka tidak akan menjadi korban hoaks dan kehidupan sosial budaya masyarakat menjadi aman.

Dalam menanamkan literasi digital dalam sekolah, siswa harus ada peningkatan keterampilan, guru perlu adanya peningkatan pengetahuan serta kreativitasnya dalam proses pembelajaran literasi digital, serta kepala sekolah harus memberikan fasilitas warga sekolah dalam mengembangkan literasi digital sekolah. Puspito (2017) Gerakan literasi digital sekolah sekarang sudah mulai berubah dari literasi baca tulis secara manual dengan penggunaan media cetak beralih ke media digital yang biasa disebut literasi digital. Contohnya para guru menyediakan grup whatsapp untuk berdiskusi mengenai pelajaran disekolah, perpustakaan menyediakan digital library yang mendukung siswa untuk membaca buku secara digital.

Gerakan literasi digital tidak hanya kemampuan dalam penggunaan internet dalam rangka mencari hiburan atau informasi. Literasi digital merupakan salah satu alat agar dapat membentuk keterampilan siswa dalam berfikir kritis, analitis, dan kreatif. Implementasi literasi digital dalam sekolah merupakan suatu hal yang penting, agar semua orang dapat mencapai kesadaran untuk indikasi kemajuan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun