Mohon tunggu...
Alexander Hendy
Alexander Hendy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Art is not a mirror to hold up to society, but a hammer with which to shape it. - Leon Trotsky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sosialisme Chile 1 : Fasisme Indonesia 0

4 Februari 2014   23:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut saya, saat tersebut adalah saat yang paling signifikan, saat yang paling penting. Saat yang membedakan antara Santiago dan Jakarta! Saat ketika di Amerika Selatan, sebuah proses yang sangat panjang dan sulit dimulai: proses yang dapat digambarkan sebagai perjuangan untuk kebebasan, kebebasan sejati, bukan untuk slogan palsu kosong yang selalu diulang-ulang dalam propaganda Barat.

Karena pada saat itu, Victor Jara berdiri, kesakitan tapi tidak sudi dikalahkan, dan dengan penuh dendam dia bernyanyi dihadapan para penyiksanya, langsung ditujukan ke moncong senjata yang mereka pegang: “Venceremos!” (artinya: Kami akan menang!)

Dia bernyanyi dengan suara lantang, dan setelah beberapa saat, para penyiksanya tidak tahan lagi mendengar suaranya, apalagi liriknya yang ditujukan langsung kepada mereka, dan akhirnya mereka menembak mati Victor Jara.

Tapi Victor Jara tidak mati, malah dia menjadi simbol perlawanan dan perjuangan melawan fasisme dan imperialisme. Dia menjadi simbol perjuangan yang masih harus terus dilakukan dan hal ini menjadi momentum di berbagai belahan dunia!

Pada tahun 1965, di Jakarta tidak ada perjuangan. Para korban membiarkan diri mereka untuk disembelih. Mereka memohon belas kasihan karena mereka dicekik, ditusuk,dan ditembak mati. Mereka memanggil para penyiksa, pembunuh, dan pemerkosa mereka dangan sebutan ‘pak’ dan ‘mas’ ( panggilan hormat buat laki-laki). Mereka menangis dan memohon ampun.

Pada tahun 1973, di Santiago, Chile, laki-laki dan perempuan muda mengungsi ke gunung untuk melawan fasisme, dan bergabung di bawah bendera MIR. Ada sekitar 10.000 orang anggota MIR. Hal ini merupakan pertarungan yang bersih dan membanggakan, karena MIR secara tegas menolak segala bentuk terorisme dan mereka memusatkan perlawanannya pada sasaran militer.

Ratusan ribu orang Chile meninggalkan negaranya, pergi berpencar ke seluruh penjuru dunia, mulai dari Meksiko sampai Swedia, dari Kanada sampai ke Selandia Baru. Kemanapun mereka pergi, tanpa henti mereka bekerja untuk menjatuhkan Pinochet dan junta militernya yang didukung oleh Amerika Serikat. Mereka menulis naskah teater dan drama radio, membuat film yang punya pesan yang kuat, menulis novel,mengatur pertemuan dan demonstrasi di hampir seluruh ibukota utama dunia. Mereka tidak pernah menyerah. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk perjuangan. Jutaan orang di tanah air dan ratusan ribu orang yang terpaksa tinggal di luar negeri.

Akhirnya, Augusto Pinochet menjadi simbol kekuatan militer yang bobrok, simbol pengkhianatan, kolonialisme, dan fasisme modern.

Di Indonesia, para korban menerima ‘nasib’ mereka begitu saja dan oleh karenanya mereka diganjar dengan mendapatkan jenis fundamentalisme pasar yang paling menjijikkan. Mereka menerima sistem politik fasis yang melucuti semua hak-hak kaum miskin (kenyataannya, sebagian besar penduduk). Mereka menerima sistem pengaturan negara yang bergaya premanisme dan mafia. Mereka menerima sistem yang menyatakan bahwa perempuan masih diperlakukan sebagai milik ayah mereka dan kemudian sebagai milik suami mereka, sementara mereka yang bekerja dan memegang posisi penting diperlakukan seperti pelacur oleh atasan, rekan kerja dan bahkan oleh sesama anggota parlemen.

Di Chile, tidak ada yang benar-benar ‘diterima’. Tidak ada yang lupa dan tidak ada ampunan. Alih-alih melihat ‘elit’ penguasa sebagai pahlawan, mayoritas warga Chile melihat mereka sebagai sekelompok bandit. Alih-alih melihat orang tua mereka dengan kepatuhan budak ‘ala Indonesia’, sejumlah besar pemuda Chile meminta mereka bertanggung jawab dalam menciptakan atau setidaknya mentoleransi sistem yang mengerikan ini.

Sementara Indonesia menjadi negara kedua (setelah Nigeria) yang paling religius di muka bumi ini (kendati fakta menyatakan bahwa kader Muslim dan Hindu secara langsung bertanggung jawab dalam beberapa kejahatan kemanusiaan yang paling mengerikan, sementara penganut agama Kristen akhir-akhir ini menyatakan percaya bahwa Tuhan mengasihi orang kaya dan membenci orang miskin, ikut serta dalam melakukan segregasi di masyarakat, dan bahkan secara terbuka bersikap rasis), Chile melakukan reformasi hukum, melakukan modernisasi pendidikan, dan mengirim penganut agama Kristen untuk beribadah di tempat mereka sendiri - digereja-gereja dan tidak terlihat dari mata publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun