Mohon tunggu...
ekki oddo
ekki oddo Mohon Tunggu... -

Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara-Jakarta. Gemar menulis dan diskusi Lintas Agama dan Budaya. #Menjadikan-Dunia-Satu-Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perspektif Katolik terhadap Homoseksualitas

16 Juli 2017   13:58 Diperbarui: 28 Juli 2017   16:23 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diri mereka sebagai manusia yang utuh tetap diterima bahkan harus dilindungi jika ada usaha diskriminasi bagi mereka. Sikap penerimaan ini tentu dalam batas tertentu. Makin banyak orang dewasa ini, juga di dalam Gereja, yang berusaha memperjuangkan dan menilai bahwa tindakan seksual orang-orang homoseksual mesti diterima. Sementara Gereja tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk menolak aktivitas seksual kaum homoseks  dengan tetap menghargai mereka sebagai ciptaan yang mesti dicintai dan dilindungi.

Mengutip kata-kata  dari Paus Fransiskus: "Who am I to judge", kiranya semakin menguatkan pendirian Gereja yang mau menerima, mencintai, dan  mengayomi kaum homoseksual sebagai sesama saudara. Kita tidak memiliki hak untuk menghakimi mereka apalagi mendiskriminasi kaum homoseksual dalam masyarakat. 

Sikap Gereja yang menerima dan mencintai mereka tidak berarti menyetujui setiap  tindakan  mereka.  Misalnya, perkawinan sesama jenis. Seperti telah diuraikan di atas mengenai beberapa alasan untuk menolak  tindakan seksual kaum gay atau lesbian. Perkawinan harus dilakukan antara seorang laki-laki normal dan seorang perempuan normal. Penekanan normal di sini lebih-lebih pada orientasi seksual.

Karena tujuan perkawinan itu sendiri dilihat sebagai sesuatu yang sakral dan  pasangan suami-istri dilihat sebagai rekan Allah terutama dalam meneruskan keturunan. Selain itu, perkawinan sejenis akan menimbulkan masalah baru. Adanya kemungkinan adopsi anak bagi pasangan sejenis misalnya. Menyetujui perkawinan sejenis dan adopsi anak berarti kita mencabut hak anak akan sosok ayah dan ibu. Tentu ini akan berpengaruh bagi perkembangan psikologis sang anak.

Prospek Bersama Ke depan

Di tengah derasnya gelombang penolakan dan penerimaan terhadap kaum homoseksual, kiranya perspektif moral khas Katolik di atas telah memberikan sebuah sikap yang jelas. Kaum homoseksual tidak dapat dinilai bahwa keberadaan mereka sebagai manusia "berkurang" hanya karena orientasi seksual yang berbeda dengan kita. Mereka tetap dianggap sebagai manusia seperti biasa tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun.

Bagi pihak yang menerima khusus hal menyetujui hubungan seksual dan perkawinan sejenis mesti berpikir dalam sebuah cakrawala yang lebih luas. Apakah hanya atas dasar kebebasan lalu kita menyetujui semua tindakan kaum homoseksual. Adanya orientasi seksual seperti itu tentu disebabkan oleh beberapa faktor. Tanpa harus melihat berbagai faktor itu dan sayapun tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskannya, kiranya tepat kalau kita tetap bersikap belas kasih pada kaum homoseksual.

Kita bisa membayangkan jika kita berada dipihak mereka. Sikap menghakimi atau mendiskriminasi malah dapat memperburuk keadaan mereka sehingga mereka semakin tertekan. Bukankah jalan terbaik kita mendekati dan membantu sejauh itu dapat dilakukan. Kalaupun akhirnya, kita mendapatkan mereka melakukan aktivitas seksual ataupun sejenisnya, menghakimi atau mendiskriminasi bukanlah sikap yang tepat. Karena mendiskriminasi ataupun menghakimi tentu saja tidak akan mengubah orientasi seksual.

Kita tetap bersikap sembari menjelaskan bahwa hubungan atau perkawinan homoseksual bukan suatu pilihan yang tepat. Menerima dan tetap menganggap mereka sebagai manusia berarti kita telah bersikap bijak karena toh kita ini adalah sama-sama ciptaan Allah yang tidak memiliki hak ataupun otoritas atas hidup bahkan menghakimi kaum homoseksual.

Sebuah pertanyaan spekulatif teologis, yang kiranya dapat menutupi uraian singkat ini, "apakah memang Allah menciptakan hanya satu orientasi seksual saja?". Dan apakah orientasi itu hanya heteroseksual saja? Saya pikir, pertanyaan ini dapat menjadi semacam "pegangan" sehingga kita lagi-lagi tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap kaum homoseksual. Karena kita semua adalah ciptaan-Nya yang istimewa dibandingkan dengan ciptaan lain di bumi ini.

Daftar Rujukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun