Demikianpun teologi-teologi yang akan berkembang dalam Gereja-Gereja protestan tentu akan memiliki kekhasan dengan teologi-teologi Katolik. Saya tidak akan membahas persoalan teologi karena saya tidak memiliki kapasitas untuk itu.
Pada umumnya, Gereja-Gereja Protestan di Indoensia dipengaruhi oleh Lutheran dan Calvinis sesuai dengan nama-nama masing reformator yaitu Marthin Luther dan John Calcvin. Namun dalam perkembangannnya, Gereja-Gereja itu mengidentifikasikan dengan nama-nama lokal seperti HKBP (Gereja Kristen Batak), GKJ (Gereja Kristen Jawa), GKI (Gereja kristen Indonesia), GPBIB (Gereja Indonesia Bagian Barat), dan Gereja-Gereja di wilayah Indonesia Timur lainnya.
Biasanya, mereka membentuk sinode dan mencakup wilayah tertentu yang mengatur seputar tata kelolah dan peribadatan. Misalnya saja, penganut Gereja HKBP di pulau jawa memiliki sinode berbeda dengan penganut Gereja HKBP di tanah batak. Gereja-Gereja Protestan pada umumnya berhimpun dalam suatu naungan yaitu Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Namun masih ada juga aliran yang tidak berhimpun dalam PGI seperti Gereja-Gereja Reformis Amerika (Mormon).
Salah-satu perbedaan mendasar dengan Katolik Roma adalah sifat universalitas dan kesatuan. Artinya, semua tata ritual dan ajaran dalam Katolik Roma itu sama dan berlaku untuk semua umatnya di seluruh Dunia. Berbeda dengan Protestan, umat GKJ tidak “begitu mudah” mengikuti ibadah dalam Gereja HKBP misalnya. Sifat pluralitas dari masing-masing Gereja Prostestan cukup nampak baik dalam tata cara ibadat maupun beberapa penekanan lainnya.
Ketika dalam sebuah wilayah tertentu terdapat dua buah gedung gereja yaitu HKBP dan GKJ misalnya, maka kelompok GPIB (jika sudah memiliki umat yang cukup) dengan sendiri akan mendirikan gedung gereja baru. Sedangkan untuk umat Katolik, dia dapat beribadah atau bergabung dalam Gereja Katolik di mana saja baik itu di Jawa, Flores, Sulawesi, Papua, maupun di mana saja.
Melihat realitas dan fakta ini, jika dalam sebuah wilayah tertentu terdapat banyak gereja (gedung) harus diketahui terlebih dahulu apakah alirannya sama atau berbeda.
Melihat beberapa perbedaan Katolik dan Protestan yang tentunya tidak secara kompregensif, kiranya ada beberapa hal yang menjadi aspek baru khusus bagi kalangan non-kristiani.
Pertama, dalam menanggapi isu kristenisasi tidak tepatlah dikatakan kalau dilihat hanya dari pendirian gedung gereja. Misalnya, pelarangan pendirian Gereja Katolik hanya saja karena di sekitar itu sudah terdapat banyak gereja yang ternyata adalah gereja Protestan.
Kedua, di dalam Prostestan sendiri terdapat banyak aliran sehingga pelarangan pendirian GKI Yasmin karena alasan sudah terdapat gedung gereja HKBP tentu tidak dapat dibenarkan jika memperhatikan lagi aspek pluralitas dalam Protestan.
Ketiga, sebagai kaum minoritas baik Katolik dan Protestan tentu harus memperhatikan lagi pendekatan psikologis dan sosial. Misalnya para pemuka agama dari Gereja harus melakukan pendekatan baik pada masyarakat sekitar maupun pemuka agama lain sekitar itu misalnya pemuka agama Islam.
Akan sangat sulit jika kita hanya mengandalkan argumen bahwa setiap kita memiliki hak yang sama dalam mendirikan rumah ibadah. Misalnya, menurut sebuah pengalaman pendirian Gereja Katolik di wilayah Bintaro, awalnya pendirian mendapat banyak tantangan.