Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 1): Sribhoga (Sribhoja) dalam Catatan Biksu I-Tsing

19 Maret 2024   21:19 Diperbarui: 23 Mei 2024   01:03 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letak Palembang di Sumatera/Dokpri

Penamaan “Malayu” (Mo-Lo-Yu) sebelum disebut sebagai Sribhoga (Sribhoja atau Shih-li-fo-shih)/Dokpri
Penamaan “Malayu” (Mo-Lo-Yu) sebelum disebut sebagai Sribhoga (Sribhoja atau Shih-li-fo-shih)/Dokpri

Dalam buku yang beliau tulis, Takakusu sensei menjabarkan alasan identifikasi yang beliau berikan dalam tujuh halaman (hal. XL-XLVI) pada bagian 2. Mo-lo-yu (Malayu) atau Shih-li-fo-shih (Sribhoja)

Bagi beliau, sebab biksu I-tsing adalah orang pertama yang menyebutkan tentang Malayu atau Sribhoja dan ibu kotanya, yaitu Bhoja, catatan sang biksu tentang kerajaan ini dianggap cukup penting oleh sensei Takakusu (hal. XL) – dan, mungkin juga, dapat menjadi informasi yang cukup signifikan dalam sejarah bangsa Indonesia. 

Pernyataan Takakusu sensei yang menyatakan bahwa I-tsing adalah penulis pertama (earliest writer) yang menyebut nama-nama ini, Malayu – Sribhoja - Bhoja, semisal, mampu menghadirkan tanya yang sebetulnya cukup esensial untuk dijawab: apakah pernyataan ini mengindikasikan asal-usul orang Melayu yang kita kenal di nusantara dan sekitarnya pada masa ini - yang, menurut catatan ini, berasal dari Sumatera

Hal ini, jika kita melihat ke dalam catatan-catatan ini, sebetulnya cukup beralasan. Tetapi, kita akan tahan dulu permasalahan ini untuk sementara. Lebih lanjut, sensei Takakusu menjelaskan bahwa perubahan nama dari “Malayu” ke “Sribhoja” sangat mungkin terjadi sesaat sebelum atau dalam waktu yang berdekatan dengan kedatangan biksu I-tsing atau bahkan saat biksu ini menetap di sana (688-695). Alasan beliau, setiap biksu I-tsing menyebutkan nama “Malayu”, beliau menambahkan: “yang saat ini telah berubah menjadi Sribhoja atau Bhoja”. 

Takakusu sensei juga menerangkan lebih jauh bahwa ibu kota kerajaan ini “sepertinya” dari awal disebut Bhoja, yang kemungkinan adalah koloni Jawa, dan saat kerajaan Bhoja meluas ke Malayu, baik melalui penaklukan atau bergabung dengan sukarela, seluruh kerajaan termasuk ibu kotanya diberi nama “Sribhoja” (Sribhoga). Satu hal yang perlu dicermati di sini adalah sensei Takakusu sebetulnya tidak cukup jelas dalam menerangkan: apakah kerajaan yang beribu kota di Bhoja ini adalah kerajaan Malayu ataukah Malayu hanyalah suatu wilayah dari suatu kerajaan dengan nama yang berbeda – yang tidak disebutkan? Yang pasti, Bhoja dan Malayu adalah dua tempat yang berbeda. Sensei Takakusu menjelaskan lebih jauh bahwa Malayu, yang baru berganti nama menjadi Sribhoja, berjarak 15 hari pelayaran dari ibu kotanya, yaitu Bhoja (hal. XLI). Di sinilah tampaknya kebingungan itu muncul, sebab menurut Takakusu sensei, walau dua tempat ini merupakan tempat yang berbeda, biksu I-tsing tidak membedakan (indiscriminately) penggunaan kedua nama tersebut.

Gambaran biksu I-tsing (Yijing) pada situs Wikipedia beliau (wikipedia.org)
Gambaran biksu I-tsing (Yijing) pada situs Wikipedia beliau (wikipedia.org)

Takakusu sensei menjelaskan bahwa Biksu I-tsing sembilan kali menyebut nama Sribhoja dan 12 kali menyebut nama Bhoja, di mana nama Bhoja lebih sering digunakan untuk merujuk pada ibu kota kerajaan Sribhoja. Kerancuan ini sepertinya memberikan dampak yang cukup besar, sebab, dalam metodenya, Takakusu sensei mengambil jalan memutar untuk mengidentifikasi kerajaan ini: dengan menghubungkan kerajaan ini dengan kerajaan San-bo-tsai. Dan, keterangan biksu I-tsing yang tidak membedakan (indiscriminately) penggunaan nama “Bhoja” dan “Sribhoja” tampaknya sangat mempengaruhi metode ini. 

Hal ini disebabkan “Bhoja” dan “Sribhoja” adalah dua tempat berbeda, sedangkan San-bo-tsai hanya mempunyai satu ibu kota, sebelum ibu kota ini dipindahkan ke Ku-kang atau Palembang. Namun, untuk menghindari kebingungan, sebab kita sebenarnya perlu untuk membahas tentang San-bo-tsai, kita butuh untuk mundur sedikit pada alasan Takakusu sensei memilih metode identifikasi ini.

Alasan Sensei Takakusu

Di antara argumentasi yang diberikan oleh sensei Takakusu terkait identifikasi letak kerajaan Sribhoja yang ia sebut berada di Palembang, yang paling pertama adalah keterangan beliau yang menyatakan bahwa: walau Shih-li-fo-shih atau Malayu atau Sribhoja dikenali oleh para sejara(h)wan Cina, penjelasan mereka tentang kerajaan ini sebetulnya tidaklah memuaskan. 

Dalam catatan sejarah dinasti Tang, semisal, sensei Takakusu menyatakan bahwa Fo-Shih atau Bhoga (Bhoja) hanya dijelaskan berada di pantai selatan Selat Malaka dan berjarak empat atau lima hari perjalanan dari Ho-Ling (Jawa). Keterangan yang terlalu singkat dalam penjelasan tentang Fo-Shih atau Bhoja inilah yang (sepertinya) menjadi alasan ketidakpuasan Takakusu sensei terkait lokasi kerajaan Shih-li-fo-shih/Malayu/Sribhoja yang ada pada catatan sejarah Cina. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun