Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - xocyid.wordpress.com

In the Age of Information, being unknown is a privilege

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 1): Sribhoga (Sribhoja) dalam Catatan Biksu I-Tsing

19 Maret 2024   21:19 Diperbarui: 23 Mei 2024   01:03 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letak Palembang di Sumatera/Dokpri

Di sini, kita bisa melihat bahwa benar Takakusu sensei mengidentifikasi posisi Sribhoga (Sribhoja) di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, pun sensei Takakusu menyebutkan bahwa Sribhoga berada di Palembang, beliau tidak menyebutkan bahwa Sribhoga adalah Sriwijaya, mungkin tepat seperti yang disebutkan dalam artikel di situs Historia.id tersebut. Namun, biksu I-tsing menjelaskan bahwa Sribhoja sebelumnya disebut “Malayu” (halaman xxx).

Pertanyaannya di sini adalah: apakah “Malayu” yang disebut di sini adalah “Melayu” yang kita kenal saat ini? Tentu, asumsi mudahnya adalah: “Malayu” yang disebutkan biksu I-tsing adalah “Melayu” sebagaimana yang kita mengerti pada saat ini. Tetapi, pertanyaan yang seadil-adilnya sebetulnya mengarah pada: bagaimana kita bisa tahu? 

Jawabannya mungkin dapat ditemukan dengan mencermati penjelasan-penjelasan biksu I-tsing, sebagaimana yang akan kita lakukan saat ini. Satu hal yang pasti di sini, biksu I-tsing menjelaskan bahwa Sribhoja tadinya bernama Malayu (atau Mo-Lo-Yu dalam ejaan bahasa Cina). Hal lain yang bisa kita simpulkan dari keterangan ini adalah: jika Sribhoja disebut-sebut terkait dengan Sriwijaya, secara otomatis Malayu yang disebutkan oleh biksu I-tsing sebagai nama awal dari Sribhoja ini juga terkait dengan Sriwijaya (entah bagaimana) – dengan catatan kerajaan Sribhoja memang terkait dengan kerajaan Sriwijaya

Setidaknya, sampai titik ini, kita dapat melihat secara sederhana (dan secara tidak langsung) tentang hubungan yang ada antara “Malayu” (Melayu) dengan Sriwijaya melalui kerajaan Sribhoja (Sribhoga) yang disebut-sebut oleh biksu I-tsing. Tetapi, apakah menemukan hubungan ini memang semudah itu? Di sinilah, satu tanya perlu membangunkan kita dari hubungan tidak langsung yang, seakan-akan, terjalin hanya dengan menghubungkan nama-nama: bagaimana kita tahu kalau ketiga kerajaan ini saling terhubung?

Sebelum kita bisa menyimpulkan, mungkin ada baiknya pertama-tama kita susun tanya untuk membuat pencarian kita lebih teratur. Dan, untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan inilah, tulisan ini dibuat; di mana penulis sendiri sebetulnya tidak berniat untuk memberi kesimpulan, justru penulis sebetulnya ingin mengajukan pertanyaan yang harusnya terjawab. Ironisnya, atau sayangnya, pertanyaan terkait apakah kerajaan Malayu atau Sribhoja (Sribhoga) adalah kerajaan Sriwijaya, sebetulnya merupakan pertanyaan tersulit bagi penulis – dan sudah seharusnya dihadirkan hanya pada akhir tulisan ini. 

Menariknya, pertanyaan tersulit ini tidak mengarah pada hubungan antara Malayu-Sribhoja-Sriwijaya, tetapi justru pada teka-teki di balik nama “Sriwijaya” itu sendiri

Sedikit catatan, penulis tidak meragukan eksistensi Sriwijaya, justru sebaliknya, pengaruh (dan bukan berarti kekuasaan) Sri Wijaya kemungkinan lebih besar dari yang diperkirakan: yang mampu menghubungkan narasi sejarah antara India, Cina, dan Asia Tenggara – sebagaimana perjalanan biksu I-tsing mengungkapkan hubungan yang ada antara Cina, India, dan pulau-pulau di nusantara. 

Namun, hubungan ini tidak mungkin dapat disibakkan tanpa pertama-tama mengungkap misteri di balik nama Sri Wijaya itu sendiri. Dan, sayangnya, misteri di balik nama ini masih terlalu sulit untuk dipecahkan oleh penulis – yang, karenanya, penulis hanya akan memberikan sedikit temuan serta pertanyaan penting terkait nama tersebut di akhir tulisan ini. Adapun, hal yang bisa penulis lakukan sejauh ini, dan dalam tulisan ini, hanyalah memaparkan tentang kerajaan Sribhoja yang diceritakan oleh biksu I-tsing sebagai saksi mata atau orang yang pernah singgah dan bahkan tinggal dalam kerajaan tersebut.

Sribhoga (Sribhoja)

Takakusu sensei menjelaskan bahwa biksu I-tsing mengunjungi kerajaan Sribhoja sebanyak dua kali dan menetap selama sekitar tujuh tahun dari tahun 688 hingga 695 (hal. XL). Pemahaman terkait posisi biksu I-tsing sebagai orang yang pernah menetap di wilayah kerajaan Sribhoja (Sribhoga) ini sesungguhnya terbilang sangat penting dalam memahami catatan yang beliau tinggalkan, apalagi jika kita ingin membandingkan peran tersebut dengan peran sensei Takakusu sebagai seorang penerjemah yang meneliti catatan beliau. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan sensei Takakusu mengenai letak kerajaan Sribhoja.

Takakusu sensei, memang mengidentifikasi letak kerajaan ini di Palembang, Sumatera Selatan. Namun demikian, beliau tidak menetapkan lokasi ini berdasarkan keterangan biksu I-tsing, melainkan melalui suatu pemahaman umum para sejarawan Cina. Itupun, pemahaman ini sebetulnya tidak secara langsung menyatakan bahwa Sribhoja berada di Palembang. Yang sesungguhnya terjadi adalah Takakusu sensei menghubungkan kerajaan Sribhoja dengan kerajaan bernama San-bo-tsai yang dikenal oleh para sejarawan Cina

Kerajaan inilah yang sebetulnya diidentifikasi berada di Palembang. Jadi, di dalam identifikasi yang beliau lakukan, sensei Takakusu menggunakan cara yang tidak langsung dan dalam metode ini, sebagaimana metode lainnya, terdapat “proses” – proses penting yang menelurkan kesalahpahaman-kesalahpahaman. Dan untuk menguraikan kesalahpahaman-kesalahpahaman ini, kita butuh untuk mencermati kembali keterangan-keterangan yang diberikan oleh sensei Takakusu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun