Indonesia merupakan negara hukum. Dimana hal tersebut telah diatur dan dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah diangkat ke dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum".Â
Dimana setiap sikap, kebijakan, serta perilaku alat negara dan juga penduduk harus berdasarkan sesuai dengan aturan hukum. Hal ini tentu diterapkan dengan tujuan guna mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang ataupun sifat arogan dari seluruh warga negara baik itu masyarakat maupun aparat pemerintahan tanpa melihat dari pangkat ataupun jabatan. Aturan ini berlaku untuk seluruh warga negara tanpa terkecuali.
Terdapat negara hukum yamg demokratis dan tidak demokratis.Â
Sedangkan negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis, dapat diartikan bahwa demokrasi di Indonesia diatur serta dibatasi oleh hukum yang ada, sedangkan substansi  hukum itu sendiri diciptakan dan ditentukan melalui metode-metode yang demokrasi berdasarkan konstitusi sebagai pemilik hukum tertinggi.Â
Hal ini yang secara sederhana dapat diartikan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi konstitusional.
Indonesia merupakan negara hukum yang segala sesuatu berdasarkan atas hukum. Kekuasaan tertinggi negara Indonesia yaitu hukum yang dibuat berdasarkan hasil diskusi rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif. Sehingga kedaulatan hukum merupakan perwujudan berkelanjutan yang berasal dari paham kedaulatan rakyat.Â
Sistem-sitem pemerintahan negara maupun metode-metode pengendalian negara memerlukan kekuasaan, akan tetapi tidak ada satu kekuasaan di Indonesia yang tidak berlandaskan hukum.
Negara hukum ditandai dengan supremasi hukum (bukan kekuasaan) serta due process of law atau dapat dikatakan hak untuk diproses melalui peradilan serta tidak dijatuhi hukuman tatau dicabut haknya secara sewenang-wenang atau sesuka hati.
Segala hal baik aturan maupun tindak pidana seluruhnya telah diatur berdasarkan undang-undang. Namun, realitanya sering terjadi hukum yang tidak adil dan merugikan banyak pihak. Dimana pada istilahnya sering disebut "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas".Â
Istilah tersebut tentu menjadi sindiran bahwa keadilan di negara Indonesia masih belum terlaksana secara sempurna, dimana hukum di negeri ini tajam dalam memberikan hukuman bagi masyarakat kelas menengah ke bawah dan tumpul bagi kalangan atas. Hal ini sudah menjadi rahasia umum yang tidak terelakkan di masyarakat.Â
Contohnya para koruptor yang mendapatkan hukuman ringan dibandingkan tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan lainnya.
Bahkan para koruptor tidak jarang yang mendapatkan fasilitas mewah di rutan layaknya hotel berbintang. Namun, dilihat tindak pidana lain kasus yang hanya mencuri sepasang sandal jepit, singkong, atau pencurian kayu terancam hingga 5 tahun penjara.Â
Namun sejatinya, apakah sepadan harga sepasang sandal jepit, singkong dan beberapa batang kayu dengan uang rakyat yang mereka korupsi?
Dari kasus ini dapat dilihat bahwa hukum akan terasa tajam untuk kalangan menengah kebawah yang tidak memiliki harta berlimpah atau jabatan tinggi. Namun, bagi mereka yang memiliki peran atau jabatan tentu hukum terasa tidak ada apa-apanya.Â
Mereka yang memiliki kekuasaan, harta, dan tahta terasa aman dari ancaman hukum meskipun melanggar aturan hukum atau melakukan tindak pidana.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama bahwa realita hukum di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana secara sempurna. Penerapan dan penegakan hukum di negara Indonesia masih jauh dari harapan dan masih berjalan tidak efektif. Padahal hukum juga memiliki prinsip kemanusiaan.Â
Dimana prinsip kemanusiaan tersebut telah diatur dalam hukum humaniter yaitu Asas Equality Before The Law yang merupakan sebuah manifestasi dari Negara Hukum (Rechstaat) sehingga diharuskan terdapat perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum (Gelijkheid van ieder voor de wet).
Selain itu saat ini, dapat ditemukan banyak permasalahan hukum yang menjadi polemic di masyarakat termasuk masalah dalam lembaga penegak hukum KPK yang sejak awal dibentuk termasuk lembaga yang kuat serta independen yang bebas dari intervensi beragam pihak dalam memberantas korupsi.
Dilihat dari beragam aspek, keadaan penegakan hukum di Indonesia seakrang dapat dikatan masih memerlukan perjuangan yang panjang dan dibutuhkan keberadaaan para penegak hukum serta pejabat yang memiliki integritas moral yang berkomitmen mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan politik bahkan kepentingan pribadi.
Aturan hukum di Indonesia terasa sudah bersifat terbalik. Kasus-kasus besar yang merugikan rakyat seperti tindak korupsi dan rentetan kasus besar lainnya dianggap merupakan permasalahan kecil. Namun justru sebaliknya, kasus-kasus kecil atau sederhana yang sejatinya dapat diselesaikan melalui jalan musyawarah justru dijadikan permasalahan besar.
Bukan hanya faktor kekuatan politik yang memperkuat mereka, tetapi ada berbagai faktor yang menghalangi mereka memperlambat proses pengadilan di segala celah perubahan opini. Ini adalah fakta yang terkenal bahwa Undang-Undang yang berhubungan dengan orang-orang yang berkuasa, baik politik atau moneter, mengaburkan hukum.Â
Namun, ketika menyangkut orang yang lemah atau tidak berdaya, hukum menjadi sangat keras
Hal ini terjadi karena proses hukum tidak otomatis dan tidak mungkin mengukur bagaimana prosedur penuntutan bekerja. Jika ada proses, itu bisa dilihat secara matematis. Apa yang dia lakukan, apa prosesnya, apa proses pembuktiannya, dan apa keputusannya. Jika ini dilakukan, proses rekonsiliasi di pengadilan pasti akan berhasil.
Namun, banyak anomali terjadi. Misalnya, dalam kasus pencurian, tuduhannya dalah pencurian, tetapi anomali yang ditemui dapat bervariasi tergantung pada status sosial. Jika kasus ini nantinya berlaku untuk orang-orang dengan status sosial rendah, proses penuntutan di tahanan akan lebih cepat dan mudah.Â
Sebaliknya, jika itu terjadi pada orang-orang dengan status sosial tinggi, yaitu mereka yang berkuasa atas masalah keuangan dan poltiik. Itulah masalahnya dalam kasus seperti itu, jangan sampai terjadi lagi.
Kasus dalam hal ini sangat kontroversial dan menyengsarakan rakyat. Tentu saja, pertanyaannya adalah di mana keadilan "rakyat kelas bawah".Â
Orang sering tidak percaya dengan proses hukum, nanti orang akan melihat mereka bisa melihat proses penuntutan secara adil.
Adanya fenomena ketidakadilan hukum ini terus ditemukan dalam unrusan hukum negeri ini. Muculnya berbagai protes terhadap aparat penegak hukum di berbgaai daerah menunjukkan bahwa sistem hukum dan urusan hukum kita sedang bermasalah. Lebih buruk lagi, Indonesia akan semakin jatuh, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum semakin menurun.
Ada banyak fakta diskriminasi dalam perlakuan hukum antara mereka yang berkuasa dan mereka yang tidak, antara mereka yang punya uang dan mereka yang tidak. Keadilan untuk semua hanyalah basa-basi belaka. Namun realitas hukum seolah-olah dibuat untuk menghancurkan kaum miskin dan meratakan kaum elit.Â
Lembaga penegak hukum sebagian besar mengabaikan realitas yang muncul di masyarakat ketika menegakkan hukum dan peraturan. Ini memuat "penegakan hukum" hanya menjadi corong aturan. Hal ini tidak lain adalah akibat dari sistem pendidikan hukum yang mengutamakan positivisme.Â
Penegakan hukum seperti memakai kacamata kuda yang sama sekali mengabaikan fakta sosial. Ini adalah cara untuk melegalkan penegakan hukum tanpa akal nurani dan akal sehat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI