Kopi untuk "Yang Mulia"
Secangkir kopi hangat menjadi temanmu malam itu.
Disambut cahaya bulan yang redup-remang
dan selembar koran yang belum juga kau baca.
Halaman politik selalu menarik perhatianmu
dan kau terlelap diselimuti kata-kata yang menari
di pikiranmu.
Ada yang tak ingin kau bagi dengan malam.
Sudut pandang yang kau asah lewat mimpimu
dan kau kibaskan lewat igauan tentang pesta pora.
Matamu berkelana mencari kata-kata
yang terurai huruf-hurufnya dan tak sanggup kau baca --
menjelma tanduk hipokrisi yang kau khianati
Tak ada yang percaya pada tuan tak berlengan itu,
yang igauannya hanya bercengkerama dengan burung-burung
dan bernaung di bawah pohon rindang saat
matahari memeluk bumi dengan cahaya merahnya.
Kau biarkan angin-angin sopan menjamahmu,
membiarkanmu larut dalam gelap yang tak bergeming.
Sibuk meracuni diri dengan nyata-nyata yang terbaring
di altar gedung para nyaring.
Di meja bundar tempat berkumpulnya
suara-suara yang hanyut dalam siangnya.
Tangerang, 20 Agustus 2021
Octavianus Bryan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H