orang tua yang membagikan foto, video, atau informasi tentang anak mereka di media sosial, telah menjadi fenomena yang sangat umum di era digital saat ini.Â
Sharenting, atau tindakanFenomena ini seringkali dianggap sebagai cara orang tua untuk berbagi momen bahagia dan perkembangan anak mereka dengan keluarga dan teman-teman.Â
Di balik popularitasnya, sharenting memunculkan sejumlah isu serius terkait dengan hak-hak anak, terutama dalam konteks perlindungan hukum yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002) di Indonesia.
Pelanggaran Hak Privasi Anak
Salah satu hak dasar yang dijamin dalam UU Perlindungan Anak adalah hak atas privasi. Pasal 59 UU ini mengatur bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan data pribadi mereka.Â
Dalam konteks sharenting, banyak orang tua yang membagikan informasi pribadi anak, seperti foto, video, lokasi, atau cerita pribadi tanpa pertimbangan matang mengenai dampaknya terhadap privasi anak tersebut.
Privasi anak-anak harus dihormati, bahkan meskipun mereka masih belum mampu memberikan persetujuan secara sah. Dengan berbagi konten tentang anak di media sosial, orang tua berisiko melanggar hak anak untuk memiliki ruang pribadi yang terlindungi.Â
Anak-anak yang gambar atau informasi pribadinya dibagikan secara online berpotensi kehilangan kontrol atas identitas dan citra diri mereka.Â
Tanpa izin yang jelas dari anak, orang tua secara tidak langsung membuat keputusan yang bisa memengaruhi masa depan anak mereka di dunia maya.
Risiko Eksploitasi dan Keamanan Anak
Selain itu, sharenting juga membuka pintu bagi potensi eksploitasi digital. Dalam dunia maya yang tak terbatas, gambar atau video anak yang tersebar bisa saja disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.Â