laut yang dipagar, dikavling, dan bahkan diberi status Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi isu serius yang memancing perdebatan publik.Â
FenomenaKondisi ini mencerminkan bagaimana ruang yang seharusnya menjadi milik publik diubah menjadi komoditas privat. Ketika Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan pembongkaran pagar-pagar yang menghalangi akses publik ke laut, perhatian masyarakat seketika tertuju pada akar masalah ini: siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut?
Secara prinsip, laut adalah bagian dari sumber daya alam yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Â
Praktik pengkavlingan laut dan pemberian HGB menunjukkan adanya pengalihan fungsi ruang publik menjadi aset privat. Pengkavlingan ini tidak mungkin terjadi tanpa celah dalam regulasi, kebijakan, atau bahkan pengabaian prinsip dasar bahwa laut adalah milik bersama.
Pemasangan pagar dan penguasaan laut oleh pihak tertentu tentu tidak dilakukan secara sembarangan. Ada pihak yang mengizinkan atau setidaknya membiarkan hal ini terjadi, baik dari level pemerintah pusat, daerah, maupun pelaku usaha.Â
Pengembang properti, misalnya, sering kali menjadi aktor utama yang mengubah kawasan pesisir menjadi area eksklusif, seperti kawasan wisata atau perumahan elite. Namun, tindakan ini jelas tidak bisa berjalan tanpa izin resmi dari otoritas terkait.
Lemahnya pengawasan dari pemerintah menjadi penyebab lain masalah ini. Ketika akses laut dirampas dan masyarakat kehilangan hak mereka, terjadi ketimpangan sosial yang mencolok.Â
Nelayan tradisional, misalnya, kehilangan wilayah tangkap yang merupakan sumber penghidupan mereka. Hal ini juga berdampak pada masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada laut untuk kebutuhan ekonomi dan sosial mereka.
Langkah pembongkaran pagar laut oleh Presiden Prabowo merupakan langkah penting untuk mengembalikan hak publik atas laut. Pembongkaran pagar tersebut dilakukan hingga berakhir di pesisir Pantai Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang.Â
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) III Jakarta, Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto, menyatakan bahwa proses pembongkaran pagar laut ini dilakukan secara bertahap.
Revisi kebijakan juga harus disertai dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang telah melanggar aturan. Jika terdapat indikasi korupsi dalam proses pemberian izin, maka tindakan hukum harus diambil untuk memberikan efek jera.Â