Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Krisis Keluarga dan Penyebabnya

7 Januari 2025   17:18 Diperbarui: 8 Januari 2025   15:32 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Keluarga: (PIXABAY.COM/Congerdesign)

Krisis keluarga merupakan fenomena kompleks yang dapat dipicu oleh berbagai faktor internal dan eksternal. 

Salah satu faktor internal utama adalah ketidakharmonisan hubungan suami istri yang seringkali disebabkan oleh komunikasi yang buruk.

Konflik Faktor Internal

Ketidakmampuan untuk berbicara secara terbuka atau mendengarkan pasangan dapat menimbulkan kesalahpahaman yang memicu konflik berkepanjangan.

Ketika konflik ini tidak dikelola dengan baik, hubungan dapat menjadi semakin renggang, bahkan berujung pada perceraian.  

Selain komunikasi, perbedaan nilai atau tujuan hidup antara pasangan juga menjadi tantangan besar. 

Perbedaan pandangan tentang prioritas keluarga, pendidikan anak, atau gaya hidup dapat menciptakan ketegangan. 

Jika kedua pihak tidak menemukan cara untuk mencapai kompromi, konflik yang muncul dapat mengguncang fondasi keluarga.  

Masalah ekonomi juga sering kali menjadi penyebab utama krisis dalam keluarga. 

Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau pengelolaan keuangan yang buruk dapat meningkatkan stres bagi semua anggota keluarga. 

Beban finansial ini tidak hanya memengaruhi hubungan suami istri, tetapi juga hubungan orang tua dengan anak-anak, terutama jika harapan anak-anak tidak terpenuhi.  

Konflik Faktor Eksternal 

Di sisi lain, faktor eksternal seperti tekanan sosial dan budaya juga turut berkontribusi. Perubahan norma masyarakat, seperti meningkatnya individualisme, dapat melemahkan solidaritas keluarga. 

Tekanan dari lingkungan sekitar untuk memenuhi ekspektasi tertentu, seperti gaya hidup atau pencapaian material, sering kali membuat keluarga merasa tertekan dan kehilangan fokus pada nilai-nilai kebersamaan.  

Pengaruh teknologi, khususnya media sosial, menjadi faktor eksternal yang semakin relevan. 

Media sosial dapat memperburuk ketegangan antar generasi, terutama jika orang tua merasa tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang digunakan anak-anak mereka. 

Selain itu, kecanduan gadget sering mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga, sehingga memperlemah ikatan emosional.  

Masalah kesehatan mental pada anggota keluarga juga sering menjadi pemicu konflik yang tidak terlihat langsung. 

Depresi, kecemasan, atau gangguan mental lainnya sering kali tidak ditangani dengan baik akibat stigma atau kurangnya akses ke layanan kesehatan. 

Ketika masalah ini diabaikan, dampaknya dapat menyebar ke seluruh anggota keluarga.  

Perubahan hidup yang signifikan, seperti kehilangan pekerjaan atau kematian anggota keluarga, juga dapat menjadi titik balik yang memicu krisis. 

Peristiwa-peristiwa ini sering kali menimbulkan perasaan kehilangan, ketidakpastian, dan stres yang sulit dihadapi tanpa dukungan yang memadai.  

Pentingngya Adaptasi

Ketika keluarga menghadapi berbagai tantangan ini secara bersamaan, mereka membutuhkan keterampilan adaptasi yang baik. 

Sayangnya, tidak semua keluarga memiliki kapasitas untuk menghadapi tekanan tersebut. Tanpa komunikasi yang efektif dan strategi pemecahan masalah, tekanan ini dapat menyebabkan hubungan keluarga semakin memburuk.  

Dukungan dari luar, seperti konseling atau komunitas pendukung, sering kali menjadi solusi yang efektif untuk membantu keluarga menghadapi krisis. 

Banyak keluarga yang tidak menyadari pentingnya dukungan ini atau merasa malu untuk mencarinya. Akibatnya, masalah yang awalnya kecil dapat berkembang menjadi konflik besar yang sulit diatasi.  

Perlunya Komunikasi

Untuk mengatasi krisis keluarga, penting bagi setiap anggota keluarga untuk memperkuat keterampilan komunikasi, memahami satu sama lain, dan bekerja sama dalam mencari solusi. 

Kesadaran akan pentingnya membangun hubungan yang sehat sejak awal juga menjadi langkah preventif yang esensial.  

Selain itu, masyarakat dan lembaga sosial perlu memberikan dukungan yang lebih baik kepada keluarga, baik melalui program edukasi maupun akses ke layanan konseling. 

Dengan pendekatan yang holistik, keluarga dapat lebih siap menghadapi tantangan internal maupun eksternal yang mereka hadapi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun