Konflik Faktor EksternalÂ
Di sisi lain, faktor eksternal seperti tekanan sosial dan budaya juga turut berkontribusi. Perubahan norma masyarakat, seperti meningkatnya individualisme, dapat melemahkan solidaritas keluarga.Â
Tekanan dari lingkungan sekitar untuk memenuhi ekspektasi tertentu, seperti gaya hidup atau pencapaian material, sering kali membuat keluarga merasa tertekan dan kehilangan fokus pada nilai-nilai kebersamaan. Â
Pengaruh teknologi, khususnya media sosial, menjadi faktor eksternal yang semakin relevan.Â
Media sosial dapat memperburuk ketegangan antar generasi, terutama jika orang tua merasa tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi yang digunakan anak-anak mereka.Â
Selain itu, kecanduan gadget sering mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga, sehingga memperlemah ikatan emosional. Â
Masalah kesehatan mental pada anggota keluarga juga sering menjadi pemicu konflik yang tidak terlihat langsung.Â
Depresi, kecemasan, atau gangguan mental lainnya sering kali tidak ditangani dengan baik akibat stigma atau kurangnya akses ke layanan kesehatan.Â
Ketika masalah ini diabaikan, dampaknya dapat menyebar ke seluruh anggota keluarga. Â
Perubahan hidup yang signifikan, seperti kehilangan pekerjaan atau kematian anggota keluarga, juga dapat menjadi titik balik yang memicu krisis.Â
Peristiwa-peristiwa ini sering kali menimbulkan perasaan kehilangan, ketidakpastian, dan stres yang sulit dihadapi tanpa dukungan yang memadai. Â