lahan di Indonesia telah lama menjadi isu strategis dalam pembangunan nasional.Â
PengelolaanKetimpangan kepemilikan tanah, konflik agraria, dan kebutuhan akan reforma agraria yang berkeadilan menjadi latar belakang pembentukan Badan Bank Tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.Â
Lembaga ini memiliki mandat penting untuk mengelola tanah negara secara adil, efisien, dan berkelanjutan, demi terciptanya kesejahteraan rakyat.
Dasar Hukum Pembentukan Badan Bank Tanah
Secara hukum, Badan Bank Tanah diatur dalam Pasal 125 hingga Pasal 135 UU Cipta Kerja, yang menggariskan tugas dan fungsi lembaga ini untuk:
- Mengelola tanah terlantar, tanah hasil landreform, dan tanah negara lainnya.
- Melakukan redistribusi lahan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil.
- Menyediakan tanah untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur, kawasan industri, dan perumahan rakyat.
Pengaturan ini dilanjutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa Badan Bank Tanah berfungsi sebagai institusi strategis untuk mendukung reforma agraria dengan prinsip keadilan sosial.
Kepentingan Rakyat dalam Pengelolaan Lahan
Bagi masyarakat, akses terhadap lahan merupakan hak fundamental yang memengaruhi kesejahteraan sosial dan ekonomi.Â
Banyak kelompok masyarakat kecil, seperti petani tanpa lahan atau nelayan tradisional, yang menghadapi tantangan struktural akibat ketimpangan kepemilikan tanah.Â
Badan Bank Tanah memiliki peran penting untuk menjawab kebutuhan tersebut melalui redistribusi lahan yang merata.
Redistribusi lahan oleh Badan Bank Tanah memberikan peluang kepada masyarakat untuk:
- Mengembangkan Usaha: Dengan akses ke lahan, masyarakat dapat memulai usaha agraris, perikanan, atau lainnya, yang berkontribusi langsung pada pengentasan kemiskinan.
- Meningkatkan Kesejahteraan: Kepemilikan tanah yang sah memberikan rasa aman dan kestabilan ekonomi bagi keluarga.
- Mengurangi Ketimpangan Sosial: Pendekatan berbasis keadilan sosial membantu menyelesaikan masalah kesenjangan antar kelompok masyarakat.
Tantangan Hukum dan Implementasi
Meskipun memiliki dasar hukum yang kuat, implementasi pengelolaan Badan Bank Tanah menghadapi berbagai tantangan:
- Konflik Agraria: Sengketa lahan antara masyarakat, pemerintah, dan korporasi besar sering kali memerlukan penyelesaian hukum yang panjang.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Badan Bank Tanah harus memastikan bahwa distribusi lahan dilakukan dengan adil dan tidak dipengaruhi kepentingan tertentu.
- Infrastruktur Data: Pendataan tanah yang belum sepenuhnya terintegrasi sering menjadi kendala dalam memastikan lahan dikelola secara efisien.
Perspektif Keberlanjutan
Dalam konteks keberlanjutan, pengelolaan lahan oleh Badan Bank Tanah harus memperhatikan dampak ekologis.Â
Tanah yang didistribusikan kepada masyarakat harus dimanfaatkan secara bijaksana agar tidak merusak lingkungan.Â
Edukasi kepada penerima manfaat mengenai praktik agraria yang ramah lingkungan menjadi aspek penting dalam memastikan keberlanjutan program ini.
Pelibatan Masyarakat sebagai Shareholder
Kunci keberhasilan pengelolaan Badan Bank Tanah adalah pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.Â
Pendekatan partisipatif, seperti musyawarah dengan kelompok tani, nelayan, dan organisasi masyarakat sipil, dapat memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Saatnya rakyat memanfaatkan momentum ini untuk menyuarakan aspirasi dan mendukung pengelolaan lahan yang lebih adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H