Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pentingnya Hikmat dan Kasih dalam Menapaki Tahun Baru

31 Desember 2024   23:17 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:30 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibadah Menyambut Tahun Baru 2025 di GPIAI Efata (Dokumen Prinadi)

Tahun baru sering kali dimaknai sebagai lembaran baru yang penuh harapan. Lebih dari sekadar merayakan perubahan angka kalender, momen ini seharusnya menjadi saat refleksi yang mendalam. 

Apa arti hidup kita selama ini, dan bagaimana kita dapat hidup lebih baik di hadapan Allah?

Dalam renungan ibadah tahun baru di Gereja GPIAI Efata Salatiga, Pdt. Yulia Santosa mengajak jemaat untuk memaknai kasih Allah sebagai landasan hidup. 

Refleksi ini penting, bukan sekadar untuk mengingat pencapaian atau kegagalan, tetapi untuk melihat bagaimana Allah terus bekerja dalam setiap aspek kehidupan, termasuk melalui penderitaan.

Penderitaan sering kali menjadi batu sandungan bagi iman. Namun, dalam perspektif ilahi, penderitaan justru dapat menjadi alat Tuhan untuk membentuk hikmat. 

Pak Eko dan Antonius menyaksikan lawatan Allah dalam hidup mereka (Dokumentasi Pribadi)
Pak Eko dan Antonius menyaksikan lawatan Allah dalam hidup mereka (Dokumentasi Pribadi)
Yakobus 1:2-3 menegaskan bahwa pencobaan menghasilkan ketekunan, dan ketekunan membawa kedewasaan iman. 

Hal ini tercermin dalam kesaksian Bapak Eko, seorang jemaat yang menghadapi penyakit ginjal selama pandemi. 

Dengan kadar hemoglobin yang anjlok hingga 7, ia tetap berpegang pada iman dan akhirnya mengalami mukjizat pemulihan hingga kadar hemoglobinnya naik menjadi 11.

Tidak hanya itu, kesaksian Ibu Lidya, seorang penyintas kanker payudara, semakin memperlihatkan bagaimana kasih dan kuasa Allah bekerja dalam penderitaan. 

Ibu Lidya telah melewati proses pengobatan yang panjang dan berat, termasuk operasi dan kemoterapi, namun ia bersaksi bahwa Tuhan menopangnya setiap saat. 

Hari ini, ia bukan hanya seorang penyintas, tetapi juga seorang pelayan di persekutuan doa khusus untuk para penyintas kanker. 

Melalui pelayanannya, ia mendampingi mereka yang sedang berjuang, memberikan penguatan iman, dan menjadi teladan bahwa ada harapan di dalam Kristus.

Kesaksian Bapak Eko dan Ibu Lidya mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. 

Firman Tuhan dalam Lukas 1:13 memberikan penghiburan bagi orang yang sedang berdoa dan menantikan jawaban Tuhan: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan." 

Firman ini menegaskan bahwa Tuhan mendengar dan menjawab doa-doa kita, meskipun sering kali dalam waktu dan cara yang berbeda dari harapan kita.

Tantangan bagi setiap orang di tahun baru ini adalah bagaimana menjalani hidup dengan hikmat. Hikmat sejati tidak datang dari dunia, tetapi dari takut akan Tuhan (Amsal 9:10). 

Ketika kita takut akan Tuhan, kita akan diberi kemampuan untuk membuat keputusan yang benar, menjalani hidup yang bermakna, dan menjadi berkat bagi orang lain.

Namun, kasih Allah tidak berhenti pada hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Kasih itu harus mengalir kepada sesama. 

Kesaksian Lidya, seorang cancer survivor dalam ibadah di GPIAI Efata Saatiga (Dokumen Pribadi)
Kesaksian Lidya, seorang cancer survivor dalam ibadah di GPIAI Efata Saatiga (Dokumen Pribadi)
Dukungan jemaat kepada Bapak Eko melalui doa dan pelayanan Ibu Lidya kepada para penyintas kanker adalah contoh nyata bagaimana kasih Allah diwujudkan dalam komunitas. 

Ini menjadi panggilan bagi kita untuk saling menopang dan memperhatikan kebutuhan orang lain, baik secara fisik maupun spiritual.

Menghadapi tahun baru, kita diingatkan untuk tidak hanya berharap pada keberuntungan atau rencana pribadi. 

Sebaliknya, mari bersandar pada janji Tuhan yang penuh damai sejahtera seperti tertulis dalam Yeremia 29:11. Kasih dan janji-Nya yang kekal menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi segala tantangan.

Lukas 1:68 menutup refleksi kita dengan penuh syukur: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya." 

Firman ini mengingatkan bahwa Allah senantiasa melawat dan memberikan kelepasan bagi mereka yang berharap kepada-Nya.

Kesaksian-kesaksian ini juga menginspirasi kita untuk hidup lebih aktif melayani. Tahun baru adalah waktu yang tepat untuk memperbarui komitmen kepada Tuhan dan sesama. 

Apakah kita sudah memanfaatkan hidup kita untuk menjadi saluran kasih Allah?

Apakah kita sudah hidup dalam kasih Allah? Apakah penderitaan kita selama ini kita pandang sebagai alat Tuhan untuk membentuk hikmat? Dan, apakah kita sudah mengasihi sesama dengan tulus? 

Tahun baru adalah kesempatan untuk bertumbuh dalam iman, hikmat, dan kebenaran. Mari menjadikannya waktu untuk membawa terang bagi dunia dan harapan bagi sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun