Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pergulatan Tenaga Kerja Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

5 November 2024   06:40 Diperbarui: 5 November 2024   10:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tenaga Kerja Kontruksi/ https://pixabay.com/id

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 atas uji materi Undang-Undang Cipta Kerja membawa pengaruh besar bagi pekerja di Indonesia, khususnya pada tujuh isu utama: ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya, cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pesangon. 

Dampak yang timbul beragam; sementara beberapa ketentuan dapat memberi keuntungan bagi pengusaha, buruh tetap menyimpan kekhawatiran akan perlindungan hak-hak dasar mereka.

TKA dan Tenaga Kerja Lokal

Dalam isu tenaga kerja asing (TKA), putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperkuat peran pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan TKA di Indonesia. Putusan ini diharapkan mendorong pelaksanaan regulasi yang lebih ketat sehingga hanya tenaga kerja asing yang memiliki keahlian khusus yang dapat bekerja di Indonesia. 

Dengan pengawasan yang lebih baik, peluang kerja bagi tenaga kerja lokal diharapkan semakin terbuka, mengingat prioritas utama adalah memberdayakan sumber daya manusia dalam negeri. Pemerintah dapat lebih mudah memastikan bahwa TKA hanya ditempatkan pada posisi-posisi yang benar-benar membutuhkan keterampilan tertentu yang belum tersedia di pasar tenaga kerja lokal.

Namun, jika pengawasan ini tidak dilakukan dengan optimal, persaingan antara TKA dan tenaga kerja lokal yang memiliki keterampilan serupa bisa tetap terjadi dan berpotensi merugikan pekerja lokal. 

Ketiadaan pengawasan yang ketat membuka peluang bagi perusahaan untuk mempekerjakan TKA pada posisi yang sebenarnya bisa diisi oleh tenaga kerja dalam negeri, sehingga mengurangi kesempatan kerja bagi warga lokal. 

Hal ini tidak hanya berdampak pada lapangan pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan tenaga kerja lokal yang merasa posisinya diambil oleh tenaga kerja asing.

Tenaga Outsourcing

Pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dampak bagi pekerja kontrak dirasakan cukup berat. Walaupun Mahkamah Konstitusi (MK) tetap mengizinkan fleksibilitas dalam PKWT, pekerja kontrak masih dihadapkan pada ketidakpastian kerja yang terus-menerus. 

Situasi ini menyulitkan mereka dalam merencanakan masa depan secara finansial, terutama karena pekerjaan kontrak seringkali bersifat jangka pendek dan tidak memiliki jaminan perpanjangan. 

Dengan demikian, banyak pekerja kontrak berada dalam posisi tidak stabil yang mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis mereka, mengingat kondisi kerja yang tidak menentu.

Dalam sistem alih daya atau outsourcing, perubahan yang diharapkan pekerja belum tampak secara signifikan. Perusahaan masih memiliki keleluasaan untuk menggunakan tenaga alih daya tanpa memberikan jaminan keberlanjutan yang setara dengan pekerja tetap. 

Hal ini mengakibatkan banyak pekerja outsourcing terjebak dalam ketidakpastian, dengan hak-hak kerja dan kesejahteraan yang kurang terjamin. 

Hak Cuti Pekerja

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa hak cuti pekerja tetap dilindungi dalam Undang-Undang Cipta Kerja, memberikan jaminan bagi seluruh pekerja untuk mendapatkan waktu istirahat yang layak. 

Dalam praktiknya, pelaksanaan hak cuti sering kali berbeda, terutama bagi pekerja kontrak dan tenaga alih daya. Kelompok pekerja ini kerap mengalami keterbatasan dalam mengakses hak cuti secara penuh, baik karena perjanjian kerja yang lebih fleksibel maupun kurangnya pengawasan ketat dari pihak perusahaan.

Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan hak cuti ini dapat berdampak pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi pekerja, yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan dan produktivitas mereka. 

Pengupahan

Dalam hal upah, putusan Mahkamah Konstitusi tetap menekankan pentingnya standar hidup layak bagi para pekerja, meskipun tidak ada perubahan besar dalam regulasi upah minimum. Hal ini diharapkan dapat memberi kepastian bahwa upah minimum harus sesuai dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. 

Dengan tingginya biaya hidup saat ini, banyak buruh merasa bahwa upah minimum masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok secara memadai. Keterbatasan upah ini memaksa banyak pekerja untuk hidup dengan anggaran yang ketat, bahkan terkadang harus mengorbankan kebutuhan penting.

Kekhawatiran akan penurunan daya beli pekerja semakin meningkat jika kebijakan pengupahan tidak segera diperbarui sesuai dengan peningkatan biaya hidup. 

Ketika upah minimum tidak mampu mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa, pekerja berisiko mengalami penurunan kualitas hidup, yang berimplikasi pada kesejahteraan mereka dan juga produktivitas di tempat kerja. 

Pemutusan Hubungan Kerja

Dalam isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Mahkamah Konstitusi (MK) mempertahankan fleksibilitas yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan PHK dengan lebih leluasa. 

Meskipun fleksibilitas ini dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan operasional perusahaan di tengah kondisi ekonomi yang dinamis, dampaknya terasa signifikan bagi para buruh.

Ketidakpastian ini semakin terasa di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, sehingga pekerja khawatir kehilangan pekerjaan secara mendadak tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai. 

Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menurunkan rasa aman dan loyalitas pekerja terhadap perusahaan, serta mengganggu stabilitas kehidupan mereka. 

Uang Pesangon

Terkait ketentuan pesangon, Mahkamah Konstitusi (MK) tetap mempertahankan aturan yang ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja, meskipun ketentuan ini dinilai buruh masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup pasca kehilangan pekerjaan. 

Bagi banyak pekerja, pesangon merupakan tumpuan utama saat menghadapi masa transisi setelah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terutama ketika kesempatan kerja baru tidak segera tersedia. 

Namun, besaran pesangon yang ada sering kali dirasa tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan dasar mereka dan keluarga hingga mereka berhasil memperoleh pekerjaan baru.

Situasi ini menciptakan keresahan di kalangan pekerja, terutama bagi mereka yang mengalami PHK secara tiba-tiba tanpa persiapan finansial yang memadai. 

Minimnya pesangon dapat memperpanjang masa kesulitan bagi para pekerja yang terkena dampak PHK, karena mereka harus mengandalkan tabungan atau sumber dana lain yang mungkin terbatas. 

Bagi pekerja dengan tanggungan keluarga, keterbatasan ini menjadi tantangan besar, sebab mereka harus mencukupi kebutuhan sehari-hari sekaligus mencari pekerjaan baru.

Harapan Ke depan

Pekerja memiliki harapan besar agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membawa perubahan positif dalam melindungi hak-hak mereka, terutama dalam situasi kerja yang semakin dinamis. 

Harapan utama pekerja adalah agar putusan MK dapat memperkuat kepastian hukum terhadap hak-hak dasar mereka, seperti upah yang layak, jaminan pesangon, hak cuti, dan perlindungan dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sewenang-wenang. 

Mereka menginginkan regulasi yang lebih jelas dan tegas sehingga setiap perusahaan tidak hanya memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan tenaga kerja, tetapi juga bertanggung jawab dalam memenuhi kesejahteraan dan keamanan pekerja.

Selain itu, pekerja berharap putusan MK juga memacu pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, terutama bagi pekerja kontrak dan tenaga alih daya yang sering kali berada dalam posisi rentan. 

Dengan adanya kepastian hukum dan pengawasan yang efektif, pekerja menginginkan adanya keseimbangan antara fleksibilitas bagi perusahaan dan perlindungan hak bagi pekerja, sehingga mereka bisa bekerja dengan lebih aman dan memiliki kestabilan hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun