Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Mahkamah Konstitusi (MK) mempertahankan fleksibilitas yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan PHK dengan lebih leluasa.Â
Meskipun fleksibilitas ini dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan operasional perusahaan di tengah kondisi ekonomi yang dinamis, dampaknya terasa signifikan bagi para buruh.
Ketidakpastian ini semakin terasa di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, sehingga pekerja khawatir kehilangan pekerjaan secara mendadak tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai.Â
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menurunkan rasa aman dan loyalitas pekerja terhadap perusahaan, serta mengganggu stabilitas kehidupan mereka.Â
Uang Pesangon
Terkait ketentuan pesangon, Mahkamah Konstitusi (MK) tetap mempertahankan aturan yang ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja, meskipun ketentuan ini dinilai buruh masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup pasca kehilangan pekerjaan.Â
Bagi banyak pekerja, pesangon merupakan tumpuan utama saat menghadapi masa transisi setelah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terutama ketika kesempatan kerja baru tidak segera tersedia.Â
Namun, besaran pesangon yang ada sering kali dirasa tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan dasar mereka dan keluarga hingga mereka berhasil memperoleh pekerjaan baru.
Situasi ini menciptakan keresahan di kalangan pekerja, terutama bagi mereka yang mengalami PHK secara tiba-tiba tanpa persiapan finansial yang memadai.Â
Minimnya pesangon dapat memperpanjang masa kesulitan bagi para pekerja yang terkena dampak PHK, karena mereka harus mengandalkan tabungan atau sumber dana lain yang mungkin terbatas.Â