Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Putusan MK Terkait UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi UU Ketenagakerjaan di Indonesia

4 November 2024   11:05 Diperbarui: 4 November 2024   12:18 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023, terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 

Putusan MK terkait Undang-undang Cipta kerja menjadi tonggak penting dalam tata kelola hukum ketenagakerjaan di Indonesia. 

MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh beserta sejumlah serikat pekerja dan perseorangan, terutama terkait dengan aturan-aturan yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum. 

Salah satu aspek penting dalam putusan ini adalah perintah kepada pemerintah untuk memisahkan undang-undang ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja, guna menghindari tumpang tindih norma yang bisa merugikan pekerja.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja sulit dipahami secara awam, khususnya bagi kalangan pekerja. 

Misalnya, perubahan yang melibatkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja menyebabkan adanya norma yang multitafsir, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Implikasi ini berdampak negatif terhadap hak-hak pekerja, yang menjadi semakin sulit untuk diperjuangkan di tengah perubahan regulasi yang tidak terstruktur dengan baik.

Salah satu sorotan utama dalam putusan MK ini adalah mengenai penggunaan tenaga kerja asing. 

Dalam UU Cipta Kerja, Pasal 42 ayat (4) yang mengatur penggunaan tenaga kerja asing dianggap multitafsir dan berpotensi mengancam prioritas tenaga kerja lokal. 

Mahkamah menilai bahwa rumusan norma tersebut perlu dipertegas untuk menjamin pengutamaan tenaga kerja Indonesia. 

Ini adalah langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara keterbukaan ekonomi dan perlindungan terhadap tenaga kerja lokal, yang sangat krusial dalam kondisi persaingan ketenagakerjaan saat ini.

Selain itu, dalam hal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), MK juga memberikan perlindungan lebih kepada pekerja. 

Pada UU Cipta Kerja, pengaturan mengenai PKWT mengalami perubahan yang menyebabkan ketidakjelasan terkait jangka waktu perjanjian kerja yang bersifat sementara ini. 

MK menegaskan perlunya ketentuan yang lebih jelas dan membatasi jangka waktu PKWT hingga lima tahun, termasuk perpanjangannya, untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja. 

Hal ini menunjukkan upaya Mahkamah untuk memastikan bahwa peraturan terkait ketenagakerjaan tidak hanya menguntungkan pengusaha, tetapi juga memberi perlindungan yang layak bagi pekerja.

MK juga menyoroti pentingnya aturan yang tegas mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihkan melalui sistem outsourcing. 

Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai outsourcing ini dinilai kurang memberikan kepastian bagi pekerja mengenai jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. 

Mahkamah meminta agar pemerintah menetapkan secara jelas jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, guna menghindari eksploitasi tenaga kerja. 

Dengan adanya kejelasan aturan tersebut, diharapkan perlindungan hak-hak dasar pekerja outsourcing, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak, bisa lebih terjamin.

Selain itu, waktu kerja juga menjadi perhatian dalam putusan ini. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengakomodasi waktu istirahat mingguan bagi pekerja dengan lima hari kerja dan dua hari istirahat. 

Namun, perubahan dalam UU Cipta Kerja mereduksi hak ini, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dari pihak pekerja. 

MK mendukung perlindungan waktu kerja yang sesuai, dan meminta agar hak istirahat mingguan diatur sesuai dengan prinsip keadilan sosial, untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kesehatan pekerja.

Dalam putusan ini, MK juga membagi pertimbangan hukum dalam enam klaster, yaitu penggunaan tenaga kerja asing, PKWT, outsourcing, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja. 

Dengan menguraikan setiap klaster tersebut, MK menunjukkan bahwa ada banyak elemen dalam UU Cipta Kerja yang harus dievaluasi ulang agar lebih berpihak kepada kepentingan pekerja. 

Setiap klaster tersebut mencerminkan isu-isu ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan di masyarakat, khususnya di kalangan pekerja.

Meski putusan ini memberikan angin segar bagi pekerja, tantangan besar masih ada di depan. Implementasi putusan ini memerlukan keseriusan dan komitmen tinggi dari pemerintah dan legislatif untuk merevisi undang-undang yang terkait. 

Tanpa langkah konkret dalam mengimplementasikan putusan MK ini, ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam ketenagakerjaan dapat terus berlanjut. 

Oleh karena itu, monitoring terhadap pelaksanaan putusan ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja benar-benar terlindungi.

Implikasi jangka panjang dari putusan ini adalah potensi terbentuknya sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan seimbang di Indonesia. 

Pemisahan UU Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja tidak hanya akan menciptakan norma hukum yang lebih konsisten, tetapi juga akan memperkuat perlindungan hak-hak pekerja dalam jangka panjang. 

Tata kelola ketenagakerjaan yang lebih transparan dan akuntabel dapat terwujud, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hidup para pekerja.

Putusan MK ini menandai babak baru dalam penataan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.

Ini menunjukkan bahwa suara pekerja melalui serikat dan organisasi lainnya masih dapat didengar dan diperjuangkan melalui jalur hukum. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun