Intelektualitas memungkinkan seorang pemimpin untuk merumuskan kebijakan yang berdasar pada penelitian, fakta, dan prinsip-prinsip rasional.
Tantangan yang sering muncul adalah ketika pemimpin dengan elektabilitas tinggi tidak memiliki intelektualitas yang memadai.Â
Pemimpin seperti ini mungkin tergoda untuk mengambil keputusan yang hanya menguntungkan secara politik dalam jangka pendek, tetapi merugikan negara dalam jangka panjang.Â
Misalnya, kebijakan populis yang tidak disertai dengan perencanaan yang matang bisa mengakibatkan kerusakan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, elektabilitas yang tidak diimbangi dengan intelektualitas bisa berbahaya bagi stabilitas negara.
Pandangan tentang pentingnya intelektualitas dalam politik banyak didukung oleh tokoh-tokoh penting.Â
Mantan Presiden Indonesia, B.J. Habibie, seorang ilmuwan dan pemimpin dengan intelektualitas tinggi, pernah berkata, "Pemimpin yang baik adalah mereka yang bukan hanya populer, tetapi juga cerdas dan memiliki visi jangka panjang untuk memajukan bangsa."Â
Habibie menekankan bahwa kecerdasan dan kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin adalah kunci dalam menghadapi tantangan-tantangan besar yang dihadapi negara.
Tokoh dunia lainnya, Nelson Mandela, pernah menyatakan pentingnya pengetahuan dalam memimpin dengan berkata, "Education is the most powerful weapon which you can use to change the world."Â
Mandela menunjukkan pentingnya pendidikan dan intelektualitas bagi seorang pemimpin, terutama dalam membawa perubahan yang positif dan signifikan bagi masyarakat.Â
Tanpa kecerdasan dan pemahaman yang mendalam, pemimpin hanya akan bertindak reaktif tanpa visi yang jelas.
Di sisi lain, seorang pemimpin yang hanya mengandalkan intelektualitas tanpa memperhatikan elektabilitas mungkin kesulitan mendapatkan dukungan publik.Â