Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Iman Besar Lahir dari Ketulusan Bukan karena Kedudukan

7 Oktober 2024   20:57 Diperbarui: 25 November 2024   23:41 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Yesus sedang dalam perjalanan menuju rumah perwira, perwira tersebut mengirim sahabat-sahabatnya untuk menyampaikan pesan. 

Ia meminta Yesus untuk tidak bersusah-susah datang ke rumahnya, merasa tidak layak untuk menerima-Nya. 

Sikap ini menunjukkan kerendahan hati yang jarang ditemui di kalangan orang-orang berkuasa.

Iman Sejati bukan karena Status Sosial

Iman perwira ini sangat mencolok. Ia percaya bahwa Yesus hanya perlu mengucapkan sepatah kata agar hambanya sembuh. Ini mencerminkan pemahamannya akan otoritas Yesus, serta keyakinan yang dalam terhadap kuasa-Nya.

Yesus, setelah mendengar kata-kata perwira, merasa heran. Ia berpaling kepada orang banyak yang mengikuti-Nya dan menyatakan bahwa iman sebesar ini tidak pernah Ia jumpai, bahkan di antara orang Israel. 

Ini menunjukkan bahwa iman yang sejati tidak terikat pada latar belakang agama atau status sosial.

Pujian Yesus terhadap perwira menekankan pentingnya ketulusan dan kerendahan hati dalam iman. Hal ini mengingatkan kita bahwa siapa pun dapat memiliki iman yang besar, terlepas dari latar belakang atau kedudukan mereka.

Ketika orang-orang yang disuruh kembali ke rumah perwira, mereka menemukan hamba tersebut telah sembuh. 

Kesembuhan hamba itu terjadi sebagai respons terhadap iman perwira, menunjukkan bahwa iman dan permohonan yang tulus dapat menggerakkan tangan Tuhan untuk melakukan mujizat.

Sikap perhatian perwira ini juga mencerminkan nilai-nilai yang seharusnya ada dalam hubungan kita dengan orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun