Sikap ini menunjukkan kerendahan hati yang jarang ditemui di kalangan orang-orang berkuasa.
Iman perwira ini sangat mencolok. Ia percaya bahwa Yesus hanya perlu mengucapkan sepatah kata agar hambanya sembuh. Ini mencerminkan pemahamannya akan otoritas Yesus, serta keyakinan yang dalam terhadap kuasa-Nya.
Yesus, setelah mendengar kata-kata perwira, merasa heran. Ia berpaling kepada orang banyak yang mengikuti-Nya dan menyatakan bahwa iman sebesar ini tidak pernah Ia jumpai, bahkan di antara orang Israel.Â
Ini menunjukkan bahwa iman yang sejati tidak terikat pada latar belakang agama atau status sosial.
Pujian Yesus terhadap perwira menekankan pentingnya ketulusan dan kerendahan hati dalam iman. Hal ini mengingatkan kita bahwa siapa pun dapat memiliki iman yang besar, terlepas dari latar belakang atau kedudukan mereka.
Ketika orang-orang yang disuruh kembali ke rumah perwira, mereka menemukan hamba tersebut telah sembuh.Â
Kesembuhan hamba itu terjadi sebagai respons terhadap iman perwira, menunjukkan bahwa iman dan permohonan yang tulus dapat menggerakkan tangan Tuhan untuk melakukan mujizat.
Sikap perhatian perwira ini juga mencerminkan nilai-nilai yang seharusnya ada dalam hubungan kita dengan orang lain.Â
Ia tidak hanya peduli pada dirinya sendiri, tetapi sangat memperhatikan kondisi hambanya, menunjukkan cinta dan kasih yang mendalam.
Kita diajak untuk memiliki iman yang tulus dan penuh keyakinan, percaya bahwa Tuhan dapat melakukan yang mustahil. Dalam hidup sehari-hari, kita perlu menunjukkan kasih kepada sesama, mirip dengan sikap perwira tersebut.
Kisah perwira Romawi ini mengingatkan kita bahwa iman yang besar berasal dari ketulusan hati dan pengakuan akan kuasa Tuhan, bukan dari status sosial atau kedudukan.Â