Bagi Aristoteles, kebahagiaan bukan hanya perasaan sesaat, melainkan hasil dari hidup yang baik, bertindak sesuai dengan kebajikan dan nilai-nilai moral.Â
Pemikirannya mengajarkan bahwa kebahagiaan datang dari keselarasan antara tindakan dan kebajikan. Hidup yang benar secara etis, dengan menyeimbangkan antara keinginan dan tanggung jawab, adalah kunci untuk meraih kebahagiaan sejati.
Eleanor Roosevelt, seorang pemimpin dan aktivis hak asasi manusia, menekankan bahwa kebahagiaan tergantung pada diri kita sendiri dan tidak bisa ditentukan oleh orang lain. Ia berkata:
"Happiness is not a goal; it is a by-product of a life well lived."
Roosevelt percaya bahwa kebahagiaan muncul sebagai hasil dari hidup yang dijalani dengan baik dan berintegritas, bukan sesuatu yang bisa dikejar secara langsung.Â
Pemikirannya menggarisbawahi bahwa kebahagiaan adalah buah dari usaha kita dalam menjalani hidup yang bermakna dan penuh rasa tanggung jawab, yang menekankan pentingnya kualitas hidup dibandingkan dengan pencapaian materi atau status.
Kebahagiaan itu mahal karena sering kali kita mencari di tempat yang salah --- di luar diri kita. Standar kebahagiaan tidak selalu terletak pada jabatan, kekayaan, atau popularitas.Â
Sementara hal-hal tersebut bisa memberikan kebahagiaan sementara, kebahagiaan sejati berasal dari kedamaian batin, rasa syukur, makna hidup, dan hubungan yang mendalam dengan Tuhan atau spiritualitas.
Pada akhirnya, kebahagiaan sejati adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri, mensyukuri hidup apa adanya, dan menemukan kedamaian serta makna dalam segala aspek kehidupan.Â
Ketika kita berhenti mengejar kebahagiaan dari luar dan mulai membangun kebahagiaan dari dalam, barulah kita bisa merasakan kebahagiaan yang sejati dan langgeng.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI