Bagi banyak orang, hubungan dengan Tuhan adalah sumber kebahagiaan yang tidak tergantikan. Keyakinan akan adanya kuasa yang lebih besar dari diri sendiri memberikan rasa damai dan harapan, terutama ketika menghadapi situasi sulit.Â
Dalam keyakinan agama, kebahagiaan sering kali dihubungkan dengan kehidupan spiritual yang mendalam, doa, dan meditasi yang menguatkan batin.
Kebahagiaan yang Tak Tergantung Pada Keadaan Luar
Kebahagiaan sejati adalah keadaan batin yang tak mudah digoyahkan oleh keadaan luar. Ketika seseorang mampu menemukan kedamaian dalam diri, hal-hal eksternal seperti materi atau status sosial menjadi kurang penting.Â
Bahkan dalam kondisi sulit, mereka yang mampu mengembangkan kedamaian batin tetap merasakan kebahagiaan.
Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah aspek penting dalam mencapai kebahagiaan. Mereka yang mampu menerima diri sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan cenderung lebih bahagia. Penerimaan ini juga termasuk memaafkan kesalahan masa lalu dan tidak terlalu keras terhadap diri sendiri.
Kebahagiaan yang Berkelanjutan
Kebahagiaan sejati bukanlah perasaan sesaat, tetapi lebih kepada keadaan batin yang stabil dan berkelanjutan. Ini tidak berarti seseorang tidak pernah merasa sedih atau kecewa, tetapi mereka memiliki kemampuan untuk kembali ke keadaan bahagia lebih cepat dan tidak terlalu terpengaruh oleh keadaan luar.
Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, dalam karyanya "Nicomachean Ethics", menyatakan bahwa kebahagiaan (yang ia sebut "eudaimonia") adalah tujuan tertinggi dalam hidup. Menurutnya, kebahagiaan adalah hidup yang dijalani dengan kebajikan. Aristoteles berkata:
"Happiness is the meaning and the purpose of life, the whole aim and end of human existence."