Pemilihan kepala daerah adalah momen penting bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin mereka dalam jangka waktu tertentu.
Namun, dalam realitas politik, kita sering melihat berbagai praktik kotor, mulai dari politik uang hingga manipulasi suara, yang menunjukkan bahwa banyak kandidat yang terjebak dalam ambisi pribadi tanpa memikirkan kepentingan rakyat.
"Dalam hal ini, banyak calon pemimpin berperan sebagai dalang dalam permainan politik, berusaha mengendalikan narasi demi kepentingan pribadi."
Politik Kotor
Fenomena ini tidak jauh berbeda dengan apa yang digambarkan oleh istilah Jawa "rebutan balung tanpo isi", yang secara harfiah berarti perebutan tulang tanpa daging.
Istilah ini menggambarkan perebutan sesuatu yang tampaknya bernilai, tetapi pada kenyataannya kosong dan tidak bermanfaat.
Dalam konteks politik, kekuasaan yang diperoleh tanpa visi dan misi yang jelas untuk kesejahteraan rakyat ibarat "tulang tanpa daging"---sekadar simbol tanpa makna.Â
Pemimpin yang terlibat dalam "rebutan balung tampo isi" sering kali berfungsi sebagai dalang, memanfaatkan kepentingan publik untuk keuntungan pribadi.
Kekuasaan Sebagai Tanggung Jawab, Bukan Posisi
Pemimpin yang terobsesi dengan kekuasaan sering kali lupa bahwa kekuasaan sejati bukanlah soal posisi atau jabatan, melainkan tanggung jawab untuk membawa perubahan bagi rakyat.
Ketika kekuasaan hanya dilihat sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu, hasilnya tidak lebih dari perebutan "balung tanpo isi".Â