Ketimpangan ini menciptakan perasaan diskriminasi yang mengganggu hubungan antar karyawan dan menimbulkan ketidakpuasan di lingkungan kerja.Â
Seiring waktu, ketegangan ini dapat merusak kerjasama tim dan menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk bekerja.
3. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Toksik
Flexing yang berlebihan sering kali mengarahkan organisasi pada budaya kerja yang toksik.Â
Di tempat kerja yang didominasi oleh flexing, karyawan lebih mementingkan pencitraan diri daripada kualitas pekerjaan yang mereka hasilkan.Â
Fokus mereka bergeser dari tugas-tugas profesional ke hal-hal yang lebih dangkal, seperti penampilan atau status sosial.Â
Ini mengarah pada penurunan moral, berkurangnya kepuasan kerja, dan akhirnya menurunkan produktivitas secara keseluruhan.
4. Mengganggu Fokus pada Tujuan Organisasi
Ketika flexing menjadi norma di dunia kerja, fokus karyawan dan manajer sering kali beralih dari pencapaian tujuan perusahaan menuju hal-hal yang bersifat pribadi.Â
Flexing mengalihkan perhatian dari upaya bersama untuk mencapai target organisasi, karena karyawan lebih tertarik pada penampilan sukses daripada hasil nyata.Â
Hal ini dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang, karena tujuan jangka pendek pribadi karyawan mulai menggeser prioritas perusahaan.