Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Iptek, dan Pendidikan, Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Netralisasi ASN dalam Pilkada: Tantangan dan Realitas di Indonesia

17 September 2024   16:21 Diperbarui: 17 September 2024   16:51 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan salah satu prinsip fundamental dalam sistem birokrasi yang profesional. Prinsip ini menegaskan bahwa ASN harus berdiri di atas semua kepentingan politik dan hanya fokus pada pelayanan masyarakat serta menjalankan tugas negara secara netral dan adil. 

Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), menjaga netralitas ASN menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan secara jujur dan tanpa intervensi yang tidak semestinya. Namun, di Indonesia, menjaga netralitas ASN sering kali menjadi tantangan tersendiri.

Di Indonesia, tantangan netralitas ASN dalam Pilkada mungkin saja dikaitkan dengan struktur birokrasi yang hierarkis. Kepala daerah yang mencalonkan diri kembali sering kali memiliki pengaruh besar terhadap ASN di wilayahnya, baik melalui penempatan jabatan maupun pengelolaan anggaran daerah. 

Ketergantungan ASN pada pimpinan ini, dalam beberapa kasus, menciptakan situasi di mana ASN merasa terpaksa atau terintimidasi untuk memberikan dukungan kepada calon kepala daerah petahana. Ini menjadi salah satu realitas pahit dalam menjaga netralitas birokrasi.

Tantangan lainnya muncul dari budaya politik Indonesia yang kerap kali masih kental dengan praktik patronase dan nepotisme. Di beberapa daerah, kedekatan antara pejabat publik dan tokoh politik atau calon kepala daerah dapat memengaruhi sikap ASN dalam Pilkada. 

Tekanan sosial atau kekerabatan juga sering kali membuat ASN sulit bersikap netral. Misalnya, ketika seorang kepala daerah yang mencalonkan diri kembali memiliki hubungan dekat secara sosial dengan ASN, ada kemungkinan ASN merasa terpaksa memberikan dukungan karena adanya ikatan emosional.

Kendala netralitas ASN juga diperparah oleh rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman ASN mengenai pentingnya menjaga profesionalisme dalam politik. Meskipun peraturan mengenai netralitas ASN sudah ada dan disosialisasikan, masih banyak ASN yang belum sepenuhnya memahami implikasi keterlibatan mereka dalam politik praktis.

Beberapa ASN mungkin menganggap bahwa keterlibatan mereka dalam mendukung salah satu calon sebagai bentuk loyalitas terhadap pimpinan, padahal hal ini bertentangan dengan etika profesi dan aturan hukum.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah melakukan pengawasan terhadap keterlibatan ASN dalam Pilkada, namun implementasinya masih jauh dari sempurna. Beberapa kasus keterlibatan ASN dalam kampanye politik sering kali tidak terungkap secara luas atau penindakannya tidak tegas. 

Selain itu, meskipun Bawaslu telah memberikan sanksi kepada ASN yang melanggar netralitas, penerapan sanksi tersebut sering kali dianggap tidak cukup efektif untuk memberikan efek jera. Hal ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menegakkan netralitas ASN.

Dari sisi regulasi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara jelas menyebutkan bahwa ASN dilarang terlibat dalam kegiatan politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun