Di samping jagung, para penjual juga menawarkan kacang rebus yang hangat. Kacang-kacang ini direbus hingga empuk, memberikan rasa yang gurih.
Camilan ini bagi penumpang, dimakan kadang dengan sajian minuman kopi, mereka mengusir kantuk dan dinginnya malam. Dengan harga rata-rata lima ribu rupiah per buah, dagangan ini pun laris manis dibeli oleh penumpang.
Demi ekonomi Keluarga
Malam itu, para penjual jagung dan kacang duduk berdampingan, ada sekitar empat orang. Mereka duduk berjajar di emperan rumah makan, masing-masing dengan alat pembakar jagung di hadapan mereka.
Para pedagang ini tahu betul bahwa momen-momen singkat ketika bus berhenti adalah kesempatan emas untuk menjual dagangan mereka.
Dengan cekatan, mereka melayani setiap pembeli yang datang, mengupas kulit jagung, membakar, dan menyerahkannya kepada pembeli.
Perjuangan dan KesetiaanÂ
Bagi sang penjual jagung dan kacang, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup. Ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan semua bahan, memastikan jagung dan kacang rebus siap sebelum bus pertama tiba.
Meskipun cuaca kadang tidak bersahabat, ia tetap setia menunggu di tempat yang sama, berharap ada penumpang yang singgah dan membeli dagangannya.Â
Dengan bekerja sepanjang malam, penjual jagung dan kacang ini mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, meski harus mengorbankan waktu istirahat dan kebersamaan.
Rumah makan besar di Weleri ini mungkin tidak pernah sepi, namun bagi para pedagang, perjuangan mereka juga tidak pernah mudah. Mereka harus bisa menarik perhatian penumpang di tengah banyaknya pilihan makanan di sekitar.Â