Saat ini, anak-anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri Jati juga membutuhkan internet untuk mendukung proses belajar mereka. Sekolah ini sangat penting karena murid-muridnya berasal dari padukuhan sekitarnya, yaitu Padukuhan Bulu, Nongkosingit, Ngalangombo, dan Padukuhan Jati.Â
Dengan infrastruktur yang kurang memadai, mereka harus bersaing dengan anak-anak di daerah perkotaan yang lebih maju, di mana akses internet dan fasilitas pendidikan sudah lebih baik.Â
Ketidakcukupan infrastruktur di daerah tersebut dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan kesetaraan peluang bagi generasi mendatang, menjadikan ketimpangan antara daerah terpencil dan perkotaan.
Dalam konteks komunikasi sehari-hari, warga di daerah tersebut juga menghadapi tantangan tanpa jaringan internet. Bagi orang tua, hal ini sudah menjadi kebiasaan yang lumrah. Mereka bisa menggunakan handphone secara bergantian atau meminjam dari tetangga ketika diperlukan.Â
Sementara itu, para remaja dan kaum muda mengatasi masalah ini dengan cara yang berbeda. Mereka sering menggunakan wifi yang tersedia atau patungan dalam membayar biaya akses internet, agar tetap terhubung dengan dunia luar dan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.
Infrastruktur dan topografi alam memang menjadi faktor utama mengapa sebagian warga di negeri ini belum dapat menikmati internet dengan baik.Â
Dengan kondisi yang ada, pertanyaan besar tetap ada: entah sampai kapan masalah ini akan berlanjut?
Sejauh mana infrastruktur telekomunikasi akan diperbaiki untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, dan apa solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan topografi yang ada?Â
Hal ini membutuhkan perhatian dan upaya serius dari berbagai pihak untuk memastikan bahwa semua warga, tanpa terkecuali, dapat menikmati manfaat dari teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H