Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Iptek, dan Pendidikan, Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ciri-Ciri Keluarga Disfungsional di Era Digital

3 Agustus 2024   21:38 Diperbarui: 5 Agustus 2024   08:36 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: depositphotos.com

Seiring dengan perkembangan teknologi dan urbanisasi, struktur keluarga pada masa kini mengalami perubahan signifikan. 

Di masa lalu, keluarga tradisional sering kali memiliki peran yang jelas dan tanggung jawab yang terstruktur, tetapi di era digital ini, model tersebut menjadi kurang relevan.

Urbanisasi telah mengubah cara orang berinteraksi dan menjalani kehidupan sehari-hari, dan keluarga kini harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Dampak Negatif Medsos bagi Keluarga 

Perkembangan media sosial telah membawa perubahan besar dalam cara keluarga berkomunikasi dan berinteraksi. 

Di satu sisi, media sosial memungkinkan komunikasi virtual yang dapat memperkuat hubungan antar anggota keluarga yang terpisah jarak.

Namun, di sisi lain, media sosial juga membawa risiko baru seperti kecanduan terhadap perangkat digital dan penyebaran informasi palsu. 

Risiko-risiko ini dapat merusak hubungan keluarga dan menyebabkan konflik yang lebih dalam.

Masyarakat modern mungkin kurang menghargai pentingnya dukungan sosial dan emosional yang diberikan oleh keluarga. 

Dalam banyak kasus, waktu berkualitas yang dihabiskan bersama anggota keluarga menjadi terbatas, karena setiap individu lebih fokus pada kebutuhan pribadi dan pencapaian individu.

Ciri-ciri Keluarga Disfungsi

Keluarga disfungsional dapat dikenali melalui berbagai ciri khas yang merusak keharmonisan dan kesehatan hubungan antar anggotanya. 

Keluarga disfungsional ditandai oleh sejumlah ciri khas yang merusak keharmonisan dan kesejahteraan hubungan antar anggotanya.

Kekacauan dalam struktur dan rutinitas keluarga

Kekacauan dalam struktur dan rutinitas keluarga dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidaknyamanan di dalam rumah tangga.

Misalnya, tanpa jadwal yang jelas untuk kegiatan sehari-hari seperti makan malam, waktu tidur, dan aktivitas bersama, anggota keluarga mungkin merasa bingung dan tidak aman. 

Anak-anak, khususnya, dapat mengalami stres akibat kurangnya rutinitas yang konsisten, sementara orang tua mungkin menghadapi tekanan tambahan karena tidak adanya struktur yang memadai. 

Ketidakjelasan ini dapat mengganggu keharmonisan keluarga dan mengakibatkan konflik atau ketidakpuasan.

Kontrol yang Berlebihan

Kontrol yang berlebihan sering muncul ketika salah satu anggota keluarga, seperti orang tua, berusaha mengendalikan setiap aspek perilaku anggota keluarga lainnya dengan cara yang tidak sehat. 

Misalnya, ketika seorang orang tua terus-menerus menentukan pilihan pakaian, memilih teman, dan mengatur aktivitas anak-anak mereka, hal ini dapat menyebabkan tekanan psikologis yang signifikan pada anak-anak. 

Anak-anak yang mengalami kontrol berlebihan mungkin merasa tidak memiliki kebebasan untuk membuat keputusan sendiri, yang bisa mengakibatkan penurunan rasa percaya diri dan hilangnya rasa otonomi.

Akibatnya, anak-anak mungkin merasa tertekan dan frustrasi, yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional mereka dan mengganggu hubungan mereka dengan orang tua serta anggota keluarga lainnya.

Tidak Konsisten

Ketidakonsistenan dalam sebuah keluarga terjadi ketika aturan dan ekspektasi sering berubah-ubah, yang menciptakan kebingungan dan konflik di antara anggota keluarga. 

Misalnya, jika aturan tentang waktu tidur atau tugas rumah tangga terus-menerus berubah tanpa kejelasan, anggota keluarga, terutama anak-anak, bisa merasa bingung dan tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka. 

Ketidakstabilan emosional muncul ketika suasana hati atau reaksi emosional di dalam keluarga tidak konsisten atau sulit diprediksi, menyebabkan ketegangan dan stres.

Penolakan Terhadap Realitas

Denial, atau penolakan terhadap realitas, sering kali menjadi ciri khas dalam keluarga yang mengalami disfungsi. 

Anggota keluarga mungkin secara kolektif menolak mengakui adanya masalah serius seperti ketidakstabilan emosional, kekerasan, atau masalah keuangan yang memengaruhi kesejahteraan mereka. 

Misalnya, jika sebuah keluarga menghadapi masalah alkoholisme salah satu anggotanya, mereka mungkin memilih untuk mengabaikan tanda-tanda ketergantungan tersebut dan terus menjalani kehidupan sehari-hari seolah-olah tidak ada yang salah.

Sikap ini sering kali muncul karena rasa malu, ketidakmampuan untuk menghadapi kenyataan yang menyakitkan, atau ketidakpastian tentang bagaimana mengatasi masalah tersebut. 

Penolakan terhadap realitas menghambat komunikasi yang sehat dan pemecahan masalah, sehingga memperburuk kondisi keluarga dan memperdalam disfungsi yang ada.

Rasa Malu

Sementara itu, rasa malu yang menyelimuti anggota keluarga dapat menghambat komunikasi yang sehat, karena mereka mungkin merasa tidak nyaman atau takut untuk berbicara tentang masalah atau kesalahan yang terjadi. 

Kombinasi dari ketidakonsistenan, ketidakstabilan emosional, dan rasa malu ini dapat merusak hubungan keluarga dan menghambat perkembangan individu di dalamnya.

Keluarga Tanpa Karakter

Banyak keluarga saat ini menghadapi kesulitan dalam menangani berbagai masalah karena kurangnya keterampilan interpersonal dan fleksibilitas. 

Keterampilan interpersonal yang baik sangat penting untuk menyelesaikan konflik dan menjaga hubungan yang sehat di dalam keluarga.

Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan krisis juga menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan keluarga.

Rendahnya Komitmen

Komitmen yang rendah dan ketidakjelasan dalam peran anggota keluarga juga dapat menyebabkan konflik yang berkepanjangan.

Ketidakjelasan dalam peran dapat membuat anggota keluarga merasa bingung tentang tanggung jawab mereka, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakstabilan dan ketegangan.

Ketiadaan karakter, seperti kurangnya komitmen terhadap peran dan tanggung jawab, memengaruhi dinamika keluarga dan dapat memperburuk masalah yang ada.

Ketidakstabilan Lingkungan

Ketidakstabilan lingkungan eksternal dan tekanan sosial juga memainkan peran penting dalam dinamika keluarga. 

Krisis eksternal seperti kondisi ekonomi yang buruk atau perubahan sosial dapat memengaruhi kesejahteraan keluarga dan menciptakan ketidakstabilan.

Tekanan dari lingkungan sekitar sering kali menambah beban yang harus ditanggung oleh keluarga, dan tanpa dukungan yang memadai, hal ini dapat menyebabkan kekacauan dan ketidakstabilan di dalam rumah tangga.

Langkah Praktis Menghindari Disfungsi

Untuk memperbaiki dinamika keluarga di tengah perubahan teknologi dan urbanisasi, penting untuk mengembangkan komunikasi terbuka dan menetapkan rutinitas serta struktur yang konsisten.

Komunikasi yang jujur memungkinkan anggota keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan mereka, membantu mengurangi ketidakpastian dan penolakan terhadap realitas.

Selain itu, memiliki rutinitas yang jelas dalam kegiatan sehari-hari memberikan rasa aman dan stabilitas, serta mencegah kekacauan yang bisa mengganggu keharmonisan keluarga.

Menggunakan teknologi secara positif juga penting untuk memperkuat hubungan keluarga, seperti menjaga komunikasi yang produktif dan menghindari kecanduan digital.  

Dengan adaptasi terhadap perubahan dengan perhatian terhadap kualitas hubungan dan dukungan emosional, keluarga dapat mengatasi tantangan modern dan menjaga keharmonisan serta stabilitas internal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun