Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Yang Dialami Kaum Disabilitas

1 Agustus 2024   07:54 Diperbarui: 4 Agustus 2024   00:09 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://www.bushprisby.com

Penyandang disabilitas adalah orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu yang panjang.

Sehingga mereka menghadapi hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya, berdasarkan prinsip kesamaan hak.

Disabilitas merujuk pada gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi seseorang. Sementara itu, istilah "difabel," yang merupakan singkatan dari "Differently Abled People," menggambarkan seseorang dengan kemampuan yang berbeda dan mulai populer sejak tahun 1998. 

Sayangnya, dalam percakapan sehari-hari, mereka sering disebut sebagai orang cacat, yang kadang-kadang menyebabkan mereka dianggap tidak produktif dan tidak mampu melaksanakan tugas serta tanggung jawab dengan baik. 

Akibatnya, hak-hak mereka pun sering diabaikan. Menurut UU RI No 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas seharusnya mendapat perlakuan yang menghormati martabat manusia tanpa adanya diskriminasi dalam semua aspek kehidupan.

Krisis Umum Penyandang Disabilitas

Penting untuk menangani permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas agar mereka tidak mengalami dampak negatif seperti kecemasan berlebihan, putus asa, ketakutan berinteraksi dengan orang lain. 

Ketika kondisi-kondisi ini tidak ditangani dengan baik, hal tersebut dapat mengganggu kepercayaan diri mereka dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan berinteraksi dengan lingkungan. 

Oleh karena itu, dukungan psikologis, sosial, dan emosional sangat penting. Pendekatan holistik yang meliputi dukungan keluarga, terapi psikologis, dukungan komunitas, serta akses terhadap layanan kesehatan yang sesuai, dapat membantu mereka merasa lebih diterima dan dihargai dalam masyarakat. 

Edukasi dan promosi kesadaran tentang keberagaman dan inklusi juga krusial untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Krisis Secara Jasmani

Disabilitas fisik, seperti tuna daksa, mencakup berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan gerak seseorang. Tuna daksa sering kali disebabkan oleh kelainan neuro-muskular atau struktur tulang, baik bawaan, akibat penyakit, atau dampak kecelakaan. 

Contoh kondisi ini meliputi cerebral palsy, spina bifida, distrofi otot, serta cedera tulang belakang yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. 

Disabilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kecelakaan serius, seperti kecelakaan mobil atau olahraga, serta penyakit seperti polio yang merusak sistem saraf. Kehilangan organ tubuh, seperti amputasi, juga berkontribusi pada tuna daksa.

Perubahan bentuk tubuh yang disebabkan oleh disabilitas ini sering kali mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melaksanakan fungsi sosial di masyarakat. 

Meskipun mereka masih bisa beraktivitas dan berpikir normal, bagian tubuh yang rusak dapat menghambat kemampuan mereka.

Krisis Secara Sosial dan Ekonomi

Setiap individu memiliki kebutuhan sosial dan berusaha menyesuaikan diri dengan norma masyarakat. Krisis sosial terjadi ketika individu berperilaku tidak sesuai dengan standar norma, atau merasa terisolasi dari lingkungan sosial mereka.

Penyandang disabilitas sering kali mengalami krisis sosial dengan menarik diri dari keramaian dan lebih memilih menyendiri, sebagai respons terhadap tekanan sosial atau kurangnya aksesibilitas. 

Dukungan sosial dan peningkatan aksesibilitas dapat mengurangi krisis sosial tersebut. Di sisi ekonomi, penyandang disabilitas menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama dengan biaya hidup yang tinggi dan kesulitan mencari pekerjaan. 

Stigma dan hambatan sering kali membatasi akses mereka terhadap lapangan kerja. 

Penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan memberikan kesempatan kerja yang adil, serta menyediakan dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan ekonomi dan berkontribusi dalam kehidupan masyarakat.

Krisis Secara Rohani

Krisis rohani mengacu pada kondisi di mana seseorang merasa terputus dari dimensi spiritual mereka, yang dapat berdampak negatif pada kehidupan mereka secara keseluruhan. 

Manusia sebagai makhluk rohani memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan Tuhan, dan krisis spiritual bisa mempengaruhi pandangan mereka terhadap diri sendiri dan tujuan hidup. 

Penyandang disabilitas mungkin merasa frustrasi, malu, atau marah terhadap diri sendiri, orang-orang sekitar, atau bahkan Tuhan. 

Mereka mungkin menghadapi perasaan tidak adil atas penderitaan yang dialami atau merasa terisolasi dari lingkungan keagamaan mereka. Langkah-langkah seperti berbicara dengan keluarga atau pemimpin agama, mengubah fokus doa, dan menerima diri sendiri dapat membantu mengatasi krisis spiritual ini.

Krisis Secara Psikis

Tantangan-tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas sering kali menyebabkan stres tinggi dan dapat berujung pada depresi. Terbatasnya ruang gerak, lingkungan sosial yang tidak mendukung, kesulitan mencari pekerjaan, serta masalah kesehatan tambahan dapat memperburuk kondisi psikologis mereka. 

Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar dapat meningkatkan stres dan kecemasan. 

Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting untuk membantu mereka merasa diterima. Selain itu, dukungan profesional seperti konseling atau terapi psikologis dapat membantu mereka mengelola stres, mengatasi depresi, dan mengembangkan strategi koping yang efektif. 

Pemerintah dan lembaga terkait juga perlu berperan dalam menciptakan lingkungan inklusif, menyediakan aksesibilitas yang lebih baik, serta peluang pendidikan dan pekerjaan yang setara.

Pengaruh Lingkungan Terhadap Krisis Psikis

Lingkungan yang tidak mendukung sering kali memperburuk krisis psikis penyandang disabilitas. Kurangnya fasilitas yang memadai, diskriminasi, dan stigma di masyarakat dapat menambah beban psikologis mereka.

Penyandang disabilitas mungkin merasa tertekan atau kurang percaya diri karena lingkungan sekitar yang tidak ramah atau tidak memahami kebutuhan mereka. 

Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dengan menyediakan aksesibilitas yang lebih baik dan mengedukasi masyarakat tentang keberagaman serta inklusi. 

Peran Masyarakat 

Sebagai bagian dari masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk mendukung penyandang disabilitas dan membantu mereka mengatasi berbagai krisis yang mereka hadapi. 

Upaya ini termasuk menciptakan lingkungan yang inklusif, menyediakan aksesibilitas yang lebih baik, dan memberikan kesempatan kerja yang sesuai dengan kemampuan mereka. 

Dengan pendekatan yang penuh kasih dan perhatian, gereja dapat membantu penyandang disabilitas merasa didukung secara spiritual dan emosional dalam menghadapi tantangan mereka. 

Ini mencakup memahami dan merespons kebutuhan unik setiap individu serta menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung mereka secara holistik.

Untuk mengatasi krisis akibat disabilitas, diperlukan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi. Usaha tersebut mencakup perluasan aksesibilitas dan inklusi, dukungan psikologis, sosial, dan emosional yang memadai, serta upaya untuk membangun kesadaran dan menghapus stigma di masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun