Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Akademisi

Memiliki minat dalam bidang sosial, iptek, dan Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ia telah Pergi, Meninggalkan Kenangan Terindah

30 Juli 2024   00:00 Diperbarui: 1 Agustus 2024   09:12 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ai Generated (Antok)

Sore itu tanggal 19 Juli 2021, saya menerima telepon dari Pak Lik, adik dari Ibu, yang tinggal di dusun. Ia mengabarkan bahwa Bapak saya dalam kondisi kritis di rumah. Saat itu, kami berada di tengah pandemi COVID-19.

Penyakit Bapak saya bukanlah akibat dari Covid 19, melainkan akibat penurunan kesehatan yang telah lama dialaminya. 

Bapak telah menderita penyakit prostat selama lebih dari dua belas tahun, dan kaki yang lemah membuatnya sangat sulit untuk berjalan tanpa bantuan tongkat dan alat walker.

Selama masa pandemi, ketika bapak saya sakit, kami meminta bantuan mantri atau tenaga kesehatan dari desa Giripanggung, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumah kami, untuk perawatan di rumah.

Akhirnya dengan mengendarai sepeda motor, saya segera pulang dan tiba di rumah orangtua sekitar pukul tujuh malam, setelah perjalanan selama tiga jam dari Salatiga. 

Setibanya di rumah, saya bertemu dengan Ibu saya dan kerabar, serta tetangga sekitar tiga puluh orang yang berkumpul, sembari mereka bercakap-cakap dengan minum teh.

Di desa kami, terdapat sebuah tradisi yang mengikat kuat, di mana keluarga dan tetangga akan berkumpul dan menunggu hingga tengah malam ketika ada anggota keluarga yang sakit.

Tradisi ini mencerminkan rasa solidaritas dan dukungan komunitas terhadap keluarga yang sedang mengalami masa sulit.

Selama ini, orang tua saya hanya tinggal berdua di rumah, dan saya biasanya hanya pulang untuk menjenguk mereka sebulan sekali. Namun, situasi kali ini berbeda. Karena kondisi kesehatan bapak yang sangat kritis, saya merasa perlu untuk pulang hampir setiap minggu meskipun ada risiko tinggi terkait pandemi. 

Ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan keluarga dan kewajiban moral untuk berada di sisi orang yang kita cintai dalam waktu-waktu kritis, meskipun situasinya sulit. 

Tentu sangat tidak mudah menghadapinya. Saat ini, saya pulang sendirian karena istri saya sedang menjalani masa pemulihan dari pengobatan kanker payudara. Setiap hari, dia menjalani sesi pengobatan rutin yang melelahkan dan penuh ketidakpastian. 

Selama waktu-waktu sulit ini, saya merasa sangat terbagi antara tanggung jawab sebagai pendukung utama istri dan kebutuhan untuk menjaga rumah dan anak-anak kami.

Kedua anak kami, tetap di rumah untuk menemani ibunya. Mereka juga berusaha memahami situasi yang sedang kami hadapi, meskipun mereka tentu merasa bingung dan cemas dengan semua perubahan yang terjadi.

 Kehidupan sehari-hari menjadi sebuah keseimbangan yang sangat rapuh antara memberikan dukungan kepada istri dan memastikan anak-anak merasa aman dan dicintai.

Rasa lelah dan kecemasan selalu mengikutiku, dan sering kali saya merasa tertekan karena harus berperan ganda sebagai suami dan ayah di tengah situasi yang sangat berat ini.

 Namun, saya berusaha sekuat tenaga untuk tetap positif dan memberikan yang terbaik untuk keluarga kami, meskipun kenyataan yang kami hadapi tidak selalu mudah untuk diterima dan dijalani.

Setelah menyapa para tetangga dan menyegarkan diri, saya menggantikan kerabat yang telah berjaga sejak malam sebelumnya untuk menjaga bapak. Saat itu, bapak terbaring lemah di tempat tidur, dan tugas saya adalah memastikan ia merasa nyaman dan aman. 

Selama semalaman, saya berjaga di samping bapak. Kondisi ini membuat saya merasa terjaga terus-menerus, karena bapak sering terbangun secara tiba-tiba.

Tiap kali bapak terbangun dan duduk, saya harus cepat-cepat membantunya kembali berbaring. Kejadian ini terjadi hampir sepuluh kali sepanjang malam. Dalam situasi tersebut, saya merasa prihatin dan terjaga, berusaha menjaga agar bapak tetap dalam posisi yang nyaman. 

Kesulitan yang dihadapi pada malam itu membuat saya benar-benar merasakan betapa melelahkannya merawat seseorang dalam keadaan yang seperti ini.

Ketika sore tiba, saya merasa perlu untuk pulang ke Salatiga untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan dan memastikan istri saya baik-baik saja.

Setelah memastikan bapak dalam kondisi yang lebih stabil dan menyerahkan penjagaan kepada kerabat yang sudah siap, saya berangkat menuju Salatiga sekitar pukul setengah tujuh malam. 

Perjalanan kali ini saya tempuh dengan motor, yang memberikan kebebasan mobilitas dan memungkinkan saya pulang lebih cepat.

Tiba di Salatiga, saya merasa lega meskipun kelelahan setelah perjalanan dan perasaan yang penuh emosional sepanjang hari. Ini adalah salah satu contoh betapa pentingnya dukungan keluarga dan bagaimana tanggung jawab dalam merawat orang terkasih bisa sangat mempengaruhi keseharian kita.

Belum lama setelah saya beristirahat di Salatiga, sebuah telepon mendadak datang yang mengabarkan berita duka. Informasi tersebut membuat hati saya terkejut dan penuh duka, karena bapak telah dipanggil oleh Bapa di Sorga. 

Kabar ini membawa dampak emosional yang mendalam, dan saya tahu segera bertindak untuk kembali ke desa guna menghadapi situasi yang mendesak ini.

Dengan cepat, saya berpamitan kepada istri dan anak-anak. Momen perpisahan ini tidak mudah, tetapi saya tahu mereka memahami pentingnya keberadaan saya di sisi keluarga di desa pada saat-saat seperti ini. Setelah memastikan mereka baik-baik saja dan memberikan beberapa arahan untuk sementara waktu, saya memulai perjalanan kembali ke desa Gunungkidul.

Saya memilih untuk mengendarai motor untuk menuju Klaten. Dalam perjalanan ini, berbagai perasaan berkecamuk dalam benak saya, dari kesedihan mendalam hingga keinginan untuk segera berada di dekat keluarga dan melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk mendukung mereka. Setelah tiba di Klaten, saya mencari kerabat untuk meminta bantuan. 

Mereka dengan cepat menawarkan diri untuk mengantar saya pulang ke desa dengan mobil tua mereka, yang meskipun tidak terlalu nyaman, cukup untuk membawa saya ke tujuan.

Perjalanan malam dengan mobil tua itu terasa panjang dan melelahkan. Jalanan yang gelap dan keadaan emosional saya menambah berat perjalanan tersebut. Sekitar pukul satu dini hari, mobil tua akhirnya tiba di desa. 

Meskipun tubuh saya kelelahan, hati saya dipenuhi oleh rasa syukur karena dapat kembali ke desa dan bergabung dengan keluarga dalam waktu yang sangat dibutuhkan.

Sesampainya di desa, suasana duka sudah menyelimuti rumah. Saya bergabung dengan keluarga dan kerabat lain yang sudah berkumpul, siap untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan dalam menghadapi kehilangan ini.

Sesampainya di rumah, suasana hati saya sangat mendalam dan penuh kesedihan. Saat memasuki rumah, pemandangan pertama yang saya temui adalah bapak sudah terbujur kaku di atas meja jenazah, mengenakan baju putih yang bersih dan celana panjang hitam yang rapi. 


Ruangan di sekitar meja jenazah telah dipenuhi oleh sanak keluarga dan kerabat yang telah hadir lebih dulu. Mereka semua tampak sangat sedih, namun mereka tetap fokus pada tugas-tugas penting yang harus dilakukan.

Beberapa di antaranya terlihat sibuk mempersiapkan pemakaman, dan juga ada yang memasak di dapur.  Sementara yang lain sedang mengatur dan merapikan tempat di sekeliling meja jenazah.

Selama proses ini, saya merasakan campur aduk emosi. Ada rasa duka yang mendalam karena kehilangan bapak, namun juga ada rasa terharu dan bersyukur melihat betapa besarnya perhatian dan cinta yang diberikan oleh keluarga dan kerabat. 

Dalam suasana penuh kesedihan ini, meskipun berat, juga menunjukkan kekuatan dan kedekatan keluarga dalam menghadapi kehilangan.

Saya bergabung dengan keluarga dan membantu dengan segala cara yang saya bisa, mencoba untuk memberi dukungan dan menyelesaikan berbagai tugas yang perlu dilakukan. 

Pada saat yang sama, saya tidak bisa tidak merasakan betapa beratnya perasaan ini, mengetahui bahwa bapak sudah tidak lagi bersama kami dan kami harus memulai proses berpisah yang tidak pernah mudah.

Saat rumah dipenuhi dengan kesedihan dan air mata ini menjadi tempat di mana semua kenangan tentang bapak terjaga dengan baik. Ini adalah momen yang menyatukan keluarga dan kerabat dalam duka, namun juga dalam rasa syukur atas hidup yang telah dijalani bapak dan segala kenangan yang telah diberikan kepada kami.

Malam itu, saya meminta beberapa saudara yang terjaga untuk memasukkan jenazah ke dalam peti dan menyiapkan lilin di samping foto bapak yang diletakkan di atas meja.

Saya terdiam sejenak dan berdoa, kemudian kami duduk disamping peti jenazah bapak ditemani ibu dan beberapa kerabat.

Pada siang hari, upacara penutupan peti dan pemberangkatan jenazah dilakukan di rumah kami dalam kesederhanaan. Proses ini adalah bagian penting dari dengan upacara keagamaan yang kami jalankan untuk menghormati bapak.

Setelah upacara penutupan peti, jenazah tidak diangkat ke dalam mobil jenazah seperti biasanya. Sebagai gantinya, kami mengikuti memikul peti jenazah secara langsung. 

Ini adalah proses yang melibatkan banyak orang, di mana peti jenazah diangkat dan dipikul dengan oleh anggota keluarga dan kerabat. Kami menyusuri jalan di desa menuju tempat pemakaman yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah.

Menyusuri jalan desa dengan peti jenazah adalah proses yang penuh makna. Jalan yang dilalui dipenuhi oleh kerabat, saudara, dan tetangga yang datang untuk menghormati dan menghantarkan bapak pada perjalanan terakhirnya. 

Kehadiran mereka sangat menghibur dan memberikan dukungan moral yang berarti bagi kami. Mereka berjalan bersama dengan penuh kesungguhan, menyampaikan doa dan harapan yang baik untuk bapak.

Selama perjalanan tersebut, kami juga menerima berbagai ungkapan belasungkawa dari para tetangga dan teman-teman desa. Mereka turut serta dalam proses ini, mendukung kami melalui kehadiran mereka yang menenangkan dan membantu meringankan beban emosional yang kami rasakan.

Setibanya di tempat pemakaman, kami melanjutkan dengan proses pemakaman yang dilaksanakan dengan khidmat. Semua persiapan dilakukan dengan penuh perhatian untuk memastikan bahwa jenazah bapak diberikan penghormatan terakhir yang layak.

Meskipun hari itu penuh dengan kesedihan dan emosi, kami merasa diberkati dengan dukungan yang tulus dari orang-orang di sekitar kami. Ini adalah momen di mana kekuatan komunitas dan rasa persaudaraan terlihat dengan jelas, dan meski perasaan berduka sangat mendalam, ada juga rasa syukur karena bapak dihormati dengan cara yang penuh kasih dan hormat. 

Bapak telah pergi dalam kebahagiaan Sorgawi, ia  meninggalkan warisan berupa teladan kesederhanaan, ketekunan, dan kerja keras. Warisan itu sangat terasa dalam hidup kami.

Kenangan masa kecil bersama bapak adalah harta yang tak ternilai. Saya selalu merindukan momen-momen keceriaan yang beliau berikan, saat kami diajak ke ladang, berbincang dan bercanda tawa dengan penuh kehangatan.  

Saya sangat merindukan kesempatan untuk kembali merasakan kebersamaan tersebut, terutama saat kami duduk bersama di rumah dekat tungku, berbagi cerita.

Di tengah malam, bapak selalu rajin berdoa, menjadikannya waktu khusus untuk berbicara dengan Tuhan. Doa malam ini bukan hanya merupakan bagian dari iman beliau, tetapi juga menjadi waktu di mana kami merasakan kedekatan dan dukungan yang mendalam. 

Sekarang, ketika bapak telah tiada, saya merindukan momen-momen tersebut dan doa-doa yang penuh makna.

Kenangan indah ini akan selalu saya simpan dalam hati, sebagai pengingat betapa pentingnya cinta, kebersamaan, dan kehangatan yang beliau bawa dalam hidup saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun