Nyadran di Padukuhan Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, adalah bagian integral dari tradisi Rasulan, yang merupakan warisan budaya yang telah berlangsung lama.
AcaraDalam tradisi ini, Nyadran melibatkan ziarah ke makam leluhur dan biasanya dilakukan saat acara Rasulan. Upacara ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada arwah leluhur tetapi juga sebagai doa untuk keselamatan dan berkah bagi mereka.
Sebagaimana diketahui acara Rasulan adalah sebagai bentuk syukuran warga masyarakat. Selain dalam kenduri, dan pemberian korban maka doa dipimpin oleh "Mbah kaum," tokoh yang dipercaya memiliki kemampuan spiritual. Mereka berdoa agar kehidupan mereka terhindar dari malapetaka, dan gangguan.
Keunikan Nyadran di Padukuhan Jati terletak pada adanya aspek nazar yang menjadi latar belakang acara. Biasanya, seseorang yang memiliki nazar yang dikabulkan akan memberikan persembahan berupa hewan, seperti kambing, untuk disembelih.
Mereka yanag bernazar adalah orang dari luar padukuhan Jati, bukan warga padukuhan Jati.
Dalam acara nyadran tersebut, persembahan ini diperuntukkan kepada Mbah Kyai Tengaran, tokoh yang dihormati dalam tradisi tersebut. Selama upacara Rasulan, kambing diserahkan kepada dukuh atau kepala Padukuhan Jati, yang kemudian diolah.Â
Olahan daging kambing tersebut dibagikan kepada warga dusun setelah melalui acara kenduri. Acara rasulan sendiri biasanya di langsungkan pada Pertengahan tahun, antara bulan Juni atau Juli.
Dalam tradisi lokal atau cerita turun temurun, Kyai Tengaran dianggap sebagai sosok yang memiliki peran besar dalam proses penataan dan tokoh babat alas di Padukuhan Jati, Candirejo, Kapenawon Semanu.
Petilasan (situs) Kyai Tengaran dipercaya terletak di tengah pemakaman dusun, dan ada kepercayaan bahwa tempat tersebut merupakan lokasi di mana Kyai Tengaran meninggalkan jejak atau tanda, seperti Gedhubang (ludah) yang dianggap memiliki nilai mistis.
Hal ini dipercaya turun-temurun sebagai bagian dari kepercayaan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Di lokasi petilasan tersebut, yang berada persis di bawah pohon besar, dibangun rumah kecil tempat meletakkan sesaji. Tempat ini menjadi pusat penghormatan bagi Kyai Tengaran dan merupakan bagian integral dari tradisi Nyadran.Â